Mustahil Menghapus Jejak Khilafah di Nusantara




Oleh Ainul Mizan 

Kemenag resmi melakukan penghapusan konten Khilafah dan Jihad dari materi pendidikan dan materi ujian di madrasah. Penghapusan tersebut dituangkan resmi dalam surat Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI yang ditujukan kepada Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi u.p. Kepala Bidang Pendidikan Madrasah/Pendidikan Islam Seluruh Indonesia dalam surat bernomor B-4339.4/DJ.I/Dt.I.I/PP.00/12/2019 tertanggal 04 Desember 2019. 

Penghapusan konten Khilafah dan jihad ini bertujuan untuk mengedepankan Islam wasathiyah, moderat dan merupakan upaya mencegah radikalisme. Materi Khilafah dan jihad dihapuskan dari mata pelajaran Fiqih. Rencananya materi Khilafah dan Jihad akan dimasukkan ke dalam materi SKI (Sejarah Kebudayaan Islam).

Sesungguhnya tidak bisa dipungkiri bahwa hubungan nusantara dengan Khilafah di timur tengah itu sangat erat. Penduduk Indonesia saat ini yang mayoritasnya muslim tidak bisa dilepaskan dari jasa para dai yang menyebarkan Islam di nusantara. 

Di Pulau Jawa ada yang disebut sebagai wali songo. Di dalam Kitab Kanzul Hum karya Ibnu Bathutah terungkap bahwa para dai tersebut adalah utusan Sultan Muhammad I dari Khilafah Utsmaniyah yang berpusat di Turki. Rombongan I dipimpin oleh Maulana Malik Ibrahim pada tahun 1404 M. Bersama dengan beliau ada Syaikh Subaqir, Maulana Ishaq (ayah Sunan Giri) dan Syaikh Jumadil Kubro. Kedatangan para dai tersebut secara bergelombong dalam 5 rombongan berturut - turut. Termasuk pula Sayyid Ali Rahmatullah (Sunan Ampel) menjadi ketua rombongan dai menyusul rombongan Maulana Malik Ibrahim. Fragmen demikian menunjukkan bahwa keberadaan Khilafah sebagai institusi yang konsen dalam mendakwahkan Islam. Saat ini kita bersyukur telah dan sedang menghirup aroma keberkahan hidup di dalam Islam. Ini semua tidak lepas dari jasa dan peran Sang Kholifah yang mengutus para dai ke nusantara.

Bahkan hasil dari dakwah para dai tersebut berdirilah kekuatan politik Islam berupa Kesultanan. Waktu itu Kesultanan Islam yang berperan dalam perjuangan mengusir para penjajah setelah redup dan hilangnya kerajaan Hindu dan Budha. Pada tahun 1511 M, Dipati Unus dari Kesultanan Demak menyeberang ke Selat Malaka bersama pasukannya guna menyerang Portugis. Berikutnya di dalam menghadapi penjajah Belanda di Aceh, Kesultanan Aceh mendapat bantuan secara khusus dari Khilafah Utsmaniyah. Laksamana Kurtoglu Hizier Reis bersama pasukan Utsmaniy membantu Aceh melawan Belanda. Inilah yang menyebabkan Aceh begitu sulit untuk ditaklukan Belanda. Akhirnya Belanda mengirim Dr Snouck Hourgronye dan Van der Plas untuk menyamar menjadi muslim. Misinya adalah menghancurkan Islam dari dalam. 

Demikianlah jejak Khilafah di nusantara. Khilafah memainkan peran penting di dalam menyebarkan dakwah Islam dan mempertahankan setiap jengkal tanah negeri dari penjajahan. Apakah kedua peran penting ini mampu dilakukan oleh selain Khilafah dan Kesultanan? 

Lantas, terbersit sebuah tanya, tatkala materi Khilafah itu dipindahkan di materi SKI, akankah hanya berlaku sebagai maklumat para siswa? ataukah kedua peran penting dari Khilafah dalam sejarah itu sudah bisa dikover oleh model nation state seperti saat ini?

Justru bentuk nation state ini merupakan bentuk negara yang sangat lemah. Hal ini terlihat dari tidak terjaganya agama dari mayoritas penduduknya yang muslim oleh berbagai upaya penistaan. Di samping itu, ketidak berdayaan negara untuk melepaskan diri dari jeratan bentuk - bentuk penjajahan gaya baru.

Kita bisa belajar banyak akan persatuan dan kekuatan yang timbul dari adanya persatuan itu. Masyarakat Eropa membentuk sebuah wadah kesatuan ekonominya yakni MEE (Masyarakat Ekonomi Eropa). Berbagai kendala ekonomi mampu diatasinya. Begitu pula bersatunya antara Jerman Barat dan Jerman Timur dengan ditandai runtuhnya tembok Berlin. Satu hal penting adalah kesatuan mereka dalam rangka menghimpun semua potensi sumber daya yang dimilikinya untuk mencapai kemajuan bersama.

Oleh karena itu, negeri - negeri Islam juga membutuhkan persatuan. Keterbatasan yang dimilikinya baik dari sisi SDA dan SDM akan terselesaikan dengan persatuan tersebut. Adapun bentuk persatuan negeri - negeri Islam itu adalah dalam wadah Khilafah. Sedangkan gambaran pemerintahannya dan pengaturan kehidupan rakyatnya itu seperti apa dan bagaimana, tentunya lebih tepat dijelaskan di dalam materi Fiqih. 

Sesungguhnya Khilafah itu adalah bagian dari ajaran Islam. Konsekwensinya bab tentang Khilafah sebagai pemerintahan Islam termaktub di dalam nash Islam baik di dalam Al - Qur'an dan Hadits Nabi. Di samping itu, materi Khilafah termaktub di dalam kitab - kitab Fiqih para ulama. Jadi di samping mempelajari sejarahnya, penting juga umat Islam mendapat gambaran yang nyata tentang Khilafah di dalam materi Fiqih. 

Tinggal satu persoalan lagi. Apabila dikuatirkan umat Islam mempunyai keinginan mendirikan Khilafah, tatkala mempelajari konsepnya, ini dipandang semakin menyuburkan paham radikal. Pertanyaannya, mengapa runtuhnya tembok berlin yang menandai bersatunya 2 Jerman tidak dianggap sebagai paham radikal? Begitu pula, bersatunya masyarakat Eropa yang membentuk MEE tidak disebut sebagai paham radikal? Mengapa ambisi China untuk menjadi raksasa ekonomi di kawasan dengan proyek OBORnya tidak dipandang sebagai berpaham radikal?

Sesungguhnya perubahan bentuk negara itu mengikuti aspirasi rakyat. Alasannya, kekuasaan itu ada di tangan rakyat. Apabila rakyat negeri ini sudah apatis dengan penerapan demokrasi dalam penyelenggaraan negara yang hanya menghasilkan budaya korup, dekadensi moral dan kemiskinan, tentunya hal itu tidak mungkin di pungkiri dalam kenyataannya memang demikian. Lantas rakyat menginginkan perubahan ke arah yang lebih baik adalah hal yang manusiawi. Tentunya kemerdekaan pencarian intelektual akan bentuk dan sistem pemerintahan yang pas harus tetap terbuka. Termasuk sistem pemerintahan Khilafah adalah opsi yang terbuka untuk diadopsi sebagai hasil dari kemerdekaan intelektual tersebut. 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak