Oleh: Miftahhurahmah, S.Pd
Tak terasa kita sudah berada dipenghujung tahun, pergantian tahun sudah diujung pelupuk mata, orang-orang akan gegap gempita merayakannya, berbagai event dan seremonial akan diadakan, mulai dari pesta perayaan, festival, bazar, expo sampai malam puncak, pesta kembang api dilakukan. Namun ada satu hal yang kadang terlewatkan oleh kita, yakni bagaimana refleksi akhir tahun dalam rangka evaluasi diri baik dalam tatanan keluarga, masyarakat bahkan negara tidak menjadi prioritas untuk direnungkan.
Satu hal yang harus kita sadari bersama, meski tahun berganti namun persoalan yang melingkupi masyarakat tak kunjung pergi bahkan justru semakin bertambah parah kondisi negeri ini. Betapa tidak, kenyataan itu tak bisa ditutup dari penglihatan, pendengaran bahkan bisa jadi kita sendiri yang merasakan langsung persoalan itu. Berbagai lini kehidupan tak luput menjadi sasaran, coba kita lihat dengan seksama, apa yang terjadi dalam bidang kesehatan? Polemik BPJS tak kunjung usai bahkan semakin menjadi-jadi lantaran iurannya akan naik ditahun 2020 sebagaimana yang dilansir oleh media bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi menaikkan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebesar 100 persen pada Kamis (24/10/2019). Kenaikan iuran itu berlaku bagi Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan peserta bukan pekerja (kompas.com/30/10/19).
Kesehatan yang menjadi kebutuhan penting masyarakat justru membuat rakyat semakin kewalahan menghadapi bayaran perbulan per kepala keluarga, bahkan tak sedikit perlakuan berbeda kian dirasakan oleh pasien BPJS ketimbang pasien umum lainnya.
Kasus stunting menambah fakta baru bagaimana lemahnya pengurusan pemerintah terhadap rakyat, Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (riskesdas) 2018, jumlah anak stunting di Indonesia mencapai 30,8 persen dari total jumlah anak. Angka itu sebenarnya memang sudah turun dibandingkan Riskesdas 2013, yakni sebesar 37,2 persen. Namun angka itu jelas masih tinggi. WHO menetapkan prevalensi stunting seharusnya kurang dari 20 persen (kumparan/25/1/19)
Persoalan lain yang tak kalah penting adalah dalam ranah pendidikan, moment penerimaan siswa baru di warnai dengan ricuhnya persoalan zonasi sebagaimana pemberitaan Sejumlah warga Depok, Jawa Barat mengeluhkan sistem zonasi pada pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019. Mereka menilai sistem zonasi ini tidak efesien dan tidak adil (kompas.com/19/06/19).
Persoalan pendidikan tak berakhir sampai disini, kurikulum yang senantiasa berubah-ubah membuat guru dan siswa harus mengikuti penyesuaian dalam waktu singkat, banyaknya tuntutan terhadap guru dengan dalih sertifikasi dan berbagai pelatihan yang harus dilewati mereka cukup membuat mereka kehabisan energi untuk mendidik siswanya. Ditambah fakta berbagai tingkah polah siswa yang sudah diluar batas kewajaran seperti tawuran, berani melawan bahkan memukul guru, merokok, narkoba, sampai free sex menambah deretan persoalan dalam bidang pendidikan.
Bagaimana dengan pelayanan umum terhadap rakyat dalam hal pemenuhan kebutuhan sehari-hari? Sudah menjadi rahasia umum, bahwa setiap moment tertentu seperti bulan Ramadhan, hari besar keagamaan selalu di sertai dengan kenaikan harga sembako, bukannya membuat masyarakat khusyu dalam menjalankan aktivitas keagamaan, malah membuat rakyat resah karena harga makanan terus melambung tinggi, krisis air bersih ikut andil menambah deretan persoalan masyarakat terutama jika musim panas seperti sekarang dimana sungai dan beberapa mata air mulai mengering. Di Gresik, Jawa Timur, ratusan warga di 59 desa turut mengalami kesulitan air bersih. Warga harus mengeluarkan uang lebih untuk membeli air dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) wilayah setempat (CNN.Indonesia/15/08/2019)
Masalah Karhutla berefek kehancuran lingkungan hingga wabah penyakit massal yang menimpa rakyat dari Sumatra hingga Papua juga turut menambah deretan fakta lemahnya pengurusan pemerintah terhadap rakyat ini.
Masih banyak lagi persoalan di negeri ini yang dirasakan oleh rakyat ini, fakta buruknya perlakuan pemerintah dengan berbagai pernyataan mereka dan kebijakan mereka tak terelakan mata kita, lalu masihkah kita berharap pada sistem yang ada? Sistem kapitalis yang meniscayakan materiil menjadi tujuan hidup, saat kampanye pemilihan penguasa, mereka jor-joran minta suara kita. Namun setelah mereka berkuasa lupa segalanya, lupa dengan janji mereka, lupa dengan tugas mereka sebagai wakil rakyat, lupa dengan amanah yang mereka pikul dari rakyat.
Saatnya berpindah sistem, karena jika cuma ganti rezim selama standarnya adalah sama yakni materi semata maka akan tetap sama, apalagi sistem ini adalah buatan manusia, dengan segala keterbatasannya, dengan dilingkupi hawa nafsunya, tentunya tak akan bisa mengatasi persoalan bangsa. Hanya Islam yang mampu mengatasi semuanya, sistem yang memanusiakan manusia, baik muslim ataupun nonmuslim akan sejahtera. Islam merupakan hukum yang bersumber dari Sang Pencipta tentu tiada cela, karena Allah yg Maha Tahu tentang diri kita.
Wallahu a'lam bishshawab