Oleh :
Ratna Kurniawati
Teror pelemparan sperma telah meresahkan warga Tasikmalaya. Entah apa motif dari pria asal Tasikmalaya, Jawa barat. Ulahnya yang tak pantas melakukan pelecehan seksual dengan melemparkan sperma kini menjadi viral. Bahkan, tindakan asusila ini berani di lakukan di tempat umum.
LR, merupakan salah satu korban perbuatan tak senonoh pelaku mengatakan, kejadian yang menimpa dirinya berlangsung di Jalan Letjen Mashudi, Rabu (13/11/2019) lalu, saat ia tengah menunggu angkutan ojek online. Saat itu, korban dihampiri pelaku menggunakan sepeda motor matik berwarna hitam dengan nomor polisi Z 5013 LB. "Awalnya pelaku mengeluarkan kata-kata tak pantas dan menatap wajah saya," ujar dia. Kemudian pelaku memasukan tangannya ke dalam celana milik pelaku, tepat di bagian kemaluan, hingga sesaat kemudian melempar cairan yang diduga sperma ke arah korban.
Kejadian serupa juga pernah di alami oleh ND, warga kecamatan Mangkubumi, Tasikmalaya yang menjadi korban saat melintas di sekitar Jalan Panyerutan, Kota Tasikmalaya. Pelaku menyipratkan cairan yang tidak lain adalah sperma ke arah wajah korban dan langsung kabur, padahal di sana banyak orang. Saat ini kasus penyemprotan sperma ini sedang ditangani pihak Satreskrim Polresta Tasikmalaya.
Fakta-fakta ini sebenarnya bukan hal yang baru dalam kasus pelecehan seksual. Bahkan ini menambah daftar kasus-kasus sebelumnya yang bisa jadi ini merupakan fenomena gunung es. Maraknya kasus kekerasan seksual disebabkan oleh makin bebasnya interaksi laki-laki dan perempuan. Aurat bertebaran dimana-mana, pornografi merajalela, pacaran yang makin mengkhawatirkan, provokasi hidup bebas dari media, serta aturan yang sangat longgar terkait zina. Begitu banyak godaan syahwat di sekitar kita. Sehingga mendorong pelampiasan nafsu seketika. Bagi yang tak kuat iman, dilampiaskan dengan segala cara. Perempuan menjadi korban buruknya sistem pergaulan di masyarakat.
Interaksi laki-laki dan perempuan yang demikian bebas terjadi seiring dengan ekspor gaya hidup bebas ala barat ke negeri-negeri muslim. Budaya malu sebagai bagian dari iman seorang muslim telah terkikis hingga tipis. Muslimah tak malu menampakkan keelokannya. Laki-laki muslim tak malu menikmati aurat selain istrinya. Budaya malu diganti budaya eksis. Aurat ditampakkan, demi eksis. Bahkan ketiak yang seharusnya disembunyikan pun kini tak malu untuk dipamerkan. Tak hanya pada satu dua orang, tapi pada seluruh dunia melalui media sosial. Selama kebebasan masih menjadi ruh pergaulan di tengah masyarakat, selama itu pula kekerasan seksual terus terjadi. Angkanya diprediksi makin meningkat di tahun-tahun mendatang.
Kalau kita lihat memang masalah ini tidak berdiri dengan sendirinya, sehingga dibutuhkan peran dari semua pihak untuk menyelesaikannya, baik dari individu, masyarakat maupun para penegak hukumnya. Masalah ini bisa dicegah atau diminimalisir,dengan mengetahui akar permasalahannya. Kalau kita lihat, maraknya kasus seperti ini bisa jadi karena Pertama,ringannya sanksi hukum bagi pelaku kejahatan ini,sehingga tidak menjadikan jera pelakunya. Kedua,lemahnya penegakan hukum atau supremasi hukum. Ketiga, tidak adanya social control.
Ketika tiga faktor ini bermasalah maka yang terjadi adalah terwujudnya iklim yang kondusif bagi para pelaku kejahatan seksual.Dan itu saat ini yang kita rasakan pada masyarakat kita.
Islam mempunyai cara yang khas untuk mengatasi masalah seperti ini. Islam menganggap pelecehan seksual adalah sebuah kejahatan dan termasuk perbuatan-perbuatan tercela (al-qabih). Setiap kejahatan baginya adalah dosa yang harus di beri sanksi baik di dunia maupun di akhirat. Kejahatan sendiri bukan berasal dari fitrah manusia. Kejahatan bukan pula semacam “profesi”yang diusahakan oleh manusia. Kejahatan bukan juga ‘penyakit’ yang menimpa manusia. Kejahatan (jarimah) adalah tindakan melanggar aturan yang mengatur perbuatan-perbuatan manusia dalam hubungannya dengan Rabbnya , dengan dirinya sendiri, dan hubungannya dengan manusia lain (muammalah).
Allah SWT. telah menciptakan manusia lengkap dengan potensi kehidupannya, yaitu meliputi naluri-naluri dan kebutuhan jasmani.Sehingga pada dasarnya manusia melakukan perbuatan itu dalam rangka pemenuhan terhadap potensi kehidupannya. Dan pemenuhan potensi itu dipengaruhi oleh rangsangan baik dari dalam maupun luar manusia. Itulah sebabnya kejahatan itu terjadi bukan sekedar karena niat pelakunya tetapi juga karena adanya kesempatan. Sehingga mengatasi kejahatan ini sebenarnya adalah bagaimana memikirkan supaya manusia tidak memiliki niat untuk melakukan kejahatan dan menciptakan iklim yang tidak memberikan kesempatan manusia untuk melakukan kejahatan. Untuk itulah kenapa tadi disampaikan perlunya kerjasama semua pihak untuk menyelesaikannya,baik dari individu, masyarakat dan negara. Individunya dibekali dengan keimanan dan ketaqwaan. Sehingga dengan keimanan dan ketaqwaan individu ini,tidak akan ada niat atau keinginan untuk melakukan kejahatan.
Perempuan terjaga dengan sistem Islam
Sejarah pernah mencatat bahwa kaum perempuan pernah merasakan indahnya hidup dilingkupi rasa aman. Saat itu, ketika satu muslimah diganggu oleh orang usil, penguasa akan mengirimkan sejumlah besar tentara untuk melindunginya. Inilah kehidupan di dalam sistem khilafah Islam. Dalam sistem khilafah Islam, perempuan wajib menutup aurat dan lelaki harus menundukkan pandangan. Kehidupan keduanya terpisah sehingga hanya berinteraksi jika ada keperluan yang dibenarkan agama.
Khilafah mendorong para lajang yang telah siap untuk menikah, para suami boleh berpoligami dan para lajang yang belum siap menikah diarahkan berpuasa. Sehingga nafsu seksual terkelola dengan baik, tidak diumbar pemenuhannya pada yang haram. Dalam khilafah praktik prostitusi dihapuskan. Baik yang terang-terangan maupun yang temaram. Pornografi dan pornoaksi dilarang. Hasilnya adalah perempuan di masa khilafah sangatlah terjaga kehormatannya.
Ada sebuah kisah nyata yang menggambarkan terhormatnya perempuan dalam sistem khilafah. Pada masa Khalifah al-Mu’tashim Billah, seorang perempuan menjerit di negeri Amuria karena dianiaya dan dia memanggil nama Al-Mu’tashim, jeritannya didengar dan diperhatikan. Dengan serta-merta Khalifah al-Mu’tashim mengirim surat untuk Raja Amuria “…Dari Al Mu’tashim Billah kepada Raja Amuria. Lepaskan wanita itu atau kamu akan berhadapan dengan pasukan yang kepalanya sudah di tempatmu sedang ekornya masih di negeriku. Mereka mencintai mati syahid seperti kalian menyukai khamar…!”Singgasana Raja Amuria bergetar ketika membaca surat itu. Lalu perempuan itu pun segera dibebaskan. Kemudian Amuria ditaklukan oleh tentara kaum Muslim.
Demikian berharganya kehormatan seorang perempuan dalam khilafah Islam. Hal ini sangatlah kontras dengan nasib perempuan sekarang di era kapitalisme. Perempuan diposisikan sebagai produk yang bernilai jual tinggi. Wajahnya, rambutnya, kulitnya, tubuhnya dan bahkan kesuciannya semua dinilai dengan materi atau uang. Kecantikan perempuan diekspos habis-habisan. Namun, saat kekerasan seksual terjadi, perempuanlah yang menjadi korban. Merasakan nestapa berkepanjangan karena tercerabutnya kehormatan dan kemuliaan. Saatnya bangkit dan mewujudkan solusi, sang penjaga kehormatan perempuan yaitu khilafah. Wallahu alam.
Tags
Opini