Nasib Buruh Kian Keruh




Oleh: Kunthi Mandasari
Pemerhati Generasi, Member AMK

Persoalan kaum buruh kian hari kian keruh. Belum tuntas persoalan UMK yang selalu menuntut kenaikan di setiap tahunnya. Karena dirasa belum mampu memberi kesejahteraan. Kini wacana penghapusan UMK menambah kegusaran.

Dilansir dari situs CNBC Indonesia, 14/11/2019, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak wacana menteri ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah yang akan meninjau skema pengupahan terhadap buruh di kabupaten/kota. Bila ini terjadi maka Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) akan dihapus dan hanya mengacu pada Upah Minimum Provinsi (UMP).

Upah minimum secara konseptual merupakan batas minimal upah bulanan terendah dalam suatu wilayah, yang terdiri atas upah pokok termasuk tunjangan tetap, yang ditetapkan oleh Gubernur sebagai jaring pengaman pekerja. Konsep inilah yang menjadi biang permasalahan. Pasalnya penetapan upah dalam sistem kapitalis didasarkan pada upah menimun. Dalam arti lain hanya sebatas apa yang dibutuhkan oleh pekerja untuk bertahan hidup.

Penetapan upah minimum didasarkan pada Kebutuhan Hidup Layak (KLH) dengan mempertimbangkan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Adapun KLH dihitung berdasarkan pada kebutuhan mendasar pekerja untuk memenuhi kebutuhan mendasar. Standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL) beserta komponen-komponen standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL) diatur berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 13 tahun 2012. Meliputi kebutuhan pangan, perumahan, pakaian, pendidikan dan lain sebagainya. Adapun kebutuhan setiap wilayah berbeda sehingga UMK yang selama ini ditetapkan juga berbeda. 

Namun, dengan dalih mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2015 (tentang pengupahan) wacana penghapusan UMK akan segera direalisasikan. Beberapa daerah yang memiliki UMK jauh di atas UMP akan merasakan imbasnya. Seperti Karawang dan Kabupaten/Kota Bekasi.
 
Jika wacana ini terealisasi, akan membuat perusahaan berlomba-lomba membayar upah buruh hanya sesuai UMP. Jika begini, kaum buruh yang akan bertambah sengsara. Mereka harus bersiap mengencangkan ikat pinggang lebih kuat lagi. Apalagi tidak ada jaminan berbagai kebutuhan hidup akan selalu konstan dengan harga yang bisa dijangkau.

Wacana penghapusan UMK adalah bentuk inkonsisten aturan yang lahir dari sistem sekuler. Sistem yang dibuat oleh makhluk yang memiliki keterbatasan dan kelemahan. Sehingga aturan yang diterapkan bisa berubah sesuai dengan kebutuhan pemesan. Solusi yang selama ini disodorkan hanya solusi tambal sulam yang akhirnya melanggengkan sistem kapital. Karena itu, masalah perburuhan ini selalu muncul dan muncul, karena tidak pernah diselesaikan secara tuntas.

Dalam Islam menentukan gaji akan memerhatikan akad syar'i. Pelaksanaannya harus memenuhi rukun dan syarat ijarah. Dimana halal dan haram dijadikan tolak ukuran. Hubungan antara pekerja dengan pengusaha, atau buruh dengan majikan, adalah hubungan yang didasarkan pada akad ijârah. Yaitu akad terhadap suatu jasa (manfa’at) yang diberikan oleh pekerja atau buruh, dengan kompensasi (‘iwadh) yang diberikan oleh pengusaha atau majikan. Besaran upah yang diberikan juga berdasarkan manfaat yang diberikan oleh pekerja. Sehingga setiap pekerja memiliki upah yang berbeda. Serta besar upah yang diterima telah diketahui dan disepakati sejak awal.
Rasulullah saw. bersabda:
"Berikan kepada seorang pekerja upahnya sebelum keringatnya kering." (HR. Ibnu Majah, shahih)
Jika dalam penentuan upah belum menemui kata sepakat, pengusaha dan buruh akan memilih pakar (khubara') untuk  menjadi penengah. Tetapi, jika belum juga ditemukan titik temu, persoalan akan diambil oleh negara. Negara akan menunjuk seorang pakar untuk menentukan upah dan pengusaha maupun buruh harus tunduk pada keputusan pakar tersebut.

Permasalahan perburuhan akan selesai ketika akarnya telah dicabut. Konsep dan solusi Islam di atas benar-benar telah teruji, ketika diterapkan oleh Negara Khilafah di masa lalu. Hal yang serupa akan terulang kembali, ketik kelak Islam diterapkan secara menyeluruh. Wallahu a’lam.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak