Oleh: Hexa Hidayat
BPJS ( Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ) yang di bentuk 1 Januari 2014, kurang lebih 5 tahun silam, awalnya memiliki azas gotong royong, namun saat ini pelaksanaannya hanyalah sebuah wacana belaka. Bagaimana tidak, dengan iuran yang setiap tahunnya semakin naik, mencekik masyarakat. Ditambah lagi pelayanan yang semakin hari semakin terlihat tidak adanya keberpihakan kepada rakyat. Kondisi ini menunjukkan bahwa negara seolah berlepas tangan dalam hal jaminan kesehatan. Bahkan para penguasa juga mengatakan defisitnya anggaran BPJS akibat membengkaknya pengeluaran terhadap pasien yang dilakukan para dokter rumah sakit terhadap layanan operasi caesar.
Hal ini diungkapkan oleh Menteri kesehatan , Terawan Agus Putranto bahwa defisit BPJS kesehatan adalah pembengkakan biaya klaim kepada rumah sakit. Pembengkakan biaya klaim ini diduga disebabkan oleh tindakan dokter kepada pasien yang dilakukan secara berlebihan. Salah satunya adalah layanan persalinan melalui operasi Caesar, karena tidak sesuai ketentuan, imbuhnya ( Tempo. co, 30/11/ 2019 ) .
Disisi lain, pihak rumah sakit pun mengeluh kepada BPJS karena tunggakan yang belum terbayarkan kepada mereka terhadap layanan yang telah mereka berikan kepada pasien peserta BPJS. Menurut anggota Kompartemen Jaminan Sosial Perhimpunan Rumah sakit Seluruh Indonesia (Persi) Odang Muchtar, menyatakan tunggakan klaim BPJS kesehatan kepada seluruh rumah sakit mitra mencapai Rp 6,5 triliyun. (Jakarta, CNN Indonesia, Kamis, 2/11/2019 ).
Angka diatas merupakan angka yang fantastis sekali, bagaimana tidak, akibat dari tunggakan tersebut akan berpengaruh terhadap arus kas keuangan rumah sakit, bahkan para perusahaan pemasok obat menghentikan sementara kiriman obat karena mereka belum membayar tunggakan obat.
Hal diatas merupakan cerminan buruknya pengurusan dalam hal kesehatan terhadap masyarakat. Pemerintah hanya memikirkan kelangsungan hidup suatu badan usaha ketimbang nasib rakyat yang benar-benar membutuhkan kesehatan.Tidak heran apabila selama keberlangsungan BPJS tidak adanya pelayanan kesehatan yang signifikan yang mampu dihadirkan kepada rakyat, tapi malah makin mempersulit rakyat untuk memperoleh hak mereka dalam hal kesehatan khususnya. Penguasa hanya bertindak sebagai regulasi berbasis kepentingan bisnis belaka.
Lagi-lagi rakyat sebagai korbannya. Semua ini terjadi karena pemerintah memakai sistem kapitalisme dalam mengurus urusan rakyatnya. Semua yang seharusnya menjadi hak rakyat menjadi suatu yang berbayar, yang dianggap bisa menambah keuntungan bagi pihak korporasi yang bekerjasama dengan pemerintah.
Sejak awal BPJS ini merupakan suatu kesalahan dalam pengolahan negara terhadap kesehatan. Peserta BPJS dipaksa untuk membayar iuran apabila ingin memperoleh kesehatan, hal ini sama dengan asuransi dimana kita diwajibkan membayar sejumlah premi, sehingga dapat diklaim kalo terjadi kasus, dan bila tidak ada kasus maka premi yang sudah dibayarkan tidak akan pernah dikembalikan. Artinya, pemerintah memang sengaja mengadopsi sistem berbasis keuntungan didalam pengelolaan negara dalam hal ini kesehatan. Padahal sejatinya, peranan negara dalam Islam tidak hanya sebagai regulator terhadap rakyat tapi juga harus mampu memberikan pelayanan terbaik kepada rakyatnya. Karenamenjamin pelayanan kesehatan rakyat adalah kewajiban negara, bukan kewajiban pribadi, kelompok atau golongan bahkan korporasi.
Negara harus mampu mengurusi semua kebutuhan rakyatnya, bukan hanya masalah kesehatan, tapi sandang, pangan, papan, pendidikan, keamanan juga hal yang harus diperhatikan serius oleh negara. karena rakyat merupakan SDM, salah satu aset yang penting bagi negara untuk melihat kinerja baik buruknya negara dalam mengelola sistem pemerintahan. Dalam hal ini, pemerintah harus menghadirkan tenaga-tenaga yang expert dibidangnya, dan tentu saja harus memahami hukum-hukum Islam supaya kita tidak terjebak dengan aturan-aturan neoliberalisasi sebagai sistem kapitalistik yang terbukti hanya mementingkan kepentingan para pemilik modal ketimbang rakyat.
Sistem Islam lah yang bisa menjadi solusi komprehensif karena menghadirkan pemecahan masalah sampai kepada akarnya, karena Islam mengakui segala perbuatan di muka bumi ini baik kecil apalagi besar akan mendapatkan hisab. Baik rakyat maupun penguasa tidak luput dari hisab tersebut.
Wa’allahualam bish shawabi.