Oleh: Nor Aniyah, S.Pd*
Umat Islam di Indonesia terkhusus Kalimantan Selatan Sabtu (9/11/2019) telah memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad Saw. Bertepatan tanggal 12 Rabiul Awal 1941 Hijriah, namun yang berbeda peringatan di Kota Banjarmasin dengan daerah lain, jika biasanya hari kelahiran Nabi Muhammad Saw hanya diisi dengan maulid habsy dan tausiah, masyarakat Banjar khusus mengisinya dengan adat istiadat kebudayaan Banjar yakni “Baayun Maulid” seperti di Kubah Basirih (banjarmasin.tribunnews.com, 09/11/2019).
Lantunan shalawat nabi terdengar menggema di ruangan utama Masjid Sabilal Muhtadin Banjarmasin Kalsel, Kamis (7/11/2019) malam. KH Muhammad Zuhdianoor dalam tausiahnya mengatakan memperingati sama dengan mengingat, sedangkan mengingat sama dengan menceritakan. Maka sebagai umat Nabi Muhammad Saw sangat dianjurkan untuk menceritakan segala kebaikan Baginda Rasulullah Saw. Bahkan tidak hanya di momen Maulid melainkan kapanpun dan dimanapun (banjarmasin.tribunnews.com, 08/11/2019).
Berbagai kegiatan dilakukan untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad Saw di bulan Rabiul Awal ini di Kalsel. Masyarakat menganggap inilah bukti kecintaan mereka kepada nabinya. Namun, cukupkah hanya dengan berbagai peringatan itu kita mewujudkan cinta kepada Nabi Muhammad Saw?
Maulid Nabi Saw adalah momentum peringatan kelahiran Rasulullah Saw. Di majelis-majelis ta'lim, di berbagai masjid, di kampung hingga berbagai kota memperingatinya. Menunjukkan ghiroh umat Islam untuk mencintai Nabinya sangatlah besar. Ini menunjukkan bahwa perasaan kaum Muslimin yang masih menyala dan berkobar dengan keagamaannya, di tengah berbagai terpaaan berbagai isu negatif terhadap Islam dan kaum Muslim saat ini.
Seorang Muslim tentu mencintai Nabi Muhammad Saw. Sebab dalam Islam, cinta kepada Nabi Saw merupakan keharusan. Kecintaan kepada Nabi salah satu pembuktian keimanan seorang Muslim. Cinta kepada Allah SWT dibarengi cinta Rasulullah Saw.
Al-Azhari berkata “Arti cinta seorang hamba kepada Allah dan Rasul-Nya adalah menaati dan mengikuti perintah Allah dan Rasul-Nya.” Sementara itu, Al-Zujaj berkata, “Cinta manusia kepada Allah dan Rasul-Nya adalah menaati keduanya dan Redha terhadap segala perintah Allah dan segala ajaran yang dibawa Rasulullah Saw.”
Cinta seorang hamba kepada Allah dan Rasul-Nya adalah suatu kewajiban. Allah SWT berfirman: “Katakanlah, ‘Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.’ Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.” (TQS. at-Taubah [9]: 24).
Anas bin Malik ra, menuturkan bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Tidak sempurna iman salah seorang dari kalian sampai aku lebih dia cintai daripada anaknya, orang tuanya dan seluruh manusia.” (HR al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Ibnu Majah, an-Nasai, al-Baihaqi, al-Hakim dan Ibnu Hibban).
Cinta Nabi tentu diawali dari cinta kepada Allah SWT yang mengutus para nabi. Dan cinta nabi sejatinya diwujudkan dalam amal perbuatan sehari-hari yang sesuai dengan apa yang diajarkannya. Jadi, cinta nabi seharusnya cinta juga dengan syariatnya. Saatnya umat Islam mewujudkan cinta kepada nabinya dengan menerapkan syariat Islam dalam kehidupannya.
Kaum Muslim mesti mengingat nikmat besar yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw, yaitu risalah Islam. Yang diturunkan oleh Allah SWT untuk mengeluarkan semua manusia dari kegelapan akibat kezaliman menuju terangnya cahaya keadilan Islam. Selain itu, kaum Muslim pun wajib mengingat bahwa Islam bukan hanya agama spiritualitas saja. Islam adalah sistem kehidupan yang sempurna dan paripurna. Yang didalaminya terdapat sistem politik-pemerintahan, sistem ekonomi, sistem sosial dan sistem lainnya yang mengatur semua hal terkait interaksi manusia.
Cinta Nabi berarti juga mencintai syariah dalam kehidupan sehari-hari. Hanya saja umat Islam sekarang belum mengamalkan Islam secara keseluruhan (kaffah). Dalam kehidupan muslim sekarang Islam hanya diterapkan dalam hubungan individu dengan Allah dan hubungan dirinya sendiri, sedangkan hubungan dengan manusia lain belum diterapkan.
Jadi, cinta yang hakiki akan melahirkan ketaatan. Sebaliknya, ketaatan merupakan bukti kecintaan. Cinta Nabi Saw harus pula diikuti sikap yang menunjukkan rasa kecintaan tersebut. Misal, mengaku cinta Nabi Saw berarti yang terdepan dalam membela agama dan Nabi ketika ada yang menghina atau melecehkan. Kaum Muslim wajib membela dan menjaga kehormatan Nabi Muhammad Saw lebih dari siapa pun manusia di dunia ini.
Klaim cinta kepada Nabi Saw bisa dinilai dusta bila ternyata kita lebih menaati selain daripada beliau, petunjuk Nabi Saw diganti petunjuk selainnya, serta hukum-hukum (syariat) yang beliau bawa ditinggalkan dan diganti dengan hukum-hukum yang lain, yang bukan berasal dari-Nya. Mengaku cinta Nabi Saw, berarti taat kepada syariah yang beliau Saw bawa.
Sebagai seorang Muslim yang beriman kepada Allah SWT dengan mengucapkan syahadat mestinya dalam dirinya terwujud tunduk kepada-Nya. Allah SWT menegaskan: “Demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim atas perkara apa saja yang mereka perselisihan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka atas putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (TQS. an-Nisa’ [4]: 65).
Walhasil, menjadikan Nabi Muhammad Saw sebagai hakim sepeninggal beliau adalah dengan menjadikan hukum-hukum syariah yang beliau bawa sebagai hukum untuk memutuskan segala perkara. Karena itu, wajib bagi kita menerapkan syariah secara menyeluruh untuk memutuskan segala persoalan di tengah-tengah kehidupan. Inilah wujud cinta hakiki kita kepada Nabi Saw.[]
*) Pemerhati Masalah Sosial dan Generasi.