Oleh : Lilik Yani
Pemerintah dinilai perlu melakukan audit medis terkait rekomendasi rujukan dokter kepada pasien untuk menurunkan defisit BPJS Kesehatan. Pasalnya, tindakan itu menjadi salah satu penyebab terjadinya defisit BPJS Kesehatan.
"Dua obral rujukan yang membuat BPJS Kesehatan kerap defisit adalah operasi caesar untuk ibu melahirkan dan pemasangan ring untuk pasien sakit jantung, " kata dokter Terawan, menteri kesehatan.
Terawan menyebut tagihan penanganan pasien sakit jantung mencapai Rp 10,5 triliun. Penanganan persalinan juga terlihat berlebihan dengan jumlah tagihan Rp 5 triliun.
"Banyak pelayanan berlebihan. Tidak sesuai dengan literatur yang ada. Kita akan degradasi. Mana pelayanan yang belum sesuai dengan pelayanan yang ada, kita naikkan," kata Terawan di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (21/11/2019)
Terawan menilai, dengan mengevaluasi pelayanan yang bisa diberikan melalui BPJS Kesehatan, beban yang selama ini ditanggung bisa dikurangi. Bahkan bisa berkurang hingga 50%.
Sepertinya pendapat pak Menteri Kesehatan itu bagus. Beliau akan turun langsung untuk mengevaluasi layanan rumah sakit kepada pasien BPJS Kesehatan. Jangan sampai ada dokter yang memberikan pelayanan berlebihan kepada pasien. Tapi apakah masalah bisa selesai semudah itu?
Karena dari pihak rumah sakit dan dokter yang melayani pasien juga akan membela diri. Mereka yang memeriksa pasien, akan tahu kondisi seperti apa yang harus melakukan pemasangan ring. Dokter yang berhadapan langsung dengan pasiennya, tentunya yang bisa memutuskan pasien perlu pemasangan ring atau tidak.
Perlu duduk bersama antara pihak BPJS Kesehatan yang defisit, Rumah Sakit dan dokter yang bertanggungjawab terhadap pasien, dan Menteri Kesehatan yang bertanggungjawab atas semua kondisi yang ada. Agar tidak ada saling curiga, ada keterbukaan data, dan tentunya mengutamakan kepentingan umat.
Orientasi semua yang dilakukan seharusnya untuk kesejahteraan umat. Pasien yang sakit berat mendapat pelayanan yang memadai. Pasien yang sakitnya tidak parah, bisa dilakukan terapi sesuai kebutuhannya, atau kalau bisa dilakukan pencegahan maka akan lebih baik, sehingga tidak memerlukan biaya pengobatan.
Dari sisi dokter yang kompeten mendiagnosa pasien, pastinya akan tahu apa yang dilakukan karena sudah disumpah dokter, untuk memperhatikan kepentingan pasien. Tidak sekedar mencari jalan pintas, supaya tidak ribet dipasang alat saja, atau dilakukan operasi saja. Karena ada paksaan dari pasien misalnya. Maka para dokter peduli umat akan paham amanah yang harus dipertanggungjawabkan nantinya.
Untuk pihak BPJS Kesehatan, betulkah sudah dievaluasi kinerja dalam wilayahnya sendiri? Sudahkah dana umat dikelola dengan optimal, untuk kepentingan umat, dikembalikan untuk kemaslahatan umat? Atau mungkin ada sebagian yang digunakan untuk kesejahteraan para pengelolanya? Karena sebenarnya sistem BPJS sendiri adalah salah. Karena berbasis riba dan asuransi yang dilarang oleh syariat Islam.
Sesuatu yang awalnya salah, mana mungkin bisa dikelola dengan benar? Sumber yang salah, dikelola dalam bentuk apapun tidak membawa berkah. Makanya tidak heran, jika bertubi-tubi masalah akan datang karena tidak sesui aturan Allah sang pemilik kehidupan.
Sedangkan bapak Menteri Kesehatan selaku pimpinan yang membawahi BPJS, Rumah Sakit, Dokter, umat peserta BPJS, maka akan dimintai pertanggungan semuanya. Menteri Kesehatan selaku pembantu Presiden, hendaknya bisa memberi masukan yang benar. Jika ada masalah di bidang bawahannya tadi, karena akar permasalahan yang melanggar hukum syara.
Seharusnya tanggung jawab kesehatan umat adalah negara. Bukan umat diwajibkan membayar iuran BPJS. Kemudian ketika BPJS mengalami defisit, negara mengadakan audit, dan ujung-ujungnya dengan mudah akan menaikkan iuran 100%. Pastinya itu kebijakan yang salah. Audit dan kenaikan iuran bukan solusi yang benar. Umat bukannya mendapat solusi justru jadi bencana jika iuran akan dinaikkan.
Bagaimana mungkin, kesehatan umat yang seharusnya menjadi tanggungjawab negara tapi dikembalikan kepada umat sendiri untuk menanggung masalahnya?
Negara bukan saja wajib memelihara kesehatan umat, tetapi juga keamanan, pendidikan, perekonomian, dan semua bidang lainnya itu menjadi tanggungjawab negara. Jika semua beban itu dialihkan kepada swasta berarti negara sengaja berlepas tangan terhadap seluruh kewajibannya. Termasuk juga dalam hal kesehatan umat.
Bagaimana umat akan sejahtera hidupnya, dan bisa beribadah nyaman, jika segala masalah hidupnya ditanggung sendiri. Termasuk masalah kesehatan ini, umat harus membayar iuran setiap bulannya. Apalagi adanya info kalau BPJS mengalami defisit, maka iuran akan dinaikkan. Maka umat semakin berat beban hidupnya. Umat semakin menderita.
Lantas kemana fungsi negara yang seharusnya meriayah umat? Masihkah umat percaya dan taat kepada kondisi sistem seperti ini?
Tidakkah umat ingin kembali pada sistem Islam yang bernama khilafah? Khilafah yang dulu sempat ada berabad-abad lamanya.
Sistem dimana negara sangat memperhatikan kebutuhan umat. Dalam bidang kesehatan disiapkan fasilitas Rumah Sakit terbaik, dokter dan para medis terbaik, peralatan kesehatan, pengobatan dan fasilitas penunjang serba terbaik. Semua diberikan gratis. Bahkan pasien akan mendapat uang saku, karena selama sakit tidak bisa belerja untuk mencukupi kebutuhan keluarga.
Itu hanya masalah kesehatan. Belum masalah pendidikan, perekonomian, pemerintahan dan semua bidang lainnya. Lantas, darimana khilafah mendapat dana?
Adanya sumber daya alam yang dikelola oleh negara secara amanah, bukan diserahkan asing apalagi dijual.
Makanya tidak heran, jika dana milik negara bisa mencukupi kebutuhan umat, sehingga umat akan sejahtera, bisa hidup aman, nyaman, dan bisa beribadah dengan tenang.
Siapa yang tidak rindu sistem yang sesuai aturan Allah itu kembali diterapkan?
Saatnya kita berjuang bersama menyampaikan kebenaran sesuai aturan Islam. Agar khilafah kembali memimpin dunia.
Wallahu a'lam bisshowab
Surabaya, 5 Desember 2019
Tags
Opini