Menyorot Problem Pangan Nasional


ilustrasi : google


Fadila
 ( Mahasiswi Ilmu & Teknologi Pangan)

Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog Tri Wahyudi Saleh mengatakan pemusnahan beras dilakukan karena usia penyimpanan beras tersebut sudah melebihi 1 tahun.  Data yang dimilikinya, saat ini cadangan beras di gudang Bulog mencapai 2,3 juta Ton sekitar 100 ribu Ton diantaranya sudah disimpan di atas empat bulan, sementara itu 20 ribu lainnya usia penyimpannanya sudah melebihi 1 tahun. 

Sementara itu, Sesuai Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 38 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Cadangan Beras Pemerintah (CBP), beras yang usia penyimpanannya sudah melampaui batas waktu simpan paling sedikit empat bulan atau berpotensi dan atau mengalami penurunan mutu. Karena itulah, beras harus dibuang atau dimusnahkan. "Semua stok Bulog yang disimpan lebih dari lima bulan itu dapat dibuang, bisa diolah kembali, diubah menjadi tepung dan yang lain, atau turunan beras atau dihibahkan, atau dimusnahkan," kata Tri seperti dikutip dari Antara, Jumat (29/11). 
Meskipun mau dimusnahkan, Tri mengaku pihaknya masih menemukan masalah. Masalah terkait penggantian beras yang dimusnahkan. Bulog berharap Kementerian Pertanian dan Kementerian Keuangan bisa melakukan sinkronisasi aturan agar pemusnahan beras tersebut nantinya tidak menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). "Dari Pemerintah sudah ada (aturannya), di Kemenkeu belum ada anggaran. Ini kami sudah usulkan. Kami sudah jalankan sesuai Permentan, tetapi untuk eksekusi disposal, anggaran tidak ada. Kalau kami musnahkan, gimana penggantiannya," kata Tri.
Peran Bulog adalah menjaga tiga pilar ketahanan pangan melalui persediaan yang cukup, akses dan harga beras yang terjangkau oleh masyarakat dan melakukan stabilisasi harga. Beras bulog yang tadinya digadang-gadang akan menjadi solusi bagi ketahanan pangan Indonesia kini menjadi harapan yang hanya terngiang-ngiang di kepala masyarakat. 
Dengan tiga pilar ketahanan pangan yang digandeng oleh bulog kini menjadikan masyarakat seakan trauma karena berakhir pada kesalahan pengelolaan. Kesalahan pengelolaan menjadi sasaran utama diakhir masalah. Akhirnya, setiap tahun saling menyalahkan tanpa adanya pemikiran solusi yang tepat.
Beras bulog yang seharusnya tersebar merata di seluruh wilayah nusantara kini hanya berakhir di tempat pembuangan sama sekali tak bermanfaat. Di sisi lain cerita miris tentang kematian karena kelaparan justru terjadi di tanah air yang rasa-rasanya mustahil terjadi karena memiliki kekayaan yang berlimpah.
Bagaimana bisa beras yang seharusnya tepat sasaran dan sudah seharusnya tersebar luas di seluruh tanah air hanya berakhir pada pemusnahan karena melewati batas penyimpanan? Bagaimana bisa pemerintah sangat jeli terhadap pemungutan pajak terhadap masyarakat sementara itu perhatian terhadap hak milik masyarakat sendiri mereka justru acuh tak acuh?  Bagaimana bisa pemerintah justru hanya memikirkan pergantian dari beras bulog yang kadaluarsa tersebut saja tidak memikirkan bagaimana kondisi warganya atau mungkin keuangan negara yang semakin hari semakin buruk? 
Dengan demikian, permasalahan yang menjadi perhatian khusus adalah ketelitian kinerja yang harusnya lebih ditingkatkan lagi oleh pemerintah agar tidak kecolongan untuk kedua kalinya terhadap hal yang sangat penting apalagi menyangkut hajat hidup orang banyak seperti masalah beras tadi. 
Rasanya bukan solusi yang efektif jika pemerintah hanya memikirkan bagaimana agar dapat menggantinya saja, namun juga harus fokus kepada pembagian secara merata kepada masyarakat yang membutuhkan. Jangan seperti saat ini, bahwa beras bulog yang dijadikan sebagai salah satu solusi ketahanan pangan justru berton-ton disimpan dan pada akhirnya rusak oleh waktu. Sementara itu angka kemiskinan yang merajalela menambah pengaruh yang cukup nyata atas pemusnahan beras 20 ton tersebut.
Kemudian atas dasar kebebasanlah yang menjadi salah satu faktor yang penyebab salah kelola pangan. Yakni, mereka dengan bebas mengambil aturan buatannya sendiri untuk mengurusi hajat hidup orang banyak. 
Bagaimana tidak? Mereka bebas mengatur segala hal yang ada di masyarakat termasuk pasokan beras bulog tadi. Mereka yang seharusnya turun tangan terhadap kesalahan pengelolaan ini justru hanya diam dan pada akhirnya hanya memikirkan solusi yang menimbulkan masalah kembali.
 Maka dari itu kita harus kembali kepada peraturan yang semuanya bersumber dari Allah swt yang tidak ada bandingannya dari pada peraturan yang dikeluarkan oleh manusia yang fitrahnya terbatas. Dengan kembali berpedoman pada peraturanNya, maka In Syaa Allah bisa tercapai tujuan bersama untuk kemaslahatan umat.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak