Oleh: Iim muslimah S.Pd (Pendidik, Akrivis BMI Banten)
Tanggal 22 Desember dinobatkan sebagai Hari Ibu. Meskipun terkesan bahwa membahagiakan ibu hanya di hari itu. Padahal kasih ibu itu sepanjang masa, begitupun bakti anak pada seorang ibu harus sepanjang hayat. Namun, setidaknya hari itu mengingatkan kita betapa perihnya perjuangan ibu.
Kita semua tahu ibu adalah sosok yang penuh kasih sayang. Seorang ibu rela mengandung dengan susah yang bertambah-tambah. Ibu rela melahirkan dengan rasa sakit yang menggigit. Seorang ibu akan rela mengorbankan apapun yang ia miliki untuk kebaikan dan kebahagiaan anaknya. Seorang ibu akan mengutamakan keselamatan anaknya daripada nyawanya sendiri.
Namun hari ini banyak kita saksikan, seorang ibu yang kehilangan nurani, kasih sayang yang telah Allah anugerahkan padanya. Ada Ibu yang menggelonggong anaknya sampai kehilangan nyawa, di tasikmalaya misalnya ada seorang ibu yang tega membunuh anak kandungnya. Ada Ibu yang tega memasuakn anaknya ke dalam closet hanya karena tak diharapkan.
Awal desember lalu dikutip dari SerambiNews.com. seorang ibu tanpa rasa iba menyeret anak kandungnya hingga 10-12 meter hanya karena anak merusak tanaman tetangga.
Hilangnya Kebahagiaan Ibu
Rentetan peristiwa tersebut terjadi karena banyak ibu yang kehilangan kebahagiaannya. Rasa bahagia ketika menjadi seorang ibu, rasa bahagia ketika mengurus anak dan suami.
Kebahagiaan itu tidak timbul serta merta. Apalagi di era kapitalis kebahagiaan ibu tidak akan pernah terjamin. Dapat kita bayangkan banyak para ibu dituntut menjadi tulang punggung keluarga karena kondisi ekonomi, disamping itu para ibu harus juga menyelesaikan seabreg pekerjaan rumah tangga.
Ditambah ketidak harmonisan dalam rumah tanggat, seperti tuntutan dan espektasi suami yang terlalu tinggi, tanggung jawab mengurus anak yang tidak dibagi, hingga kurangnya terhadap dukungan emosional, ketidaksetiaan suami yang semakin menambah banyaknya para ibu yang mengalami stres berat. Ketika stres semakin memuncak maka akan hilang kesadaran sehingga mudah melakukan tindakan kriminal termasuk pada darah daging sendiri.
Banyaknya para ibu yang kehilangan kebahagiaan menjadi seorang ibu membuktikan kegagalan negara memberikan jaminan kesejahteraan pada rakyat.
Kehidupan ekonomi yang semakin sulit menjadikan para ibu kehilangan kebahagiaan menjalankan perannya sebagai ibu.
Islam Menjamin kebahagiaan Ibu
Islam memandang perempuan pada posisi yang tepat dan mendudukkannya dengan mulia. Yakni sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. kedudukan seorang ibu lebih tinggi dari ayah.
Ada beberapa hadits tentang ibu dan kewajiban berbakti kepadanya. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radiyallahu'annhu, Rasulullah pernah ditanya oleh salah seorang sahabat tentang kepada siapa saja dia harus berbakti.
Rasulullah pun menyebut nama Ibu sebanyak tiga kali, sementara ayah hanya satu kali. "Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam dan berkata, 'Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?' Nabi shalallaahu 'alaihi wasallam menjawab, 'Ibumu!' Dan orang tersebut kembali bertanya, 'Kemudian siapa lagi?' Nabi shalallaahu 'alaihi wasallam menjawab, 'Ibumu!' Orang tersebut bertanya kembali, 'Kemudian siapa lagi?' Beliau menjawab, 'Ibumu.' Orang tersebut bertanya kembali, 'Kemudian siapa lagi,' Nabi shalallahu 'alaihi wasallam menjawab, 'Kemudian ayahmu. (HR. Al Bukhari).
Islam adalah Agama yang sempurna. Segala masalah Islam memiliki solusi. Termasuk untuk memberikan kesejahteraan kepada para ibu.
Dalam Islam tugas seorang Ibu ialah sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Islam tidak menjadikan ibu sebagai tulang punggung keluarga atau mencari nafkah. Karena yang berkewajiban mencari nafkah ialah suami.
Disini negarapun wajib memberikan pekerjaan kepada para suami agar bisa menafkahi keluarganya. Islam juga mengatur bagaimana negara memberikan jaminan terpenuhinya semua keputuhan primer rakyatnya. Islam menyerahkan tugas ini bukan pada pundak individu atau sebagian orang, apalagi seorang ibu. Islam memberikan solusi untuk mengentas kemiskinan melalui distribusi kekayaan yang dibebankan pada negara untuk mengaturnya. maka jelaslah disini bahwa Islam memuliakan dan mengembalikan kebahagiaan ibu.
Namun ini tidak akan terwujud selama masih dicampakan y syariat Islam. Untuk itu menegakan syariat Islam kembali adalah kewajiban.