Duka Nestapa Uighur, Di mana Al- Mu'tasim Billah?




Oleh : Hawilawati
(Member WCWH & Revowriter)

---

Nyesak, tak kuasa air mata ini mengalir membaca berbagai duka nestapa muslim Uighur. 
Perlakuan buruk yang dilakukan pemerintah China  tak pandang bulu, apakah laki-laki atau perempuan, apakah orang dewasa atau anak-anak, apakah orangtua atau kaum muda. Kaum laki-laki dipisahkan dari kaum perempuannya, anak-anak dipisahkan dari orangtuanya.

Sebagaimana BBC News Indonesia mengabarkan Pemerintah China dengan sengaja memisahkan anak-anak Muslim di wilayah Xinjiang dari keluarga, agama, dan bahasa mereka, menurut penelitian baru.

Catatan menunjukkan bahwa di satu perkampungan saja, lebih dari 400 anak kehilangan bukan hanya satu tetapi kedua orang tua mereka karena suatu bentuk pengasingan, baik di kamp atau di penjara.
(BBC News Indonesia 05/07/2019)

Anak-anak tak hanya dipisahkan dari orangtuanya saja, orangtua mereka di brainwash, berharap muslimin ini lupa akan agamanya, hingga membawa agama rusak tak berTuhan yaitu "Komunisme", sungguh biadab.

Tanggal 16 November 2019, New York Times melaporkan Sebuah dokumen Rahasia partai Komunis China Bocor. Jika para tahanan muslim Uighur di Xinjiang harus dirahasiakan. Hal tersebut, diumumkan oleh Konsorsium Jurnalis Penyidik Internasional yang meliputi 9  halaman pesan yang dikirim oleh Zhu Hailun, wakil komite partai Daerah Otonomi Xinjiang tahun 2017.(jurnalfaktual.id 2019)

Dilansir CNN Indonesia, bahwa
Dokumen itu berisi panduan supaya pemerintah Urumqi melakukan kendali sosial, yaitu menangkap etnis Uighur secara acak meski mereka tidak melanggar aturan atau berbuat kejahatan. Mereka nantinya dikirim ke kamp untuk dicuci otak supaya mengadopsi nilai-nilai Komunisme ketimbang Islam, dan mengubah bahasa mereka.

Di dalam dokumen itu disebutkan pemerintah setempat menyebut kamp itu sebagai sekolah kejuruan dan pelatihan, yang sebenarnya bertujuan memaksakan ideologi dan sikap komunisme secara diam-diam. (CNN Indonesia 16/12/2019).

Kaum minoritas Muslim Uighur di China, dikumpulkan di kota Xinjiang dengan alasan pendidikan re dekalisasi. Namun, kenyataan berbanding terbalik dengan pengakuan para muslimin Uighur.

Gulzira (Muslim Uighur) mengaku, jika ditahan selama 15 bulan. Apa yang dikatakannya sebuah fakta yang mengerikan.

“Kamu diawasi, dimana-mana ada kamera. Bahkan di toilet pun ada kamera,” ujar Gulzira, sebagaimana dikutip dari BBC, Jumat (20/12/2019).

Persekusi yang dilakukan oleh pemerintah China pada kaum Muslimin Uighur, dibongkar oleh media Internasional. Sebagaimana News York Times telah membuka Dokumen rahasia dan pemerintah China menuai protes dari 23 negara di dunia. Seperti Inggris, Amerika, Perancis, dan lain-lain.

Namun sangat ironis, penguasa negeri  muslim terbesar ini membisu terhadap penderitaan saudara muslimnya di Uighur. Bahkan diviralkan di sana baik-baik saja

Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Said Aqil Siradj, menjamin tidak ada diskriminasi apalagi kekerasan terhadap etnis Uighur dan minoritas Muslim lainnya di Xinjiang, China.

Said bahkan menganggap pemerintah Indonesia tidak perlu "ikut-ikutan" sejumlah negara Barat untuk mengangkat tudingan persekusi etnis Uighur di forum internasional. (cnnindonesia.com 17/07/2019)

Masalah Muslim Uighur sebenarnya sudah ada sejak lama. Namun, China telah berulang kali menentang tudingan yang menyatakan mereka menindas kaum minoritas muslim. Pemerintahan Presiden Xi Jinping mengatakan tempat itu bukan kamp penyiksaan, melainkan tempat pelatihan dan merupakan bagian dari kampanye anti terorisme. Namun faktanya sungguh memilukan.

Mereka para korban kebengisan pemerintah  China tak bisa banyak berharap kepada saudara muslim di negeri lainnya yang telah menjadi jongos rezim bengis tersebut. Muslim Uighur hanya pasrah, menunggu nasrullah atau kesyahidan yang sangat mulia. Namun apakah jeritan, air mata, lemahnya fisik penuh penyiksaan bahkan bersimbahnya darah, takkah membuat empati kemanusian hadir dalam hati nurani penguasa muslim?, Jika  penderitaan uighur itu lagi-lagi dianggap bukan urusan muslim di dunia, sungguh terlalu.

Saat teriakan dan darah mereka halal ditangan kebengisan pemerintah China. Negeri ini justru tersenyum sumringah bergandengan tangan, duduk bersama bersalaman bagaikan sahabat, bahkan meneken kontrak bekerjasama berbagai urusan bisnis. 

Demi meraih keuntungan semu, satu persatu aset negarapun dilepas untuk si penghisab darah saudaranya sendiri, siap-siap negeri kaya raya SDA ini tak hanya semakin mudah di caplok karena ketamakan dan kelicikannya, tapi akan dijauhkan dari empati terhadap penderitaan saudaranya dengan berbagai kesepakatan kerjasama bilateral.

Seandainya duka nestapa itu terjadi pada diri ini, apa yang bisa kita rasakan?  Tentu kepedihan. Dimanakah pemimpin muslim gagah berani  layaknya sang Kholifah Al- Mu'tashim Billah, yang mampu menjaga darah-darah kaum muslimin, mengerahkan ribuan pasukan tatkala dilukai dan pedangnya-pun  siap menghunuskan jantung  siapapun yang menyakiti saudaranya? Dimanakah ia? Sang penjajahpun tak bisa berkutik apalagi menyumpal keberaniannya dengan receh yang tidak bernilai.

Genosida yang terjadi bukanlah yang pertama kali dirasakan bagi kaum muslimin. Gaza, Suriah, Rohingya, Uighur hingga kini masih berada dalam duka nestapa yang begitu mendalam, namun dunia bungkam, bahkan julukan teroris dan radikalisme selalu ditujukan kepada  Islam sang korban kekerasan. Padahal faktanya, teroris sejati dan pelaku tindakan ekstrim penuh kebiadaban dan kebencian justru ditampakkan dari kaum imperialis.

_*Akibat Tiada Khilafah & Kholifah*_

Ini adalah akibat sistem sekuler kapitalis neoliberal yang sudah merasuk lama dalam tubuh negeri islam.Termutilasi tubuh  Daulah Islam menjadi negeri-negeri kecil lemah tak berdaya dihadapan kaum imperialis Asing & Aseng. Sampai tak memiliki nyali dan kekuatan menghentikan penindasan dan genosida yang dialami saudaranya sendiri.

Sejatinya Khilafah Islamiyyah adalah bersatunya negeri-negeri Islam dengan satu komando sang Kholifah (pemimpin) beriman yang akan menjaga keiffahan, darah, jiwa dan harga diri rakyatnya dengan panduan Al-Qur'an dan Sunnah.

Keberadaan sistemnya menetapkan sikap tegas, siapa kawan dan siapa lawan, kewibawaannya  tak akan pernah bisa dibeli kaum penjajah dalam bentuk apapun. 

Jangankan ribuan muslimiin, seorang muslimah meminta pertolongan Kholifah atas tindakan pelecehan yang dilakukan oleh tentara  Ammuriah Romawi. Kholifah Al-Mu'tashim Billah dengan respon sigap  menyambut seruan  muslimah tersebut dengan mengirimkan puluhan  ribuan asykari untuk menyerbu kota Ammuriah.

Puluhan ribu asykari (tentara Khilafah) disiapkan mulai dari gerbang ibukota di Baghdad hingga ujungnya mencapai kota Ammuriah. Pembelaan kepada muslimah ini sekaligus dimaksudkan oleh Khalifah sebagai pembebasan Ammuriah dari jajahan Romawi.

Di zaman Khalifah Al Mu’tashim Billah, ummat Islam merealisasikan hadits nabi dengan berjama’ah (bersatu) yang telah Allah perintahkan didalam sistem Kekhalifahan dan memiliki satu orang Khalifah /Amirul Mukminin untuk di dengar dan di tha’ati. Dan mereka berjihad atas perintah Khalifah /Amirul Mukimin karena mereka bersatu dan mempunyai kekuatan didalamnya.

Dimana hati nurani diri ketika negeri Islam diam seribu bahasa diatas penderitaan saudaranya?, sementara para korban kebengisan, bukan belasan atau puluhan tapi  ribuan jiwa tak berdosa dipenjarakan bahkan melayang nyawanya.

Kisah heroik tersebut tentu harus menjadi teladan bagi pemimpin Islam,  jangan pernah terhipnotis dengan urusan hubungan diplomatik penjajah yang berbisa.

Sudah saatnya, negeri -negeri Islam tak hanya sekedar mengecam tindakan biadab pemerintah China, namun dibutuhkan satu komando kepemimpinan dan penjagaan darah kaum muslimin dengan  kekuatan khilafah Islamiyyah. Penindasan umat kian menjadi-jadi karena ketiadaan Junnah (pelindung) dalam dirinya. Tiadanya Junnah dalam diri kaum muslimin karena tiadanya sistem Islam yang mampu menjaga  darah manusia yaitu khilafah Islamiyyah 'ala min hajjinnubuwwah. Wallahu'alam bishowab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak