Nabi Palsu, Ancaman Akidah Umat

  

         Oleh : Miftahhurahmah, S.Pd
Pemerhati Sosial Kemasyarakatan

Beberapa waktu lalu sebagaimana yang diliput media online " Rumah kayu yang terletak di Desa Kahakan, Kecamatan Batu Benawa, Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), sudah diberi garis polisi dan dijaga oleh personel bersenjata laras panjang, mereka melakukan penggeledahan rumah  "Sang Nabi dari Kahakan" , Senin (2/12) malam" (m.kalsel.prokal.co, 4/12/19).
Apa yang terjadi di Indonesia sungguh luar biasa, negeri yang penduduk muslimnya terbesar sedunia, masih di temukan fenomena yang mengaku nabi. Dan yang lebih membuat miris lagi adalah masih ada saja masyarakat yang mau mengikuti, padahal dalam pelajaran anak SD saja sudah dijelaskan bahwa tidak akan ada nabi setelah nabi Muhammad Saw hingga hari kiamat kelak. Muncul beberapa pertanyaan yang ada dalam benak kita mengapa hal ini bisa terjadi? Apakah masyarakat yang beragama Islam itu tidak tahu bahwa tak akan ada nabi lagi setelah Rasulullah Saw? atau adakah sesuatu yang lain yang membuat mereka lupa atau tak sadar bahwa tak akan ada nabi lagi? ataukah yang lebih parah mereka tidak tahu akan hal itu?

Apapun yang melatarbelakangi adanya fakta ini, sudah semestinya menjadi tugas kita bersama untuk mengatasinya. Ada tiga pilar yang akan menjaga akidah kaum muslim agar tetap dalam keadaan yang benar. Pertama adanya ketakwaan individu yang mumpuni dalam hal akidah mereka, paham bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, bahwa Muhammad adalah Rasulullah, paham bahwa Al-Qur'an adalah kalamullah, sehingga apapun yang dikabarkan dalam Al-Qur'an mutlak kabar dari Allah yang wajib kita imani dengan atau tanpa bisa diindera oleh manusia, seperti yakin bahwa ada surga dan neraka, yakin ada pahala dan dosa berikut konsekuensinya, yakin hari kiamat dan hari pembalasan itu akan datang entah kapan waktunya, sebagaimana mestinya juga yakin bahwa Muhammad adalah nabi terakhir penutup para nabi sebelumnya. Ketika ketakwaan individu terjamin kuat pada setiap diri muslim, maka bisa dipastikan godaan berpindah agama, godaan ajaran sesat bahkan godaan nabi palsu akan mudah dilibas oleh diri ini.

Namun yang namanya manusia, sudah sewajarnya jika ada salah daym khilaf, sudah sewajarnya pula ada sifat baik dan sifat buruk, ada kebaikan dan ada pula kemaksiatan. Sehingga jika hanya mengandalkan ketakwaan individu saja untuk menjaga akidah umat Islam, akan sangat rentan di recoki oleh orang-orang yang ingin menghancurkan akidah ini. Perlu ada kekuatan yang lain untuk menjaganya yakni kontrol masyarakat yang mumpuni, peka lingkungan dan peduli.

Masyarakat Islam adalah masyarakat yang senantiasa melakukan amar ma'ruf nahi mungkar, tak akan tinggal diam jika melihat kemungkaran di hadapannya, namun bukan berarti pula mereka main hakim sendiri, tapi lebih kepada mereka akan segera menegur jika ada Muslim yang bermaksiat pada Allah dengan teguran tegas tanpa takut sungkan atau sok alim sebagaimana yang sering di lontarkan oleh orang-orang yang suka bermaksiat jika ditegur.

Masyarakat Islam adalah masyarakat yang sangat peduli dengan akidah umat Islam, sedikit saja ada ajaran Islam yang menyimpang tanpa menunggu waktu lama mereka bisa mendeteksinya.
Sebagaimana fakta yang diungkapkan diatas bahwa didapatkan oleh Polres HST, terkait ajaran Nasruddin yakni menerangkan bahwa dalam salat wajib maupun salat sunat harus menggunakan bahasa Indonesia. Kemudian, lafaz dua kalimat syahadat, diubah atas keinginan Nasruddin.
Bagi umat Islam syahadat amat besar pengaruhnya dalam kehidupan.

Suatu ketika, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Mu’adz bin Jabal, untuk mengislamkan sekelompok orang yang tinggal di negeri Yaman. Sebelum Sahabat Mu’adz bin Jabal berangkat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan kepada Mu’adz : “Ajaklah mereka agar mau bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah, dan bahwasanya aku adalah utusan Allah. Apabila mereka telah melakukan hal tersebut (bersyahadat) maka beritahulah kepada mereka bahwasanya Allah telah mewajibkan kepada mereka solat lima waktu sehari semalam. Lalu apabila mereka telah melakukan hal tersebut, maka beritahulah kepada mereka bahwasanya Allah telah mewajibkan kepada mereka untuk mensedekahkan harta mereka, yang sedekah tersebut diambil dari orang-orang kaya dari mereka, dan diberikan kepada orang-orang miskin dari mereka” (HR. Bukhori)

Dari hadiss di atas, kita bisa mengambil pelajaran bahwasanya bersaksi dengan dua kalimat syahadat adalah syarat sah Islam. Salat dan zakat barulah diperintahkan setelah mereka mau bersaksi dengan dua kalimat syahadat. Jika mereka tidak mau bersaksi, maka sholat, zakat, dan amalan-amalan lainnya tidak akan diterima oleh Allah Ta’ala.

Bagaimana dengan negara? adakah perannya untuk menjaga akidah umat? Sudah sewajarnya negara menjadi  pilar pertama dan utama untuk menjaga akidah umat Islam, yang juga merupakan pilar terkuat jika ada pelencengan terhadap akidah Islam, maka tugas negara untuk meluruskannya kembali. Bahkan ada sanksi tegas bagi para pelaku yang mengaku sebagai Nabi baru dan mengajarkan ajaran yang menyesatkan umat Islam.

Inilah gambaran negara Islam yang menjadikan syariat Islam sebagai aturan dalam kehidupannya. Negara juga memastikan bahwa ajaran Islam benar-benar di sampaikan dan dipahami oleh kaum muslimin sehingga mereka tidak mudah terlena dengan ajaran sesat diluar sana.
Sejarah telah mencatat bagaimana seorang khalifah Abu Bakar memberantas nabi-nabi palsu setelah wafatnya Rasulullah. Saat itu sejumlah suku Arab menyatakan memisahkan diri dari komunitas Islam di bawah pimpinan khalifah pertama, Abu Bakr al-Shiddiq. Sebagian dari mereka mengangkat nabi baru sebagai pemimpin untuk kelompok mereka sendiri. Musailamah dan sejumlah nabi palsu lain, seperti Al-Aswad dari Yaman dan Tulaikhah bin Khuwailid dari Bani As’ad, menyatakan menolak membayar zakat, suatu tindakan yang pada masa itu melambangkan pembangkangan terhadap pemerintah pusat di Madinah. Abu Bakar lalu melancarkan ekspedisi militer untuk menumpas gerakan pemurtadan oleh para nabi palsu tersebut, yang menurut dia telah merongrong kedaulatan khalifah dan membahayakan kesatuan umat. Perang Abu Bakar ini dikenal sebagai “perang melawan kemurtadan (hurub al-ridda).”

Begitu seriusnya kepala negara memberantas nabi palsu hingga pasukan yang diturunkan untuk menumpasnya berjumlah 11.000 prajurit karena nabi palsu dan pengikutnya tidak mau bertaubat bahkan melakukan perlawanan. Inilah gambaran negara yang memandang pentingnya akidah umat agar tidak ternodai dengan ajaran-ajaran sesat atas nama Islam.
Wallahu alam bish shawaab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak