Kartu Pra Kerja, Realita Tak Secerah Ekspektasi



       Oleh : Miftahhurahmah, S.Pd

Ada  hal yang menarik perhatian masyarakat baru-baru ini, yakni tentang sertifikasi nikah dan kartu pra kerja. Keduanya saling berkaitan, siapa yang tidak  tergiur dengan jenis kartu sakti ini, bayangkan saja saldo dalam kartu itu berisi uang bahkan sampai 7,6 juta. Namun sebelum terlanjur senang, ada baiknya kita cari tahu kebenaran info ini agar tidak kecewa dikemudian hari.
Beberapa media memberitakan bahwa Kartu yang dicetak secara digital itu nantinya berisi saldo sekitar Rp 3,650 juta sampai Rp 7,650 juta. Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan ( Kemenko-PMK), Muhadjir Effendy mengatakan, kartu Pra Kerja dibagikan kepada para pengantin baru yang masuk kategori miskin. Pemberian Kartu Pra Kerja kepada para pengantin baru ini masuk kedalam program sertifikasi nikah.

Setelah calon pengantin menyelesaikan bimbingan nikah selama tiga bulan, mereka yang tidak mempunyai sumber penghasilan diperkenankan mengikuti pelatihan lanjutan alias pra kerja.  Uang (yang ada di dalam kartu) itu digunakan untuk membiayai program pelatihan yang diambil oleh para pencari kerja atau yang terkena PHK dan ingin mendapatkan pekerjaan baru,” katanya (Tribunnews.com, 30/11/19).

Dari sini jelas lah bahwa kartu pra kerja itu tidak diberikan sembarangan kepada para pengangguran, akan tetapi diberikan kepada pasangan pengantin yang sudah mengikuti bimbingan nikah dan terkategori miskin saja. Dan yang paling mengecewakan adalah uang yang ada dalam saldo kartu tersebut dipakai untuk biaya program pelatihan keterampilan kerja alias bukan untuk modal usaha atau uang saku biaya hidup. Karena Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan juga mengatakan bahwa selain pelatihan pra kerja, pengantin baru yang memilih membuka usaha sendiri ketimbang bekerja juga dimudahkan untuk memperoleh kredit usaha rakyat (KUR) (Tribunnews.com/30/11/19). Ini jelas mempertegas bahwa uang saldo itu bukan untuk modal usaha.

Ada satu pertanyaan lain yang harus kita kritisi lagi, jika calon pengantin sudah ikut pelatihan keterampilan kerja, apakah secara otomatis mereka bisa mendapatkan pekerjaan? ataukah tetap harus berjuang untuk melamar pekerjaan dengan syarat-syarat yang ditentukan ditempat kerja? padahal sudah menjadi rahasia umum kondisi saat ini, betapa sulitnya masyarakat mendapatkan pekerjaan yang layak. Mereka harus antri panjang untuk mengikuti tes dan wawancara, ini tidak hanya dialami oleh para pencari kerja lulusan SMA/SMK saja bahkan lulusan sarjana saja yang susah payah menjalani masa perkuliahan dengan seabrek biaya juga mengalami kesulitan yang sama dalam hal mencari kerja.

Kondisi ini mestinya yang menjadi acuan pemerintah jika memang berniat membantu masyarakat untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak baik yang mau menikah ataupun yang sudah beranak pinak, bukan malah cuma memberi angin segar berupa kartu pra kerja yang ternyata jauh panggang dari api, realita tak secerah ekspektasi. Berharap dengan adanya kartu setidaknya ada modal untuk biaya hidup hari pertama pernikahan, atau  untuk modal usaha, ternyata diperuntukkan sebagai biaya program pelatihan.

Pemerintah mestinya menyediakan lapangan kerja seluas-luasnya untuk masyarakat di semua elemen, dan di semua jenjang pendidikan sehingga mudah bagi masyarakat mendapatkan kehidupan yang layak dan keluarga bisa makan enak ketika kepala keluarga mendapatkan kerja, bukan malah memberikan kesempatan kerja bagi tenaga kerja asing dengan gaji yang fantastis pula. Ini pemerintah untuk rakyat pribumi ataukah pemerintah untuk rakyat asing? Sehingga tanpa perlu adanya kartu pra kerja, asal pemerintah serius memberikan lapangan pekerjaan bagi warganya itu sudah lebih dari cukup.

Islam sangat memperhatikan kesejahteraan rakyatnya, termasuk yang tidak mampu  mendapatkan pekerjaan. Islam sangat peduli dengan lapangan pekerjaan bagi rakyatnya khususnya bagi kaum laki-laki yang menjadi tulang punggung rumah tangga, karena kewajiban nafkahnya. Jika rakyat tidak bisa menggarap lahannya karena kurang modal, maka dalam Islam mereka akan di beri modal cuma-cuma alias tanpa bunga yang memberatkan, bukan seperti sekarang diberi modal tapi dalam bentuk kredit yang berbunga. Jika rakyat tak punya keterampilan sehingga susah mencari pekerjaan, maka Islam akan memfasilitasi dengan mengadakan pelatihan-pelatihan gratis tanpa ada kompensasi apapun.Jika rakyat punya tenaga dan keterampilan tapi tak punya lahan untuk diusahakan, maka dalam Islam negara wajib memberikan secara gratis lahan itu untuk usahanya, baik untuk bertani ataupun berkebun. Bukan malah menyusahkan dengan harga pupuk meroket, pinjaman koperasi berbunga dan ujungnya hasil panen bersaing dengan barang impor yang murah meriah. Jika rakyat tak mampu bekerja lantaran cacat padahal dia satu-satunya tulang punggung keluarga, maka pemerintah dalam Islam akan memberikan bantuan segala kebutuhan mereka lewat dana baitul maal.


Demikian sedikit gambaran bagaimana jika Islam diterapkan dalam kehidupan, maka akan tercipta kesejahteraan bagi rakyat nya baik muslim ataupun nonmuslim.
Wallahua'lam alam Bish Shawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak