HIV AIDS, Terus Menjadi Masalah di Sistem Kapitalis



Oleh : Ummu Hanif  (anggota Penulis Ideologis)

“ Barang siapa yang pada pagi harinya hasrat dunianya lebih besar maka itu tidak ada apa-apanya di sisi Allah, dan barang siapa yang tidak takut kepada Allah maka itu tidak ada apa-apanya di sisi Allah, dan barang siapa yang tidak perhatian dengan urusan kaum muslimin semuanya maka dia bukan golongan mereka”. (Imam Al Hakim dalam Al Mustadrak No. 7889)


Hadist ini mungkin bisa menjadi penyemangat bagi kita untuk tidak lelah melakukan perbaikan, di saat semua hal mengarah kepada keburukan. Sebut saja kasus HIV AIDS yang kian hari kian bertambah jumlahnya, bahkan saat ini sudah menyerang anak – anak. Bahkan meski ada hari AIDS sedunia, seakan tidak berdampak sedikitpun terhadap jumlah kasus inveksi virus HIV AIDS.

Hari AIDS Sedunia yang jatuh pada tanggal 1 Desember diperingati untuk menumbuhkan kesadaran terhadap wabah AIDS di seluruh dunia yang disebabkan oleh penyebaran virus HIV. Konsep ini digagas pada Pertemuan Menteri Kesehatan Sedunia mengenai Program-program untuk Pencegahan AIDS pada tahun 1988. Sejak saat itu, ia mulai diperingati oleh pihak pemerintah, organisasi internasional dan yayasan amal di seluruh dunia. (www.wikipedia.com)

Banyak cara penyebaran virus HIV, bisa melalui jarum suntik bekas, transfusi darah, donor organ, ASI (air susu ibu), seks bebas, dan sebagainya. HIV merupakan virus yang menyerang sel darah putih manusia dan menyebabkan penurunan kekebalan tubuh penderitanya. Virus-virus tersebut memanfaatkan kesempatan (opportunity) yang diberikan sistem kekebalan tubuh yang rusak, sehingga menyebabkan infeksi oportunistik (Murni dkk, 2009, h.10). Infeksi oportunistik adalah infeksi yang disebabkan oleh organisme yang menyebabkan penyakit tertentu pada orang dengan sistem kekebalan tubuh tidak normal. Dalam hal ini orang yang sudah terjangkit virus HIV & AIDS, namun infeksi ini juga mampu menyerang orang dengan sistem kekebalan yang buruk.

Mengacu kepada  faktor penyebab terjangkitnya virus HIV AIDS, maka Islam, sebagai agama yang sempurna, telah memberikan beberapa alternatif langkah untuk menyelesaikannya. 

Pertama, Cegah kemunculan perilaku beresiko sejak dini. Langkah ini bisa ditempuh dengan menciptkan pendidikan dan pembinaan kepribadian Islam dengan menerapkan sistem pendidikan islam. Sehingga terwujud self control yang baik pada masing – masing individu. Bersamaan dengan itu harus digerakkan terus aktivitas amar ma’ruf nahi munkar di tengah – tengah masyarakat, sehingga terbangun kepekaan sosial. Selain itu perlu diciptakan lingkungan yang kondusif dengan penerapan sistem pergaulan oleh negara (misal : kewajiban menutup aurat, berjilbab di tempat umum, keharaman perzinahan dan mukaddimahnya, penerapan hukum-hukum seputar perkawinan sampai kemudahan proses pernikahan). Selain itu kekuatan negara juga akan mampu memberantas lingkungan yang tidak kondusif (misal : pornografi-pornoaksi ditindak tegas, tempat-tempat maksiat ditindak tegas, sanksi bagi pelaku maksiat dan lain sebagainya).

Kedua, Berantas Perilaku Beresiko Penyebab free sex. Langkahnya bisa berupa : menjatuhkan sanksi yang sesuai kepada para pelaku perilaku seksual menyimpang (termasuk menegakkan hukum tentang perzinahan dan liwath (homoseks), Alih profesi PSK dan penyediaan lapangan kerja HALAL yang memadai, menegakkan hukum tentang khamr dan benda-benda yang bersifat melemahkan (akal dan fisik), menjatuhkan sanksi kepada pihak-pihak terkait penyalahgunaan obat, serta menutup pintu-pintu terjadinya penyalahgunaan obat

Ketiga, Cegah Penularan Kepada Orang Sehat. Langkahnya bisa berupa : penanganan tepat terhadap pasien terinfeksi dengan melakukan karantina misal dengan mengadakan pusat layanan khusus untuk memastikan tidak terbuka peluang terjadinya penularan, upgrade kemampuan SDM yang melakukan layanan, protokol/SOP penanganan,  Kampanye/pendidikan yang benar tentang HIV-AIDS kepada semua kalangan disertai sosialisasi sikap yang diharapkan dari masing-masing pihak/kalangan (komunitas ODHA/OHIDA, komunitas resiko tinggi, komunitas rentan) tanpa upaya menyamarkan/mengaburkan resiko yg ada, memberi pendidikan disertai aktivitas penegakan hukum kepada ODHA yang melakukan tindakan ’membahayakan’ (beresiko menularkan pada) orang lain, Pembinaan rohani, pemberdayaan sesuai kapasitas, memastikan terpenuhinya semua hak dan kebutuhan manusiawi ODHA (memastikan kebijakan penanganan yang tepat tanpa melakukan kedzoliman/diskriminasi), Memfasilitasi upaya menemukan obat, cara/teknik, dan strategi mengurangi resiko penularan (pada kasus tanpa terjadinya penyimpangan perilaku).

Dan semua hal di atas hanya bisa dilakukan dengan menciptakan sistem integral yang kondusif dan benar, baik dari sistem politik Islam (mewujudkan penguasa yang amanah, berkompeten, mandiri dari kebijakan asing yang merusak dan lain sebagainya), sistem ekonomi Islam (mewujudkan kesejahteraan warga negara), Sistem pendidikan Islam (mewujudkan kepribadian Islam individual dan kesalehan sosial), Sistem Sanksi Islam (untuk mengatasi masalah kriminalitas), Sistem Sosial/Pergaulan Islam (menjaga interaksi pria- wanita dalam koridor yang benar, mencegah kemunculan perilaku seksual menyimpang), dan juga pengaturan media dalam Islam sebagai bagian dari pendidikan negara & kontrol kebijakan yang salah.

Oleh karena itu perlu upaya bersama untuk terus mempelajari islam dan menyampaikan islam ke seluruh masyarkat, sehingga dengan sadar masyarakat akan meminta untuk diterapkan dalam kehidupannya. Karena hanya dengan islam, solusi solutif bisa didapatkan.

“Agama dan kekuasaan adalah dua saudara kembar. Agama adalah fondasi dan kekuasaan adalah penjaganya. Segala sesuatu yang tidak berpondasi (tidak didasarkan pada agama) niscaya akan runtuh. Segala sesuatu yang tidak memiliki penjaga (tidak ada khilafah) niscaya akan hilang atau lenyap.” Imam ghozali dalam kitabnya “al-Iqtishod fi al I’tiqod “

Wallhu alam bi ash showab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak