Oleh : Rahmatia
Berbicara terkait radikalisme maka perlu diketahui asal mula dari munculnya istilah radikalisme, Secara genealogis, istilah radikalisme ini muncul pasca terjadinya tragedi WTC yang dikemudian hari disinyalir sebagai skenario untuk menyudutkan Islam. Adalah Usama Bin Laden yang dituduh telah menjadi aktor utama tragedi itu. Bahkan kebenaran tuduhan itu hingga kini masih misteri. Dari sinilah kemudian terus berkembang narasi radikalisme dan dikaitkan dengan Islam dan kaum muslimin di seluruh penjuru dunia. Pasca skenario tragedi WTC, maka diikuti oleh berbagai peristiwa pengeboman. Tidak sampai disitu, tiba-tiba muncul segerombolan pejahat yang mengaku sebagai muslim dan menyebut dirinya sebagai ISIS. Tapi sekali lagi, ISIS disebut sebagai bagian dari konspirasi Barat untuk menghancurkan kepercayaan kaum muslim terhadap agamanya sendiri, dan hal ini di anggap paradoks.
Secara politis, ikut menyebarkan narasi radikalisme ini sesungguhnya telah menguntungkan Barat dan merugikan Islam dan kaum muslimin. Islam sebagai tertuduh akan terus diframing sebagai agama bar-bar yang penuh kekejaman. Ujung dari framing radikalisme atas Islam adalah munculnya islamophobia di seluruh dunia. Efek domino dari islamophobia ini sungguh mengerikan. Di berbagai negara, kaum muslimin menjadi sasaran diskriminasi yang telah melampaui nilai-nilai kemanusiaan. Perlakuan diskriminatif kepada kaum muslimin terjadi dari yang paling ringan seperti pelecehan hingga genosida. Inilah tragedi kemanusiaan akibat narasi radikalisme yang dibuat oleh Barat.
Tidak hanya sampai disitu, narasi radikalisme ini hingga sampai kepada pelarangan atribut-atibut keislaman. Jilbab sebagai identitas muslimah yang telah diwajibkan Allah justru dilarang dikenakan di salah satu negara. Ceramah-ceramah agama Islam yang merupakan urusan internal umat seringkali dicurigai, bahkan ada yang dibubarkan. Bahkan kalimat tauhid yang justru merupakan identitas paling fundamental bagi seorang muslim dipersoalkan. Framing radikalisme atas Islam adalah sebuah kejahatan besar dalam peradaban modern ini. Meskipun secara historis, Rasulullah terlebih dahulu mendapat fitnah dan tuduhan dari kaum kafir Quraisy. Sejarah memang akan terus berulang.
Oleh karenanya pemerintahan yang baru saat ini harusnya, janganlah ikut-ikutan membangun rasa ketakutan di negeri ini dengan terus mempropagandakan narasi radikalisme dan terorisme ini. Indonesia adalah negara muslim terbesar di dunia dan bahkan mungkin terkaya di dunia. Seluruh kekayaan di negeri ini merupakan anugerah dari Allah SWT. Yang justru seharusnya dilakukan oleh pemerintah adalah bagaimana membangun SDM bangsa ini berlandaskan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah. Menjadikan bangsa ini sebagai bangsa yang beradab karena keimanan adalah lebih baik dari pada mempersoalkan keimanan seorang muslim. Kegaduhan narasi radikalisme dan terorisme ini tidak akan pernah menjadikan negeri ini baik. Kohesi sosial yang telah lama terbina di negeri ini justru akan karut marut akibat propaganda Barat atas narasi radikalisme dan terorisme ini. Hal ini semestinya disadari oleh bangsa ini. Indonesia adalah negara yang punya potensi strategis untuk menjadi negara adidaya di dunia. Dengan catatan bangsa ini kembali kepada jati diri sebagai negara yang religius, beradab dan bekerja keras.
Sebab Allah telah menjanjikan keberkahan dari langit dan bumi bagi suatu negeri yang bangsanya beriman dan bertaqwa kepadaNya. Sebagaimana perkataan Imam Al Ghazali, agama dan negara adalah seperti saudara kembar yang tidak bisa dipisahkan. Karena itu stop bicara hantu radikalisme, sebab negeri ini masih terlalu banyak masalah yang harus diselesaikan. (Ahmad Sastra,Kota Hujan,27/10/19 : 16.00 WIB).
Bantahan terkait dengan aksi terorisme yang dikaitkn dengan aktivis dakwah dengan syariat dan khilafah juga disampaikan oleh Ustadz Abdul Somad. Beliau menyampaikan bahwa sejak kemunculan kelompok teroris sel ISIS, mungkin tak banyak yang tahu, siapa mereka sebenarnya. Karena, diketahui selama ini mereka selalu membawa panji-panji Islam dalam kejahatannya. ISIS bukan lahir dari Islam, dan bukan masuk dalam golongan orang Islam, mereka sebenarnya secara tak langsung dibentuk oleh Amerika Serikat dan sekutunya. Dan Ustadz Abdul Somad memastikan ISIS sudah keluar dari ahli sunnah, karena tiga sebab penting (www.viva.co.id/berita/8/05/2018).
Pertama, kata Ustaz Somad, petinggi utama ISIS, yaitu Abu Bakr Al Baghdadi, mengangkat dirinya sendiri sebagai pemimpin atau khalifah. Dalam Islam, khalifah tidak mengangkat dirinya sendiri. Abu Bakar tak mengangkat dirinya, sahabat membai’at Abu Bakar. Begitu pun, Ali tak pernah mengangkat dirinya, setelah Usman meninggal, sahabat membai’at Ali. Abu Bakar, menyampaikan “Kalian membai'at aku, siapa yang tak membai'at aku, maka dia kafir”. Dibacakannya hadis, “Barang siapa yang mati, dipundaknya tidak ada bai’at, maka matinya mati jahiliah'.
Kedua, ISIS merupakan kelompok yang menganut keyakinan takfiri. Dan keyakinan itu tidak ada di ahli sunnah. Mereka mengkafirkan semua yang tak sekeyakinan dengan dia, ini yang disebut dengan keyakinan takfiri. Syiah itu takfiri, ISIS juga sama takfiri. Siapa yang tidak ikut kepada ISIS, maka dia kafir dan halal darahnya. Maka keyakinan takfiri itu bukan berasal ahli sunnah.
Yang ketiga, kekejaman yang dilakukan ISIS di dunia ini, didapatkan dari tentara Amerika. Bukan dari Islam. Cara-cara ISIS menyiksa, itu bukan cara-cara Islam, tapi lebih pada yang dilakukan oleh Guantanamo. Orang-orang yang telah dilatih lama oleh tentara Amerika. Ustadz Abdul Somad berpesan agar informasi seputar masalah ISIS, tidak langsung mempercayai yang dinfokan media-media tidak terpercaya. Menurut Ustaz Somad, sangat layak jika orang menyebut ISIS merupakan boneka buatan Amerika dan sekutunya dan bukan dari Islam.
Sampai disini kita telah mengetahui bahwa tuduhan radikalisme dan terorisme tidak patut untuk disematkan kepada islam sebab islam adalah agama yang di ridhoi oleh sang maha pencipta alam semesta ini yakni Allah SWT.