Oleh: Fina Fadilah Siregar
Wakil Presiden (Wapres), Ma'ruf Amin, menyoroti rendahnya tarif air bersih yang diterapkan perusahaan air minum di daerah. Hal ini menjadi salah satu penyebab kerugian di perusahaan air minum daerah. Dia mencontohkan, tarif air bersih di DKI Jakarta dan Depok hanya berada di kisaran Rp7 ribu per meter kubik. Cara seperti ini membuat perusahaan air minum kesulitan karena tarif itu masih di bawah full cost recovery (FCR). "Tarif air bersih yang diberlakukan Pemerintah Daerah DKI Jakarta dan Depok hanya Rp7.000 per meter kubik, di Bogor Rp4.500 per meter kubik," katanya. "Dengan kondisi ini kita menjalankan 40% PDAM mengalami kerugian pada tarif yang dibuat di bawah full cost recovery," kata Ma'ruf Amin saat berbicara di Konferensi Sanitasi dan Air Minum (KSAN) di Jakarta, Senin (2/12/2019). (cnbcindonesia.com).
Pernyataan Wapres tentang PDAM yang rugi karena rendahnya tarif layanan adalah bukti bahwa harta milik umum dikelola untuk mendapat untung bagi negara dengan menjual kepada rakyat. Harta milik umum yang seharusnya dikelola oleh negara dan keuntungannya diberikan kepada rakyat, malah pengelolaannya ingin diserahkan kepada pihak asing melalui kerjasama yang berkedok investasi dan otomatis tarif air bersih akan dinaikkan. Dalam hal ini, lagi-lagi yang menjadi korban adalah rakyat, sementara yang menikmati keuntungan adalah negara dan pihak asing.
Sejatinya, Islam melarang hajat publik dikomersialisasi apalagi diserahkan pada swasta. Islam menganut asas kemandirian dalam segala hal, termasuk dalam urusan fasilitas publik. Dalam Islam, fasilitas yang menjadi milik umum tidak boleh dikuasai oleh individu dan harus dikelola sepenuhnya oleh negara tanpa meminta bantuan dari pihak asing, apalagi menyerahkan pengelolaannya pada pihak asing.
Islam juga memerintahkan negara mengelola harta publik dan memenuhi layanan publik tanpa boleh mengambil untung sedikitpun. Jadi, keuntungan yang diperoleh dari harta publik digunakan sepenuhnya untuk rakyat. Selain itu, umat juga terus mendapatkan pelayanan yang memadai dari negara tanpa ada yang dirugikan, sehingga rakyat merasakan kesejahteraan dalam hidupnya.
Namun, berbeda dengan sistem kapitalis neoliberal yang ada saat ini, dimana rakyat mengalami kesengsaraan karena layanan publik yang dikomersialisasi. Rakyat dipaksa membayar mahal untuk mendapatkan layanan publik yang memang sudah menjadi haknya, namun pelayanan yang diberikan sangat tidak layak dan terkesan menzhalimi rakyat. Semua layanan publik dijual dengan tujuan mendapat keuntungan, baik untuk negara maupun pihak asing yang sudah bekerja sama dengan pemerintah. Inilah gambaran kekejaman sistem kapitalis yang telah nyata kita rasakan saat ini.
Oleh sebab itu, marilah kita beralih pada sistem Islam yang sangat mengutamakan pemenuhan kebutuhan publik tanpa mencari keuntungan pribadi, sehingga tercipta kehidupan sejahtera yang disertai keberkahan didalamnya. Wallahu a'lam bish showab.