Oleh: Irma Hidayati, S.Pd
Pegiat Dakwah
Kebijakan demi kebijakan digulirkan kepada masyarakat sebagai solusi mengentaskan kemiskinan yang kian parah. Salah satunya adalah pemberian Kartu Pra Kerja yang membutuhkan persyaratan-persyaratan untuk mendapatkannya. Lagi-lagi pemberian ini hanya dikhususkan bagi golongan tertentu saja, sarat akan kecurangan dan tebang pilih. Akankah menjadi solusi atau hanya tambal sulam?.
Dilansir oleh Tribunnews.com, Sabtu, 30/11/2019, bahwa ada kabar gembira untuk pasangan yang berencana menikah tahun depan, bisa dapat Kartu Pra Kerja bersaldo hingga Rp7,650 juta.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) berencana merealisasikan program Kartu Pra Kerja mulai bulan Maret 2020 mendatang. Kartu Pra Kerja ini nantinya akan dicetak secara digital. Saldo yang bisa didapat berkisar antara Rp3,650 juta hingga Rp7,650 juta.
Lalu siapa yang berhak mendapat Kartu Pra Kerja?
Dikutip dari Surya, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan ( Kemenko-PMK), Muhadjir Effendy ketika ditemui di Universitas Muhammadiyah Malang, Sabtu 30 November 2019, memberi penjelasan.
Kartu Pra Kerja dibagikan kepada para pengantin baru yang masuk dalam kategori miskin. Jika lulus dalam pelatihan pra menikah dan mendapatkan sertifikat menikah maka bisa mendapatkan Kartu Pra Kerja.
Bagaimana nasib keluarga miskin yang notabene sudah mempunyai anggota keluarga? Juga para pengangguran yang sulit mendapatkan pekerjaan? Ataupun para karyawan yang kena PHK?
Solusi pemberian Kartu Pra Kerja hanya tambal sulam, belum mampu mengentaskan kemiskinan di semua lini masyarakat di negeri ini. Kalaupun keluarga baru mendapatkan uang jutaan, namun masih dihadapkan dengan tingginya harga sembako, pungutan pajak dan iuran BPJS. Keadaan ini belum bisa menjadikan keluarga itu bahagia dan masa depan ekonominya akan aman.
Untuk mengatasi kemiskinan yang terstruktur dan merata haruslah menggunakan solusi yang mendasar. Sistem Ekonomi Neoliberalisme yang dianut pemerintah adalah penyebab dari kemiskinan ini. Di sisi lain, sistem Islam sudah memberikan solusinya secara komprehensif.
Dalam Islam, kemiskinan dianggap kemunduran dan merupakan permasalahan yang harus diselesaikan. Definisi kemiskinan menurut Islam adalah tidak terpenuhinya kebutuhan dasar individu per individu. Yaitu kebutuhan sandang, pangan, papan, dan pendidikan, serta kesehatan. Memahami definisi ini perlu supaya kita mampu memecahkan problematika sesuai dengan akar masalahnya. Dalam hal ini dibutuhkan upaya komprehensif yang diupayakan oleh negara dengan melibatkan individu-individu masyarakat.
Islam telah menjadikan pemenuhan kebutuhan dasar adalah wajib. Negara mendorong tiap kepala keluarga untuk bekerja dalam rangka terpenuhinya kebutuhan dasar bagi anggota keluarga yang menjadi tanggungannya. Negara juga membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya bagi laki-laki usia produktif. Bagi warga negara yang masih terhalang dalam pemenuhan kebutuhannya, antara lain karena belum mencukupi, mengalami kecacatan, janda, dan lansia, maka negara memiliki mekanisme tertentu untuk mereka. Yaitu menjadikan ini sebagai tanggungan kerabat dekat yang mampu untuk menafkahinya. Negara wajib mencarikan kerabat dekat yang mampu memberikan bantuan. Kemudian jika tidak punya kerabat yang mampu maka mereka menjadi tanggungan negara yang diambilkan dari pos zakat di Baitul Mal. Jika pada saat itu kondisi keuangan tidak mencukupi maka akan dicarikan dari pos yang lain. Negara juga diperkenankan untuk menarik pajak jika kondisi keuangan negara genting. Dengan mekanisme dan tata cara tertentu, untuk menutupi kebutuhan ekonomi negara. Pajak diambil dari warga negara yang dianggap layak untuk dikenakan pajak. Dalam jangka waktu tertentu, atau dengan kata lain tidak terus-menerus. Hingga kondisi keuangan negara stabil dengan tetap berupaya memaksimalkan pemasukan negara dari pos-pos yang seharusnya selain pajak.
Begitulah mekanisme pengentasan kemiskinan dalam sistem Islam. Negara berperan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar seluruh warganya. Sudah saatnya kita tinggalkan sistem Neoliberalisme untuk beralih kepada sistem Islam yang mampu menyejahterakan seluruh warganya tanpa pengecualian dan tebang pilih.
Wallahu A'lam bish Showab