DALAM KONDISI PRIHATIN, BULOG MALAH BUANG BERAS?

    
Oleh: Ahyani R., S.Pd
 (Pemerhati Umat
Publik dikejutkan dengan rencana pembuangan 20 ribu ton beras Bulog yang kadaluarsa. Cadangan Beras Pemerintah (CBP) yang tersimpan di gudang Bulog tersebut berpotensi mengalami penurunan mutu. Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog Tri Wahyudi Saleh mengatakan pemusnahan dilakukan karena usia penyimpanan beras tersebut sudah melebihi 1 tahun (CNNIndonesia.com, 29/11/2019). 

Tri Wahyudi membeberkan penyebab dari macetnya penyaluran beras tersebut yang membuat beras lama tersimpan dan terancam busuk. Pertama, salah satu lokasi gudang Bulog di suatu daerah terkena banjir yang turut merusak kualitas beras itu. Kedua, pengalihan program bantuan sosial (bansos) dari beras sejahtera (rastra) ke Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Ketiga, jarangnya rapat koordinasi terbatas yang dipimpin Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sejak pergantian menteri baru, sehingga sampai saat ini Bulog belum menerima arahan dalam menyalurkan CBP (Finance.detik.com,03/12/2019).

Bagaimanapun, rencana Bulog ini menjadi tanda tanya besar mengingat laporan Asian Development Bank yang menyatakan bahwa masih ada 22 juta orang di Indonesia yang menderita kelaparan. Artinya ada beras yang tidak terdistribusi ke masyarakat. Sementara beras dibiarkan mengendap dan akhirnya terpaksa “dibuang” karena rusak.  

*Problem Tata Kelola Pangan*

Dibuangnya 20 juta ton beras di tengah kondisi yang memprihatinkan jelas membuat miris. Tidak hanya itu, negara ikut merugi. Ini menunjukkan pemenuhan pangan rakyat masih bermasalah. 

Selain ketiga alasan di atas, kebijakan impor tanpa perhitungan menjadi salah satu penyebab bertumpuknya beras ini. Tahun lalu misalnya, meski Budi Waseso (Buwas), selaku Dirut Bulog, telah menegaskan stok beras aman hingga Juni 2019, pemerintah tetap melakukan impor 2 juta ton. Padahal gudang Bulog sudah tidak cukup menampung beras impor yang masuk kala itu,  

Hal ini sampai memunculkan perseteruan antara Dirut Bulog dan Enggartiasto Lukito selaku Menteri Perdagangan. Kesalahan impor pangan terjadi karena penerbitan persetujuan tidak sesuai kebutuhan dan produksi dalam negeri. Minimnya koordinasi dan komunikasi antara institusi pemerintahan disinyalir menjadi penyebabnya. Termasuk adanya mafia impor pangan yang turut bermain.       

Selain itu banyaknya praktik kartel pangan, turut menambah karut marut pengelolaan pangan. Budi Waseso menyatakan bahwa produk-produk pangan Bulog hanya menguasai pasar sebesar 6%. Sedangkan sisanya 94% dikuasai kartel.
  
Bisa dipastikan harga pangan dikendalikan oleh para kartel yang bisa menentukan harga seenaknya. Pedagang besar menentukan harga komoditas yang dijual ke konsumen dan menentukan harga berapa yang dibeli dari petani. Petani tak punya pilihan karena mereka tidak bisa menjual langsung ke konsumen. Jelas hal ini sangat merugikan masyarakt. Sebenarnya situasi ini sudah lama berlangsung, tetapi tidak ada upaya menghentikannya. Bahkan terkesan ada pembiaran.  

Jika dilihat problem tata kelola pangan ini bukanlah sekedar persoalan manajeman. Namun semua persoalan ini lahir dari paradigma dan konsep kebijakan yang keliru yaitu konsep neoliberal yang dijalankan saat ini.

Neoliberal telah menggeser peran negara sebagai pelayan rakyat. Alih-alih melayani rakyat dengan membagikan beras kepada rakyat secara gratis, malah beras dibiarkan bertumpuk dan dibuang dengan alasan regulasi. 

Impor massif namun kebutuhan pangan rakyat tetap tidak terpenuhi. Terlihat jelas kegagalan rezim ini dalam mengurusi hajat pangan rakyat serta gagal mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan karena neoliberal. Sampai kapanpun, peliknya problematika pangan tidak akan selesai jika konsep ini diterapkan. Bahkan kondisi yang lebih buruk akan mengancam apabila tidak dicari solusi yang tuntas dan shahih.

*Jaminan Pemenuhan Pangan Dalam Islam*
 
Islam menetapkan negara wajib memenuhi kebutuhan rakyatnya. Pemenuhan ini menjadi tanggung jawab negara yang tidak bisa dialihkan kepada pihak lain. Sebab negara memiliki dua peran sebagai pelayan dan pelindung bagi rakyat. Dalam hadis Rosulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ”Sesungguhnya seorang penguasa adalah pengurus (urusan rakyatnya), dan ia bertanggungjawab terhadap rakyat yang diurusnya”. (HR. Muslim dan Ahmad). 

Pangan merupakan kebutuhan primer rakyat. Maka negara sebagai pelayan umat, bertanggungjawab dalam memenuhinya dan tidak boleh diintervensi oleh negara lain. Terlebih mengurusi urusan umat merupakan makna dalam pandangan sistem politik Islam. Sehingga, merupakan hal mutlak bagi negara untuk mandiri dalam pemenuhan kebutuhan pangan rakyatnya individu per individu. Sebab menggantungkan pangan pada negara lain, bisa menjadi celah untuk menguasai kaum muslimin dan hal ini diharamkan. 

Untuk melindungi kepentingan warganya terkait pangan maka negara memastikan ketersediaan dan keterjangkauan pangan oleh rakyat. Salah satunya dilakukan dengan meningkatkan produksi. Maka negara akan memberikan kemudahan memperoleh bibit dan subsidi untuk petani, pengembangan teknologi pertanian, termasuk riset ataupun pelatihan bagi petani yang dilakukan sebagai upaya meningkatkan produktifitas pangan. 

Demikian halnya dalam mendistribusikan produk pangan, negara sebagai pelayan umat wajib memudahkan rakyat untuk memperolehnya. Negara harus memastikan keterjangkauan pangan oleh rakyat dengan menyediakan infrastruktur yang memadai. Pembangunan jalan, sarana transportasi, komunikasi, dsb, ditempuh untuk memudahkan akses rakyat terhadap pangan. Sehingga distribusi pangan tidak menumpuk disatu tempat namun bisa merata ke seluruh wilayah.

Negara juga akan mengawasi ketika arus permintaan dan penawaran tidak berjalan normal. Ini untuk menjaga agar distribusi dan harga tetap stabil. Menghilangkan penyebab distorsi pasar, seperti kartel, penimbunan, dsb termasuk menjaga keseimbangan permintaan dan penawaran akan dilakukan apabila harga tidak normal.  

Ketika negara memiliki visi yang jelas, hadir di tengah umat sebagai pelayan dan pelindung, bertanggungjawab terhadap rakyatnya, maka pemenuhan kebutuhan pokok rakyat akan terjamin. Kedaulatan pangan bisa diwujudkan. Pangan pun tersalurkan tepat sasaran. Tidak akan bertumpuk dan membusuk di gudang. Sebab negara hadir dan memastikan kebutuhan rakyatnya terpenuhi. Semua ini bisa terwujud hanya jika aturan Islam diterapkan secara keseluruhan. Wallahua’lam bishshawab[]

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak