Oleh: Syfl (Pelajar SMA)
Menurut MayangkaraNews (20/11/2019), Dinas Pendidikan Kabupaten Blitar menargetkan tahun ini pengembalian seribu anak ke sekolah bisa tercapai. Dalam Gerakan Kembali Sekolah ini ditargetkan tahun 2019 ini ada pengembalian seribu anak ke sekolah.
500 anak ke SLTP atau paket B & 500 anak ke SLTA atau paket C. Wakil Bupati Blitar, Marhaenis Urip Widodo mengatakan pemerintah memiliki Pekerjaan Rumah (PR) untuk pendidikan anak bangsa. Jika sebelumnya sebagian anak tidak melanjutkan sekolah karena faktor ekonomi orang tua, maka pemerintah melalui Dinas Pendidikan harus hadir untuk memberikan motivasi agar kembali ke sekolah.
Kepala Dinas Pendidikan Daerah Kabupaten Blitar, Budi Kusumarjaka mengakui masih banyak anak-anak di Blitar yang putus sekolah. Dengan gerakan kembali sekolah di tahun 2019 ini ditargetkan dapat mengembalikan seribu anak kembali ke sekolah.
Saat ini, faktor terbesar anak tidak bersekolah adalah faktor ekonomi. Ekonomi dan pendidikan saling berkaitan erat. Saat ini, biaya pendidikan yang semakin mahal dan sedikitnya peluang pekerjaan menjadi faktor penghambat pendidikan.
Para orang tua bingung bagaimana cara menyekolahkan anak mereka, karena penghasilan yang minimum namun pengeluaran yang terus bertambah. Penghasilan dengan pengeluaran tidak sepadan.
Mahalnya biaya pendidikan terbentur dengan mahalnya biaya kebutuhan. Sehingga membuat para anak memutuskan untuk tidak melanjutkan sekolah mereka. Mereka takut tidak bisa membayar biaya sekolah.
Hal ini disebabkan karena negara yang menerapkan sistem kapitalisme. Biaya mahal adalah fenomena ketimpangan klasik yang bertaburan di masyarakat kita. Ketimpangan ini terus terpelihara selama urusan pendidikan tidak sepenuhnya dihandle negara. Sebagian warga dengan financial “aman” akan merasa biasa saja dengan beban biaya yang mahal.
Mereka tidak mempermasalahkan urusan biaya asalkan kualitasnya sepadan. Sementara bagi yang financial pas pasan, tentu saja biaya pendidikan mahal itu memberatkan. Jika dibiarkan berlarut, hak rakyat untuk mendapatkan layanan pendidikan akan tidak merata.
Padahal, pendidikan merupakan tanggung jawab negara. Negara sudah seharusnya memberikan pelayanan yang baik untuk rakyatnya.
Pendidikan adalah tombak untuk masa depan yang lebih baik. Namun, semua itu tidak dapat berjalan dengan baik tanpa campur tangan negara.
Jika negara abai, akan memadamkan semangat para pemuda untuk terus berkarya. Apa yang terjadi jika nanti para pemuda menjadi abai juga dengan masa depan negara?
Maka sudah seharusnya kita bersama-sama menerapkan syariat Islam di tengah-tengah kehidupan.
Di dalam Islam, pendidikan merupakan tanggungjawab negara. Yang termasuk dalam hak dasar rakyat, sehingga pemenuhannya harus dijamin Sehingga dapat mewujudkan pendidikan yang murah bahkan gratis alias cuma-cuma kepada seluruh warga negaranya.
Karena itu, pendidikan gratis dan bermutu dalam sistem Khilafah bukanlah isapan jempol. Dari mana biaya pendidikan bisa gratis? Islam memandang bahwa jaminan atas pemenuhan kebutuhan dasar bagi seluruh rakyat seperti pendidikan, keamanan dan kesehatan, berada di tangan negara. Ketentuan ini didasarkan pada sabda Nabi SAW: “Imam itu adalah pemimpin dan ia akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya”. (HR al-Bukhari).
Atas dasar itu, negara harus menjamin setiap warga negara dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya dengan mudah.
Pendidikan akan dibiayai oleh negara, karena negara memiliki sumber pendapatan dari sumber daya alam yang melimpah.
Di dalam Islam pun terdapat lapangan pekerjaan yang melimpah, sehingga para orang tua dapat memenuhi kebutuhan keluarganya, mereka dapat menyekolahkan anak setinggi-tingginya.