Oleh: Suliati
#TangkapEnggar ramai di Twitter sejak Senin (2/12) malam. Taggar yang tidak biasa dipicu dari kebijakan menteri yang tak pro rakyat. Bagaimana tidak kondisi rakyat saat ini sekarat dalam memenuhi kebutuhan. Bahkan masih banyak yang tidak mampu untuk memenuhi meski hanya untuk makan. Di sisi lain, pemerintah akan melakukan pemusnahan sebanyak 20.000 ton beras, yang disinyalir telah mengalami pembusukan. Miris ditengah kondisi rakyat yang kelaparan. Sakit hati rakyat di tengah harga-harga kebutuhan pokok yang melambung tinggi. Kebijakan pemerintah sudah kritis dari rasionalitas.
Banyak pihak yang mengaitkan semua ini sebab dari kebijakan Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang dipimpin oleh Enggartiasto Lukita yang menerbitkan izin impor beras di tahun 2018 lalu. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia melakukan impor beras sebanyak 2,25 juta ton sepanjang tahun 2018 dengan nilai US$ 1,03 miliar.
Meski anggapan itu ditampik oleh Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog, Tri Wahyudi menegaskan bahwa kebijakan impor beras tahun lalu tak menjadi penyebab 20.000 ton beras turun mutu.
Menurutnya, impor tersebut justru memperkuat stok cadangan beras pemerintah (CBP).
Namun, pernyataan ini tidaklah memberikan fakta positif apapun terkait kuatnya stok cadangan beras. Apalah artinya banyak stok jika harga beras tetap tinggi dan rakyat tetap kelaparan dan menderita. Ini adalah wujud ketidakpahaman pemerintah sebagai pengelola dan pemenuhan kebutuhan rakyatnya.
Maka, beginilah mirisnya kehidupan dalam sistem kapitalis-sekuler. Keadilan dan kesejahteraan disitem ini hanyalah utopis belaka. Kesejahteraan itu hanya hak milik para kapitalis. Namun tidak untuk rakyat. Sebab, sistem yang rusak dan cacat sebaik apapun ia dipelihara tetap akan melahirkan kerusakan dan kedzoliman belaka. Itulah fakta yang telah terjadi selama ini.
Maka jika, kehidupan hari ini disandingkan dengan Islam akan berbalik 180°. Sebab, semua aturan sangatlah bertentangan dalam sistem Islam yang memuliakan. Aturan Islam ialah kehidupan yang shahih, karena berasal dari Sang Pencipta alam semesta. Penerapannya sempurna melahirkan kehidupan yang bukan hanya adil dan sejahtera bagi manusia namun menjadi rahmatan lil'alamin, Rahmat bagi seluruh alam.
Dalam bidang panga dan Ekonomi, Islam sangat memperhatikan terealisasinya distribusi. Kebutuhan pangan dan stok cadangan makanan sangat dijamin oleh Negara. Untuk 8 Asnaf dijamin pemenuhannya. Dan untuk rakyat dijamin distribusi dengan harga yang terjangkau.
Sebagimana yang telah dicontohkan oleh para Khalifah. Dimasa Abu Bakar as Shiddiq, jika datang kepadanya harta dari wilayah-wilayah kekuasaan Khilafah Islam yang dipimpinnya kala itu, Abu Bakar segera membawanya ke Masjid Nabawi dan membagikannya kepada orang-orang yang berhak. Dalam urusan itu, ia dibantu Abu Ubaidah bin Jarrah.
Pada tahun kedua kekhilafahannya (12 H/633 M), Abu Bakar merintis embrio Baitul Mal dalam arti yang lebih luas. Bukan lagi sekadar pihak pengelola harta umat, Baitul Mal juga berarti tempat penyimpanan harta negara.
Kemudian berlanjut kepada kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab. Yang melakukan pengumpulan para bendaharawan untuk membuka Baitul Mal yang terdapat di dalam rumah Abu Bakar. Di sana Umar hanya menemukan satu dinar yang terjatuh dari kantung penyimpanan harta negara. Sebagai bukti bahwa semua kekayaan di Baitul mal telah terdistribusikan.
Selanjutnya, seiring banyak penaklukan (futuhat) dan semakin banyaklah harta yang mengalir ke Kota Madinah. Umar lalu membangun sebuah rumah khusus untuk menyimpan harta. Ia juga membentuk sejumlah diwan (kantor)-nya, mengangkat para penulisnya, menetapkan gaji dari harta Baitul Mal, serta membangun angkatan perang.
Umar adalah khalifah Islam kedua yang membangun pondasi sistem ekonomi Islam. Umar mengambil sunah Rasul dan prinsip Qurani dan mempersatukan keduanya ke dalam sebuah program ekonomi yang berhasil. Pada masa kepemimpinan Umar, kesetaraan dapat dirasakan oleh setiap orang, termasuk dirinya sendiri. Sang Khalifah memilih kehidupan sederhana yang tidak membedakannya dari masyarakat umum. Di saat yang sama, ia memperjuangkan keadilan, termasuk di bidang ekonomi melalui pengelolaan Baitul Mal. Pengelolaan ini sampai menyentuh pada pemberian upah kepada orang yang tidak mampu berkerja seperti cacat, lemah karena tua atau sakit serta pemeliharaan pada bayi-bayi yang terlantar.
Wallahu alam Bisshawab