Masalah Pangan Nasional Bukti Gagalnya Rezim Neolib




Oleh: Amalidatul Ilmi S.Pd. (Freelance Writer)

Pekan ini publik dikejutkan dengan rencana pembuangan 20 ribu ton beras Bulog yang ‘kadaluarsa’ (membusuk).

Perum Bulog mengakui sebanyak 20 ribu ton berasnya sudah mengalami penurunan kualitas alias rusak sehingga tak layak konsumsi. Beras itu akan 'dibuang' dari gudang-gudang Bulog karena sudah terlalu lama di gudang dan kena bencana seperti banjir dan lain-lain.

Namun, pemerintah memutuskan untuk melelang 20 ribu ton Cadangan Beras Pemerintah (CBP) tersebut. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan menutup selisih antara harga lelang dari pembelian di tingkat petani sebesar Rp8.000 per kg. Presiden Jokowi sudah merespons persoalan ini kepada Dirut Perum Bulog.

"Jadi nanti kan yang harganya Rp8.000 kita jual Rp5.000, berarti yang kekurangannya Rp3.000 itu yang menanggung Menteri Keuangan," kata Dirut Perum Bulog Budi Waseso, seperti dikutip dari Setkab, Kamis (5/12). (cnbcindonesia.com)

Beras tersebut adalah beras untuk program bantuan sosial pada 2017 yang disimpan di sejumlah daerah, namun pemberiannya dibatalkan. Karena program bansos yang sudah direncanakan tersebut berubah jadi BPNT (Bantuan Pangan Non Tunai). 

"Tahun 2017 itu ada program BPNT awal, kita harus menyiapkan Bulog untuk BPNT awal, kita sudah dorong ke wilayah-wilayah. Ternyata dibatalkan BPNT itu, padahal itu barang sudah sampai ke daerah-daerah yang akan menerima BPNT. Jelas ya. Nah, kita enggak bisa tarik balik karena sudah dipaket 5 (lima) kiloan, ya kan," lanjut pria yang biasa disapa Buwas.

Bagaimana meknisme penyalurannya hingga ada beras lama yang tidak terdistribusi ke rakyat?

Harusnya sebelum program berjalan sudah ditentukan dengan matang. Agar tidak berujung pembatalan dan berganti program sebelum terlaksana.

Sementara ini internal Bulog juga menghadapi masalah serius. Karena tidak sejalannya agenda impor kementrian perdagangan dengan target Bulog untuk meningkapan serapan/pembelian dari petani sehingga bisa mengurangi impor.

Problem Kartel pangan juga masih belum bisa diselesaikan. Pada akhirnya berakibat semakin sulitnya rakyat luas menjangkau pangan berkualitas karena harganya yang melambung tinggi.

Semua ini melengkapi bukti bahwa Negara korporasi lebih melindungi kepentingan pebisnis dibanding menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyat. 

Berbeda halnya dengan sistem khilafah. Sistem dengan penerapan syariah islam secara kaffah yang menitik beratkan pengurusan umat. Penjaminan mutu kualitas sandang, pangan, papan tiap individu dijamin. Tak memandang muslim maupun non muslim.

Pengaturan impor ekspor dalam Khilafah masuk perdagangan luar negeri. Perdagangan luar negeri yang dilakukan negara khilafah adalah perdangan antara khilafah dengan negara lain. Baik impor maupun ekspor, dengan Muslim maupun non-Muslim. 

Dalam urusan perdagangan, sepenuhnya diambil alih oleh negara dan ditujukan untuk memperkuat stabilitas politik dalam negeri, dakwah Islam dan perekonomian dalam negeri.

Maka, pintu perdagangan luar negeri tetap melalui kebijakan one gate, yaitu Departemen Luar Negeri.

Khilafah akan mengoptimalkan produksi dan distribusi bahan pangan dalam negeri. Sekaligus memberikan perlindungan pada petani. 

Sudah saatnya umat beralih. Meninggalkan sistem kapitalis sekular menuju sistem Islam Khilafah. Sistem yang tegak atas ideologi Islam. Sistem yang bersumber dari Pencipta kehidupan. Yang akan mewujudkan perlindungan kesejahteraan umat dibawah naungannya.

 Wallahua'lam bishowab []



Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak