Oleh: Andriyani
(Mahasiswi UHO)
Bidikan radikalisme kembali menyasar Islam. Isu radikalisme bergulir menjadi terror pada masyarakat. Seolah-olah Islamlah yang menjadi biang kerok segala keresahan yang terjadi belakangan ini. Kali ini bukan lagi masyarakat biasa yang ditakut-takuti dengan isu radikalisme ini, tetapi kalangan ASN (aparatur sipil negara) yang akan menjadi korban ketakutan rezim, sebagaimana yang diungkapkanMenteri Agama Fachrul Razi, beliau mengatakan untuk tidak terpengaruh dengan paham radikal yang mengangkat ayat-ayat yang dapat menimbulkan perpecahan. Bahkan beliu menambahkan akan pihaknya akan berkomitmen membuat 11 poin untuk mengatur kedisiplinan ASN dan deradikalisasi, serta ASN yang dinilai bertentangan dengan pancasila (dilansir www.rri.co.id 17/11/19).
Dilain pihak Direktur Eksekutif Setara Institute, Ismail Hasani menyepakati Menteri Agama perombakan 155 judul buku pelajaran agama yang berbau kekerasan, salah satu contohnya penghapusan konten berbau khilafah. Dirinya menambahkan bahwa materi yang disajikan pada kurikulum pelajaran agama dinilai tidak mengajarkan intoleran pada pengakuan enam agama di Nusantara. Bahkan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kamaruddin Ami, mengatakan buku yang dirombak harus dijelaskan bahwa khilafah ada dalam sejarah namun, tidak serta merta harus diterapkan di Indonesia saat ini (dilansir www.tempo.com 15/11/19).
Rezim Phobia Ajaran Islam
Sangat disayangkan negeri mayoritas Muslim namun, segala pelecehan pada ajaran Islam terus berdatangan silih berganti. Pelajaran agama Islam yang mengajarkan tentang penerapan Islam akan dirombak karena dianggap menjadian caman untuk anak-anak generasi penerus bangsa. Padahal pada pelajaran tersebut khusus yang membahas tentang Khilafah mengajarkan bagaimana penerapan Islam secara totalitas dalam tatanan kehidupan berbagsa dan bernegara, malah justru dirombak dan dihapuskan karena dianggap tidak relevan jika diterapkan di Indonesia saat ini.
Hal ini menjadikan ajaran Islam terus dikebiri dan dijauhkan dari penerapannya, yang semestinya adalah kewajiban untuk diterapkan. Hal ini menjadi bukti bahwa rezim saat ini berusaha menjauhkan generasi umat Muslim dari ajaran Islam totalitas (kaffah) dengan memisahkan agama dari tatanan kehidupan (sekuler). Ajaran Islam hanya dijadikan sebagai pengetahuan saja, dan tidak mesti diterapkan di era saat ini. Akibatnya sebagian ajaran Islam tidak diketahui oleh anak-anak generasi Muslim saat ini, bahkan sangat jauh dari nilai Islam yang semakin hari semakin tampak serangan budaya kufur yang terus menghantui pola kehidupan generasi Muslim. Dampaknya berakhir pada krisis multidimensi kehidupan.
Sungguh sangat miris jika isu radikalisme menjadi senjata untuk melumpuhkan ajaran Islam, yang harus diketahui dan dipelajari di sekolah-sekolah sebagai ruh (kesadaran akan dia dan Allah) untuk membina dan mencetak generasi penerus bangsa yang akan menjadi garda terdepan. Jika pondasi agama yang dijadikan pola perilaku dan berpikir anak bangsa harus dimusnahkan, mau dibawa kemana bangsa dan negara ini. Padahal pendidikan karakter selalu diupayakan namun tak ada hasilnya. Hal ini mengambarkan bagaimana ketakutan Islam kaffah, sehingga mencari celah untuk menurunkan kepercayaan umat Islam dengan menyuarakan isu radikalisme pada masyarakat luas dan menerapkan kurikulum pendidikan anti terhadap ajaran Islam, salah satunya ide Khilafah yang mereka sebut sebagai ajaran kekerasan dan anti panasila, yang fakta sebenarnya belum dibuktikan.
Islam Ajaran yang Mulia
Islam adalah agama terakhir yang diturunkan Allah SWT. Islam sebagai agama penutup sekaligus penyempurna agama-agama sebelumnya, Islam bukan hanya sekedar agama tetapi juga sebagai ideologi yang mengatur tatanan kehidupan. Islam mengatur manusia dan juga sesamanya (sanksi dan muamalah). Termasuk masalahpendidikan, Islam menetapkan bahwa pelajaran agama menjadi pelajaran wajib dalam kurikulum yang visinya bukan hanya menciptakan generasi yang cerdas namun, menjadi para cendekiawan sejati yang intelek dalam sains dan teknologi serta cerdas dalam menyelesaikan masalah umat sesuai perspektif Islam. inilah arah ajaran pendidikan dalam Islam.
Maka sangat disayangkan jika ada yang mengatakan bahwa Islam agama yang tidak relevan jika diterapkan di Indonesia, padahal kegemilangan Islam tidak mungkin dirasakan tanpa campur tangan khalifah yang mengutus para wali untuk mendakwahkan Islam di Nusantara, salah satu contohnya MaulanaMalik Ibrahim dari daratan Pelestina.
Bukan hanya itu kemuliaan Islam tidak mungkin dirasakan umat Muslim jika hanya dijadikan pengetahuan tanpa diterapkan dalam tatanan kehidupan. Padahal Rasulullah SAW. Bersabda:
Telah akutinggalkanditengah kalian duaperkara yang kalian tidak akan tersesat selama kalian berpegang teguh dengan keduanya; Kitabullah dan sunnah Nabi-Nya (HR. Malik, Al-Muwaththa, no 1594).
Hadis ini menjadi bukti bagaimana ajaran Islam tidak bisa dipisahkan bahakan dihapus dalam tatanan pola kehidupan umat Muslim, hal ini akan menjadikannya tersesat jauh bahkan sejauh-jauhnya. Maka dari itu kemuliaan ajaran Islam akan dirasakan seluruh manusia baik Muslim maupun nonMuslim jika diterapkan dalam institusi negara, bahkan sangat toleransi pada umat muslim sebagaimana pernah diterapkan dahulu di Andalusia (sekarang Spanyol) yang dijuluki sebagai “negeritiga agama” (Islam, Nasrani, Yahudi) hidup secara berdampingan akibat penerapan Islam yang mulia.
Walahu a’alam bishawab