Oleh : Nurul Afianty, SP
Aktivis Muslimah
Setelah sempat heboh di tahun 2003 dengan ajarannya yang menyimpang, kini Nasruddin (59 tahun) kembali harus berurusan dengan pihak berwajib. Pasalnya, pria yang punya sejumlah pengikut ini mengaku sebagai seorang nabi yang ke-26 atau nabi paling akhir. Pada tahun 2003 yang lalu, pihak Kejaksaan Barabai pernah memeriksa Nasruddin dan menyatakan ajaran yang disampaikan menyimpang dan sesat. Namun, setelah 16 tahun, Nasruddin kembali berulah dan bahkan lebih parah dengan mengaku sebagai nabi (Jejakrekam.com, 3/12/2019).
Berdasarkan keterangan sejumlah warga dan pengikutnya, ajaran menyimpang ini, di antaranya mengubah nama Nabi Muhammad Saw dalam Syahadat menjadi namanya, Nasruddin. Kemudian salat hanya menggunakan bahasa Indonesia dari awal hingga akhir. Ajaran yang menyimpang dan sesat yang disampaikan Nasruddin kepada pengikutnya ini menimbulkan keresahan di masyarakat (Jejakrekam.com, 3/12/2019).
Di samping itu, ada hal menarik lainnya terkait ajaran yang diterangkan oleh Nasruddin. Yakni, tentang keberadaan kitab Al Furqan, yang diakuinya sebagai pegangan ajarannya. Dia membeberkan, keberadaan Al Furqan sangat ditentang karena isinya mengandung banyak rahasia. Di samping itu, dia juga meyakini bahwa Al Furqan adalah kitab lain daripada Al Qur’an. Al Furqan yang dimaksudkannya adalah sejumlah terjemah ayat-ayat Al Qur’an yang dikutipnya. Terjemah ayat-ayat Al Qur’an, dikutip sebagian atau secara keseluruhan. Sesuai keinginan Nasruddin. Kemudian, kutipan tersebut ditulis memakai laptop, diprint di kertas HVS, kemudian dilaminating (Prokal.Co, 4 /12/2019).
Atas perbuatannya tersebut, hingga kini pihak Polres HST terus berupaya mendalami kasus dugaan penyimpangan agama yang dilakukan Nasruddin, dengan terus melakukan upaya perkembangan penyidikan. Termasuk kondisi kejiwaan Nasruddin (Prokal.Co, 4 /12/ 2019).
Fenomena orang-orang yang mengaku sebagai nabi ternyata terus bermunculan. Apalagi Nasruddin, yang berasal dari HST, membuat kita miris mendengarnya. Karena Kalimantan Selatan termasuk daerah yang religius dengan mayoritas Muslim di dalamnya. Sebagai Muslim , kita seharusnya berfikir mengapa hal seperti ini terus terjadi dan berulang? Di mana peran Negara sebagai penjaga aqidah umat? Inilah bukti abainya Negara dalam penjagaan akidah Islam bagi umatnya.
Di tengah kehidupan yang sekuler seperti sekarang, fenomena seperti ini sudah menjadi hal yang biasa. Ide Sekuler yang asasnya adalah pemisahan Agama dari kehidupan, disertai dengan ide HAM yang diadopsi oleh negeri ini semakin membuat orang berbuat bebas semaunya, termasuk dalam hal penistaan dan penyimpangan agama seperti yang dilakukan oleh Nasruddin dan sederet pelaku penyimpangan agama sebelumnya.
Beragam sikap dan perbuatan penyimpangan akidah dilakukan secara terbuka dan terang-terangan. Undang-undang yang ada di Negara yang menganut Sistem Kapitalisme-Sekuler terlihat mandul dan tidak dapat berbuat banyak menghadapi para pelaku. Hukuman yang diberikanpun tidak memberikan efek jera bagi pelaku, bahkan semakin menambah deret pelaku penista/penyimpangan agama. Penyimpangan aqidah yang telah meng-imunisasi dirinya dengan racun Demokrasi, Kebebasan dan HAM. Padahal, di antara peran Negara adalah menjaga kemurnian aqidah yang dianut oleh warga negaranya.
Kemurnian akidah umat wajib dijaga oleh negara. Jika ada yang melenceg atau penyimpangan terhadap aqidah Islam, maka tugas negara untuk meluruskannya kembali. Bahkan, ada sanksi tegas bagi para pelaku yang mengaku sebagai Nabi baru dan mengajarkan ajaran yang menyesatkan umat Islam. Inilah gambaran Negara Islam yang menjadikan Syari’at Islam sebagai aturan dalam mengatur kehidupannya.
Wallahu ‘alam bish-shawwab.