Oleh: Dian Puspita Sari*
Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten Tanah Bumbu menggelar seminar Pencegahan dan Penanggulangan HIV AIDS di Mahligai Bersujud Kecamatan Simpang Empat, Kamis (28/11/2019). Hal ini dilakukan seiring merebaknya kasus HIV AIDS di wilayah ini.
Berdasarkan data yang didapat, pada tahun 2019 (Periode Januari hingga November) telah ditemukan sebanyak 43 kasus HIV Aids. Yakni dengan rincian HIV sebanyak 27 kasus dan AIDS sebanyak 16 kasus yang tersebar di seluruh Kecamatan se Kabupaten Tanah Bumbu. (mc.tanahbumbukab.go.id)
Kasus HIV AIDS di Kalsel memang terus meningkat. Dari data yang ada setiap tahun selalu ada peningkatan jumlah pengidap di kabupaten/kota di Kalimantan Selatan. Berdasarkan data sebaran kasus HIV/AIDS periode triwulan II tahun 2019 Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kalsel, pengidap tertinggi ada di Kota Banjarmasin, mencapai 993 kasus.
Setelah Banjarmasin ada Kabupaten Tanahbumbu di posisi kedua. Jumlahnya 314 kasus. Diikuti Banjarbaru 301 kasus, kabupaten Banjar 145 kasus. Kasus HIV AIDS ini ditemukan paling banyak pada kaum laki-laki. Rentang usia produktif (20 - 49 tahun) adalah yang terbanyak, dengan jumlah kasus 2.232 orang (86 persen dari total kasus).
Kasus HIV/AIDS pertama kali ditemukan di Kalsel 2002 silam. Sebanyak empat kasus. Hingga 2017, angkanya sudah mencapai 1.931.Dan kini mencapai 2.609 kasus. (banjarmasin.tribunnews.com). Lantas, sejauh mana upaya yang dilakukan pemerintah dalam mencegah penyebarannya agar tidak bertambah?
HIV/Aids, Bukan Sekedar Penyakit Menular
Menurut wikipedia, Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan jenis virus yang menyerang bagian imunitas tubuh seseorang sehingga rentan terserang berbagai macam penyakit. Sedangkan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan sekumpulan gejala dan infeksi yang timbul karena rusaknya kekebalan tubuh akibat serangan HIV.
Sebagai peringatan atas tingginya kasus HIV/Aids ini, diperingatilah hari Aids Sedunia. Yakni pada setiap tanggal 1 Desember. Melalui peringatan ini dilakukanlah berbagai penyebaran informasi dan imbauan kepada masyarakat umum untuk memberikan kepedulian terhadap ODHA. Diharapkan dengan itu semua, tidak akan ada lagi stigma negatif maupun diskriminasi terhadap mereka.
Secara global, jumlah penderita HIV/Aids di seluruh dunia tidak kurang dari 36,9 juta jiwa pada tahun 2017. 1,8 juta diantaranya adalah anak-anak berusia di bawah 15 tahun. Ini adalah berdasarkan data dari UNAIDS. Sebuah organisasi dunia yang khusus menangani terkait isu HIV/Aids.
Indonesia sendiri menyumbangkan angka yang cukup tinggi untuk jumlah penderita HIV/Aids. Mereka berasal dari kalangan pekerja seks komersial, homoseksual, pengguna narkona suntik, transgender, dan juga para narapidana. (kompas.com)
Masalah HIV/AIDS sebenarnya bukan sekadar masalah kesehatan (medis) belaka, namun lebih kepada masalah perilaku. Sebab, telah terbukti penyebab terbesar penularan HIV/AIDS adalah perilaku seks bebas, LGBT, juga narkoba. Semua perilaku ini adalah perbuatan kotor dan tercela dalam pandangan Islam. Sehingga seharusnya layak mendapat hukuman yang tegas.
Selama ini, HIV/AIDS hanya dilihat sebagai masalah kesehatan, tanpa mempersoalkan perilaku menyimpang yang menyertainya. Mengimpor strategi dari UNAIDS, pemerintah Indonesia pun mengajak masyarakat untuk menjauhkan diri dari HIV/AIDS.
Dengan cara apa? Imbauan menggunakan kondom, memakai jarum suntik steril, edukasi seks sehat dan aman, sosialisasi agar jangan gonta-ganti pasangan dan sejenisnya. Padahal itu semua bukanlah solusi yang benar. Bahkan justru, hal tersebut akan semakin menyuburkan HIV/AIDS.
Penanganan Tuntas HIV/Aids
Gaya hidup liberal dan hedonis merupakan pintu masuk berkembangnya virus HIV AIDS. Sistem hidup rusak yang diadopsi negeri inilah penyebab utamanya. Kapitalisme telah menghancurkan generasi muda di negeri ini yang mayoritas muslim. Lalu, di mana negara sebagai perisai umat?
Sudah seharusnya, upaya penanggulangan HIV/AIDS harusnya ditangani serius oleh negara. Mulai dari merevolusi sistem dan strategi pendidikan. Yaitu dengan memasukkan pendekatan aqidah, akhlak dan keseluruhan pokok-pokok keyakinan agama sesuai Al Qur’an dan Assunnah. Melakukan pembinaan kepribadian Islam.
Terlebih lagi, memahamkan masyarakat untuk memegang teguh Islam sebagai agama dan aturan hidup secara menyeluruh. Bahwasanya Islam telah mengatur dengan tegas hubungan interaksi lawan jenis bukan mahram dan pernikahan merupakan jalan halal untuk menyalurkan kebutuhan biologis manusia.
Selain itu, langkah yang semestinya diambil dari sisi pemerintahnya adalah dengan menerapkan syari’ah Islam. Menindak tegas dan memberikan keputusan hukum bagi para pelaku zina utamanya pelaku seks bebas, LGBT dan narkoba. Menutup tempat-tempat pelacuran/lokalisasi dan tempat-tempat praktik para penzina yang sejenisnya.
Sejatinya, penerapan hukuman cambuk, pengasingan dan rajam, bukanlah sebuah tindakan melanggar HAM (hak asasi manusia). Justru dengan hal tersebut pencegahan penyebaran HIV/AIDS secara optimal. Sebab, mampu memberikan efek jera bagi para pelaku atau orang yang hendak berbuat pelanggaran terhadap hukum yang telah ditetapkan.
Inilah penanganan tuntas yang diserukan oleh Islam. Solusi yang sangat sesuai dengan fitrah manusia dan menjaga keselarasan kehidupan. Kembali pada syari'at Islam sajalah solusi tepat untuk menghilangkan HIV AIDS di muka bumi ini.
Sebab jika penduduk bumi bertakwa, maka berkah dari Allah akan tercurah ke bumi. Sungguh, penerapan syari’ah Islam bukan solusi alternatif. Tetapi, ia adalah solusi holistik bagi segala permasalahan di Indonesia, termasuk masalah HIV Aids di Banua tercinta.
Wallahu’alam bisshawwab []
*) Pemerhati Remaja, Warga Pekauman Ulu Martapura
Tags
Opini