Topik layanan kesehatan memang menimbulkan sensitivitas berlebih akhir akhir ini. Setelah kenaikannya positif mencapai 100% per Januari 2020 mendatang dan tagar #BPJSRasaRenternir merajai trending topik Twitter, kini prediksi defisitnya yang mencapai 32 triliun berbuntut pada statement statement baru yang tak kalah menyesakkan.
Dilansir oleh detikHealth 28/11, Menteri Kesehatan Terawan menyebut bahwa tekornya BPJS dipicu oleh pemborosan yang luar biasa karena pemberian tindakan yang tidak perlu. Salah satunya dapat terlihat dari klaim operasi sectio caesarea atau sesar yang sangat tinggi pada 2018. Selain itu, biaya pengobatan sakit jantung juga mencapai Rp 10,5 triliun di tahun yang sama.
Dengan kondisi yang demikian, Terawan meminta lembaga tersebut melakukan peninjauan kembali akan pengeluarannya dengan hanya memberikan pelayanan dasar. Ia menyebut dengan kemampuan keuangan yang terbatas, pengeluaran juga mesti dibatasi untuk mencegah defisit yang berulang. Arahan ini didasarkan pada Pasal 19 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 yang mengamanatkan soal pelayanan dasar tersebut.
Bak pungguk merindukan bulan. Mungkin inilah peribahasa yang sekiranya tepat untuk menggambarkan seberapa mustahilnya menggantungkan harapan sejahtera pada rezim sekuler neolib. Dimana khidmat terhadap para kapital selalu lebih diprioritaskan ketimbang bakti pada rakyat yang suaranya pernah begitu didamba saat pemilihan.
Tidak bisa dipungkiri, besarnya dominasi korporasi dalam pengelolaan ekonomi membuat negara di sistem neolib justru bertindak sebagai pedagang produk dan jasa layanan kebutuhan asasi publik termasuk kesehatan. Akibatnya, tak sedikit rakyat yang berpendapatan rendah semakin berat untuk menjangkau layanan tersebut.
Pada kasus ini, dapat dilihat bahwa negara hanya berfokus pada upaya menekan besarnya defisit tanpa menoleh pada bagaimana manajemen korporasi yang dijalankan BPJS yang memberi untung besar pada manajemen dari dana rakyat. Sehingga rakyat lah yang kemudian dijadikan tumbal dengan pelayanan yang tidak bisa maksimal. Belum lagi sistem rujukan berjenjang, pemilihan faskes yang terbatas, kesulitan dalam mengakses berbagai fasilitas seperti kamar yang dibilang telah penuh terisi, antrean panjang, sejumlah obat yang tidak ditanggung adalah hal yang jamak dijumpai para peserta BPJS. Pelayanan pun tidak disamaratakan, namun disandarkan pada opsi premi yang dibayar. Dan akan semakin diistimewakan bagi pihak yang berdaya secara finansial melalui jalur umum. Tak berhenti disitu, jerat jerat denda pun siap mengintai para peserta yang kedapatan telat bayar.
Disinilah, kedzoliman semakin nyata dipertontonkan oleh pihak yang mustinya bertanggung jawab atas terpenuhinya kebutuhan dasar akan kesehatan.
Berbeda 180° dengan konsep neolib, konsep Islam justru menyuguhkan fakta yang tentunya begitu dirindu oleh generasi umat masa kini. Dimana Islam menetapkan bahwa kebutuhan pokok (sandang, pangan, papan) dan kebutuhan dasar (keamanan, pendidikan, kesehatan) adalah hak setiap individu rakyat yang wajib dijamin pemenuhannya oleh negara.
Dalam operasionalnya yang terjamin bebas biaya dan kemudahan akses, negara juga berpegang pada prinsip ke-universal-an dalam pelayanan. Artinya, tidak ada pengkelasan sebagaimana saat ini. Pelayanan pun tidak dibatasi oleh plafon, namun disesuaikan dengan kebutuhan medis pasien.
Menilik pada kemaksimalan jaminan kesehatan ini, tentu menghasilkan korelasi yang erat kaitannya dengan dana yang tidak sedikit. Namun semua itu tidak menjadi problem besar lantaran tata kelola keuangan negara telah disandarkan pada ketentuan syariah. Sehingga tidak akan terjadi carut marut, apalagi bercelah bagi asing atau swasta untuk ikut campur.
Kembali dalam hal pembiayaan, maka hasil kelola harta kekayaan umum (hutan dan tambang) serta harta milik negara (ghanimah, fa'i, kharaj, jizyah, dll) adalah dua pos besar yang dijamin lebih dari cukup untuk memenuhi seluruh hajat hidup rakyat termasuk kesehatan. Dan inilah fakta pelayanan terbaik yang pernah diberikan oleh daulah Islam dan dirindu untuk terwujud kembali dengan tegaknya Khilafah kedua yang menerapkan Islam secara kaffah.
&&&
Maya A / Gresik