Oleh: Nor Aniyah, S.Pd*
Di Banjarmasin kini sudah ada 7 anak yang mengalami gangguan kejiwaan dampak dari kecanduan gadget dan kini menjalani perawatan di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Sambang Lihum. Kenyataan ini mendapat perhatian Wali Kota Banjarmasin. Beliau pun mengimbau orangtua untuk mengetahui batasan anak dalam memanfaatkan gadget. “Kita mengimbau kepada orang tua untuk tidak melepas anak dengan teknologi begitu saja,” ujarnya (apahabar.com, 19/10/2019).
Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Sambang Lihum menerima tujuh anak penderita gangguan jiwa ketagihan Gadget, oleh sebab itu pihak Rumah Sakit membunyikan alarm waspada dampak negatifnya. Memiliki ciri-ciri ketika anak-anak bermain game sekitar 8 sampai 10 jam per hari atau 30 jam per minggu. Jika anak tidak memiliki kesempatan bermain atau mencoba berhenti bermain mereka akan menjadi tersinggung, mengamuk, dan marah. Mereka biasanya menunda makan dan menunda tidur dalam waktu yang cukup lama, mengabaikan kewajiban di rumah, keluarga pekerjaan dan sekolah. Ini merupakan gangguan perilaku akibat seseorang terus-menerus ingin bermain game sehingga menyebabkan masalah psikososial (klikkalsel.com, 19/10/2019).
Selama 2019 Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Sambang Lihum ternyata sudah menangani tujuh anak dan remaja yang mengalami gangguan jiwa akibat kecanduan gawai. Jumlah tersebut meningkat dari tahun sebelumnya, karena berdasarkan data RSJ pada 2018 hanya ada lima orang dengan masalah kejiwaan (ODMK) pecandu gadget. Spesialis Kedokteran Jiwa RSJ Sambang Lihum menjelaskan, perubahan perilaku, pasien yang kecanduan ponsel tersebut sering mengamuk dan berhalusinasi mengikuti gaya-gaya karakter yang ada di game gadget yang sering dimainkannya. Pecandu gatged yang mereka tangani selama ini usianya semuanya baru belasan tahun. Yakni, dari 13 tahun sampai 17 tahun. Kebanyakan berasal dari Banjarmasin, Banjarbaru dan Tanah Laut (kalsel.prokal.co, 18/10/2019).
Gawai telah menjadi bagian hidup zaman milenial. Anak-anak pun sudah tak asing lagi dengan gawai. Bahkan banyak yang akhirnya kecanduan, hingga berpengaruh pada perilakunya. Alhasil, RSJ Sambang Lihum pun menampung pasien anak akibat kecanduan gawai akut. Jika generasi muda rentan mengalami kerusakan moral akibat terpapar gawai, lalu siapa yang harus bertanggungjawab? Keluarga, masyarakat atau negara?
Begitu mudahnya terpapar konten negatif yang menimbulkan dampak buruk pada pemikiran dan kepribadian anak. Malas belajar, malas bergerak dan beraktivitas di luar bersama teman. Enggan bersosial. Sampai mempengaruhi emosional dan kejiwaan pada anak. Bahkan ada yang gila gara-gara kecanduan gawai ini. Miris sekali!
Inilah buah dari diterapkannya sistem kehidupan berdasarkan Kapitalisme neo liberal. Budaya dari asing massif merasuki. Sebab, tujuan Kapitalis adalah untuk kepentingan bisnis. Media pun dikuasai para pemilik modal. Demi memperoleh keuntungan banyak, tanpa memandang konten negatif yang membahayakan generasi dan masyarakat.
Selain itu, serangan budaya asing dari luar juga dapat melemahkan dan melemahkan generasi Muslim. Lewat fun, food dan fashion, kehidupan yang liberal telah memanjakan generasi muda milenial kini. Untuk kemudian tanpa sadar peradaban yang rusak dinikmati oleh anak-anak di tengah keluarga Muslim negeri ini. Lewat layar ponsel yang ada di tangan mereka.
Sebenarnya, gawai merupakan produk madaniyah yang tak terkait ideologi. Namun penting bagi negara memiliki aturan yang tegas berkaitan dengan pengunaannya. Agar terjaga akidah umat, terpelihara akhlaknya, dan juga terkontrol nalurinya hingga terlahir generasi yang siap menopang peradaban Islam. Jadi, harus ada sinergisitas yang kuat antara keluarga, masyarakat dan negara untuk menjaga agar generasi muda muslim tak terpapar buruknya gawai.
Sistem yang diaplikasikan negara menentukan baik buruknya masyarakat. Islam dengan seperangkat aturan yang paripurna, telah memberikan tuntunan dalam menjalani kehidupan dan menyelesaikan seluruh permasalahan dalam hidup manusia. Islam hadir dalam segala aspek seperti pendidikan, pemerintahan, politik, hukum, sosial, budaya dan cara membangun peradaban yang mulia. Maka, tak heran ketika sistem Islam diterapkan pada zamannya, berhasil membawa umat manusia pada kegemilangan luar biasa.
Penguasa harus bertanggungjawab, memberikan filter yang layak tayang di media cetak, elektronik maupun media sosial. Bila dibiarkan saja tidak ada saringan. Bisa berbahaya bagi pemikiran generasi. Kebanjiran hal yang tidak bermanfaat dan cenderung merusak otak.
Media berfungsi untuk membangun masyarakat Islami yang kokoh. Media islam menjadi sarana menjelaskan semua tuntunan hidup baik berdasar syari’at, beberapa nilai dan panduan bersikap hingga peningkatan kualitas hidup dengan pemanfaatan iptek. Di samping itu, juga menjadi sarana informasi, edukasi dan persuasi serta hak berekspresi publik dalam rangka amar ma’ruf nahi munkar dan muhasabah lil hukam. Oleh karena itu, pengaturan media dalam Islam akan mampu mewujudkan masyarakat cerdas karena memiliki tuntunan yang jelas dalam semua urusan hidupnya, juga peduli karena adanya budaya kritis terhadap lingkungan dan berani menasehati penguasa.
Negara harus melarang semua konten media yang merusak, dalam buku, majalah, surat kabar, media elektronik dan virtual. Sebagai perisai umat, Khalifah berkewajiban menutup semua pintu-pintu kemaksiatan. Pasal 15 RUU Daulah Khilafah: Segala sesuatu yang menghantarkan pada yang haram hukumnya adalah haram. Jika hanya dikhawatirkan maka tidak diharamkan. (Syekh Taqiyyuddin an Nabhani, Muqadimah ad dustur, hal. 88).
Alat digunakan untuk memudahkan manusia menjalankan misi di dunia, meraih keridhoan Allah SWT. Dengan teknologi yang dilandasi iman kaum muslim akan mendapatkan kemaslahatan dan memudahkan menjalani hidup. Jadikan segala sesuatu yang ada sebagai sarana dalam kebaikan, termasuk penggunaan teknologi dan gawai.[]
*) Pemerhati Masalah Sosial dan Generasi.