Garuda Tersandung Skandal, Akibat Negara Salah Urus BUMN?



Oleh: Elis Ummu Akrom

PT Garuda Indonesia tbk (GIIA) merupakaan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang kini tengah mendapat sorotan tajam. Penemuan tunggangan mewah motor Harley Davidson dan sepeda Brompton dalam Lambung Garuda pada pesawat jenis Airbus330-900 seri Neo yang diterbangkan dari langit Perancis ke Jakarta beberapa waktu lalu ternyata tak memiliki legalitas bea cukai yang jelas. Dalam kasus ini berujung pada pemecatan Bos PT Garuda Indonesia Ari Askhara oleh menteri BUMN Erik Tohir, yang merupakan pemilik dari tunggangan mewah tersebut. Selain itu empat direksi lainnya yang diduga terlibat juga ikut diberhentikan. Mereka adalah Direktur Kargo dan Pengembangan Usaha Mohammad Iqbal, Direktur Operasi Bambang Adisurya Angkasa, Direktur Teknik dan Layanan Iwan Joeniarto dan Direktur Human Capital Garuda Indonesia Heri akhyar.  (Jawa Pos, 11/12/2019/) 
Skandal ini kian menambah sederet masalah yang mendera BUMN. Seperti dilansir laman Merdeka, 12/01/2016 sebelumnya Direktur Krakatau Steel yang terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK karena suap. Kasus yang sama menjerat Direktur PLN dalam kasus suap PLTU Riau 1. Belum lagi masalah investasi Pertamina yang justru mengantar mantan direkturnya, Karen Agustiawan ke jeruji besi dengan dakwaan majelis hakim bahwa investasi tersebut merugikan Rp 568 miliar bagi negara. Alhasil permasalahan ini juga menuai kritik dari berbagai pihak. Salah satunya Ketua DPP Partai Demokrat Jansen Sitindaon yang bahkan menantang Erik Tohir selaku Menteri BUMN untuk membuat kebijkan larangan hidup mewah bagi pejabat BUMN. (Jawa Pos, 07/12/2019) 
Skandal ini juga semakin menunjukkan, seolah kini  BUMN sudah menjelma menjadi koorporasi swasta, hingga asetnya bisa di salahgunakkan oleh segelintir elit pejabat. Selain itu berbagai kasus korupsi yang mejerat pejabat BUMN juga menunjukkan bahwa BUMN menjadi salah satu sasaran empuk para tikus berdasi. Sejatinya segala upaya telah dilakukan pemerintah untuk mengobati sakit dalam tubuh BUMN. Namun realitasnya jauh panggang dari api. Segala kebijakan yang diambil belumlah menyentuh akar persoalan, pun usulan kebijakan larangan hidup mewah dikalangan Elit pejabat BUMN juga bukan solusi fundamental. Karena memang pangkal dari sengkarut permasalahan ini adalah rujukan dalam mengambil kebijakan daam menyelesaikan persoalannya adalah sistem kapitalis - Neo-Liberalisme yang hanya berorinentasi pada keuntungan semata. 
Sudah sepatutnya BUMN sebagai bagian dari institusi negara menghadirkan dirinya sebagai pelayan masyarakat yang tidak boleh untuk mengkomersialisasi segala hal yang berhubungan dengan kebutuhan masyarakat. Hal itu senada dengan apa yang disampaikan Islam sebagi sebuah Diinul Haq. Islam menetapkan Khilafah adalah satu-satunya institusi pelaksana syariah, yang hadir untuk dua fungsi penting. 
Pertama, sebagai raa’in, yaitu pengurus pemenuhan hajat hidup publik sebgaimana ditegaskan Rasulullah saw, yang artinya “..Imam (Khalifah) raa’in (pengurus rakyat) dan dia bertanggungjawab terhadap rakyatnya” (HR Ahmad, Bukhari).
Kedua, sebagai junnah, yaitu pelindung dan pembebas manusia dari berbagai bentuk penjajahan. Ditegaskan Rasulullah saw, artinya, “Imam adalah perisai orang-orang berperang dibelakangnya dan berlindung kepadanya” (HR Muslim).
Terealisasinya kedua fungsi ini menjadi pencegah masuknya hajat hidup publik dalam jeratan komersialisasi dan hegemoni.
Di antara prinsip Islam dalam pengelolaan hajat hidup publik salah satunya adalah menjadikan negara sebagai institusi unit pelaksana teknis layanan hajat hidup masyarakat dikelola di atas prinsip pelayanan bukan komersial, kinerja diukur berdasarkan keberhasilan dalam pelayanan terbaik. Jadi tidak dibenarkan menjadikannya sebagai sumber pemasukan negara. Tidak ada pungutan biaya walau sepeser, tidak boleh di-BLU-kan, di PT-kan dan yang semisalnya. Seperti di Puskesmas dan rumah sakit pemerintah pada layanan kesehatan, sekolah dan pendidikan tinggi pemerintah pada layanan pendidikan, BuLog pada layanan pangan, PLN pada layanan listrik, PAM pada layanan air bersih perpipaan, Jasa Marga pada jalan tol, Angkasa Pura pada Bandara.
Penerapan prinsip-prinsip sohih Islam berikut keseluruhan sistem kehidupan Islam dalam sistem politik yang compatible (serasi) yakni khilafah adalah kunci terwujudnya kemuliaan dan kesejahteraan umat manusia. Terukir oleh tinta emas sejarah kegemilangan peradaban Islam, dunia hidup sejahtera di bawah naungan Islam selama selama belasan abad. Oleh karena itu, hari ini dunia  mendambakan kembali kehadiran Khilafah, Sang penerap syariat Islam yang menyejahterakan dunia bahkan seluruh alam.
Allahu A’lam


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak