Oleh : Irayanti
(Pemerhati Sosial Politik)
Secara nasional, pengidap HIV di negeri +62 dilaporkan berjumlah 349.882 jiwa dan AIDS sebanyak 117.064 jiwa. HIV/AIDS merambat perlahan-lahan pula di Sulawesi Tenggara. Disandur dari inikataSultra.com (08/12/2019), sebaran kasus HIV/AIDS ada di 17 daerah se-sultra, Kendari salah satu kota terbanyak pengidap HIV/AIDS. Astaghfirullah, penyakit menjijikkan itu harus ada pula di kota bertakwa.
Meningkatnya HIV/AIDS di Sultra
Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Sulawesi Tenggara mencatat kasus HIV/AIDS di Sultra selama periode 2019 mengalami peningkatan. Dari data Dinkes hingga Desember 2019, tercatat ada sekitar 400an kasus HIV/AIDS di Sultra. Hal ini sebagaimana disampaikan Plt Kadis Kesehatan Sultra, Andi Hasnah saat peringatan Hari Kesehatan Nasional (Harkinas) 2019 dan Hari HIV/AIDS Internasional pada tanggal 1 Desember lalu.
Persebaran HIV/AIDS di Sultra terbanyak ditemukan di kota Kendari. Pada periode Januari-Juli 2019 terdapat 24 orang pengidap HIV/AIDS di kota Kendari yang didominasi oleh homo seksual. Namun, sampai September terjadi peningkatan menjadi 38 kasus dengan rincian 29 kasus HIV dan 9 kasus AIDS Artinya kurang lebih 1 bulan bertambah 14 orang dari bulan juli sebelumnya. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Sultra sejak 2004 hingga September 2019 ini sudah ada 1.553 kasus dan peningkatannya semakin nyata pada tahun 2019. Naudzubillah.
Budaya seks bebas, penggunaan jarum suntik bekas, seperti penggunaan narkoba dan zat adiktif lainnya serta perilaku menyimpang Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LBGT) menjadi pula penyebab utama adanya penyakit mematikan ini. Bukankah ini akan semakin meningkat jika tidak dicegah dan dituntaskan?
HIV/AIDS dan Sekulerisme-Liberalisme
HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah virus yang merusak kekebalan tubuh dengan menginfeksi dan menghancurkan sel CD4. Semakin banyak sel CD4 yang dihancurkan, kekebalan tubuh akan semakin lemah, sehingga rentan diserang berbagai penyakit. Sekumpulan gejala dan infeksi (sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat virus HIV itulah yang dinamakan AIDS atau Acquired Immune Deficiency Syndrome.
Adanya HIV/AIDS tidak terlepas dari sekulerisme (paham memisahkan agama dari kehidupan) dan liberalisme (paham kebebasan) yang mencongkol di pikiran manusia dan tersistematik pula oleh negara. Untuk mencegah penyebaran virus HIV/AIDS di negeri kita ini mengharapkan diperlukan keterlibatan multi sektoral dan multi kiat dalam pencegahan maupun pengendalian. Sayangnya, negara tidak mengharamakan LGBT tetapi malah diapresiasi dan didukung sebagai salah satu kebebasan, padahal jelas dari LGBT ini pula menjadi penyebab adanya HIV-AIDS.
Di Kendari sendiri pemerintah daerah tidak menutup tempat hiburan malam yang menjadi tempat terfasilitasnya kemaksiatan yang berujung pergaulan bebas. Bahkan terbaru, salah satu tempat hiburan malam di kota bertakwa ini mengundang artis NM yang dalam sambutannya mengingatkan para pengunjung untuk jangan lupa memakai kondom jika berhubungan seks dan mengapresiasi tempat hiburan malam yang ada di kota Kendari karena begitu meriah. Padahal kedatangan sang artis tersebut sudah di demo oleh beberapa ormas di Kendari. Miris. Seharusnya, pemda meminimalisir bahkan mencegah adanya fasilitas-fasilitas maksiat dan tegas dalam mengambil tindakan menutup tempat-tempat club malam.
Hal di atas akibat tidak menjadikan agama sebagai pengatur kehidupan dan kebebasan menjadi pengatur. Setiap orang bebas dan suka-suka untuk berbuat. Terlebih negara sendiri pun menganut paham ini sehingga membiarkan tempat-tempat hiburan malam ada, pergaulan bebas, pelaku LGBT sebagai sarang awal adanya HIV-AIDS. Sungguh berbeda jika dalam sistem pemerintahan Islam.
Solusi tepat dalam islam
Pada sistem pemerintahan Islam (Khilafah) memiliki solusi jitu untuk menuntaskan HIV/AIDS. Selain penerapan aturan kehidupan Islam yang menerapkan larangan dan saksi mendekati zina dan serangkaian pergaulan termasuk membinasakan pelaku LGBT dan tempat-tempat maksiat seperti club malam yang bebas seperti sekarang.
Membinasakan atau membuat jera para LGBT agar tidak berkembang, maka dalam Islam hukuman tegas bagi LGBT diantaranya bagi Lesbian hukumannya ta'zir (kadar hukumannya sesuai hakim), Gay/homo dihukum mati atau liwath, Biseksual dengan hukuman rajam bagi yang sudah menikah dan cambuk bagi yang belum menikah. Biseksual juga bisa dikena hukuman ta'zir atau liwath sesuai fakta perbuatannya. Sedangkan untuk Transgender jika hanya menyerupai pakaian lawan jenis maka diusir dan diberi hukuman sesuai fakta perbuatan seksualnya.
Sistem Islam memiliki mekanisme pula untuk screening pengidap HIV-AIDS seperti ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) yang tertular karena zina maka akan dijatuhi hukuman sebagai pelaku zina. Sedangkan ODHA yang terinfeksi bukan karena zina, akan dikarantina, tujuannya untuk mencegah penyebarannya di tengah masyarakat. Mereka akan diobati dengan pengobatan terbaik bahkan gratis. Dana baitul mal akan digunakan untuk riset demi menemukan obat penyembuhan penyakit ini. Masih tidak mau menerapkan Islam? Sungguh, Allah hanya akan memberi petunjuk bagi orang-orang yang mau berfikir.
Wallahu a’lam bi ash showwab