Oleh: Eqhalifha Murad
(Aktivis dan pemerhati sosial, istri dari seorang Sarjana Pertambangan)
Dari Abdullah bin Umar, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Berikan kepada seorang pekerja upahnya sebelum kering keringatnya." (HR. Ibnu Majah). Sepertinya hal ini akan sulit terlaksana sepenuhnya, jangankan membayar gaji pekerja sebelum keringatnya kering, sesudah keringpun sepertinya akan cukup sulit bahkan tertunda, mengingat semakin sedikitnya orang yang amanah di zaman penuh fitnah ini.
Seperti yang dilansir Banjarmasinpost.co.id 3/11/2019 mengenai pengumuman resmi Upah Minimum Provinsi (UMP) Kalimantan Selatan (Kalsel) untuk tahun 2020 mendatang, berdasarkan SK Gubernur Sahbirin Noor nomer 188.44/ 0868/ KUM/ 2019, ditetapkan sebesar Rp2.887.488,59 dinilai memberatkan pengusaha di daerah ini karena tergolong tinggi atau larang (mahal, bahasa Banjar).
Hal ini dibenarkan oleh Ketua DPD Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Kalsel H. Supriyadi. Beliau menyatakan kenaikan UMP cukup besar bagi pengusaha, apalagi dengan kondisi ekonomi yang sedang tidak stabil ditambah dengan turunnya harga jual ekspor komoditi dari Kalsel seperti hasil tambang dan perkebunan. Sehingga kedua sektor ini mengalami kelesuan.
Sementara itu Kabid Pembinaan & Pengawasan Ketenagakerjaan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kalsel Puguh P menjelaskan, jika ada perusahaan yang belum menerapkan sesuai UMP maka bisa mengadukan persoalan ke Disnakertrans, karena termasuk kedalam ranah pidana bukan perdata lg. (Kalsel.prokal.co 4/11/2019).
Puguh juga menambahkan perusahaan bisa saja menunda menerapkan UMP tapi dengan syarat harus siap diaudit. Dan setelah selesai tetap membayarkan UMP yang tertunda sesuai yang telah ditentukan. Itu artinya upah pegawai dibayarkan setelah kering keringatnya. Adapun bagi perusahaan nakal akan dikenakan sangsi denda Rp100- 400 juta. (Kumparan.com 1/11/2019).
Akhirnya pengusaha kecil harus bersaing dengan perusahaan yang bermodal besar. Akan tetapi perusahaan besar ini juga lebih senang mempekerjakan karyawan tamatan SMK dibanding lulusan Sarjana, karna gajinya bisa lebih murah.Masalah lain juga akan timbul, kenaikan UMP yang rata- rata naik hampir 9 persen pertahun akan menurunkan daya saing Indonesia dibanding beberapa negara di ASEAN. Dimana Indonesia merupakan negara yang kenaikan UMP nya terbesar disusul Myanmar dan Philiphina.
Bandingkan dengan negara tetangga terdekat yakni Malaysia, kenaikan UMP rata- rata hanya 3,23 persen. Maka tidak mengherankan banyak pengusaha berkurang minatnya untuk berinvestasi di Indonesia dan lebih memilih peluang usaha di luar negri. Pekerja pun ikut hengkang keluar negri seperti Malaysia dan lain-lain.
Karena posisi kenaikan rata-rata UMP Malaysia yang tidak terlalu signifikan, perusahaan disana akan lebih mampu membayar gaji pekerja dari Indonesia, bahkan mungkin bisa lebih murah dari standar rata-rata gaji pekerja Malaysia. Tapi tetap lebih tinggi dibandingkan jika mereka bekerja di Indonesia.
Ironisnya justru di Indonesia tenaga kerja asing dibayar lebih tinggi dari pekerja Indonesia. Maka tidak aneh lagi jika banyak anak negri ini yang mengadu untung ke negeri tetangga demi mencari jati diri dan sesuap nasi. Selain itu serendah-rendahnya upah bekerja di luar negeri lebih rendah upah bekerja di Indonesia.
Fenomena seperti ini adalah hal yang biasa dalam dunia kapitalis. Karna sejatinya watak kapitalis adalah siapa yang bermodal besar dialah yang akan menjadi pemenang. Tidak demikian jadinya jika yang diterapkan adalah Sistem Ekonomi Islam. Karena Sistem Ekonomi Kapitalis yang diterapkan dunia saat ini termasuk Indonesia, sangatlah menafikan peran negara sebagai pengelola. Negara akhirnya hanya menjadi regulator.
Sedangkan pengusaha bermodal besar/ kapitalis adalah penguasa yang sebenarnya. Mereka menguasai harta milik umat yang seharusnya dikelola penuh oleh negara dengan pundi-pundi raksasa mereka yang jaringannya tersebar di berbagai penjuru dunia, siap menghisap habis sumber daya alamnya.
Islam mengajarkan bahwa pemimpin bertanggungjawab dan menjamin kesejahteraan rakyatnya, baik pengusaha maupun pekerjanya. Sehingga tidak terjadi perselisihan atau ketidakcocokan antara majikan dan bawahan. Dalam Sistem Ekonomi Islam negara menjamin kebutuhan pokok rakyatnya secara menyeluruh, individu per individu, yakni sandang, pangan dan papan.
Sehingga dalam memberikan upah/gaji tidak perlu lagi dengan standar kebutuhan pokok. Akan tetapi sesuai akad yang disepakati antara majikan dan pekerja yakni sesuai dengan keahlian atau disiplin ilmu pekerja, serta berdasarkan besarnya tenaga, waktu dan jarak tempuh yang diperlukan dalam bekerja.
Negara tidak boleh menetapkan batas minimum upah, karena itu adalah hak pekerja dan yang mempekerjakan, atas dasar keikhlasan kedua belah pihak sesuai akad di awal. Negara juga akan mengatur pekerjaan apa saja yang boleh atau yang tidak boleh dilakukan, tampak jelas mana haram dan yang tidak, serta memberi sanksi bagi siapa saja yang menyalahi akad.
Negara dalam Islam menjamin setiap kebutuhan rakyat termasuk pekerja, karena Islam mempunyai sistem aturan yang khas. Di mana selain kebutuhan pokok, negara juga memastikan agar sektor pendidikan, kesehatan juga keamanan dinikmati oleh rakyat dengan cuma-cuma. Masalah pangan yang selalu mengalami lonjakan harga akan diredam dengan cara mengaktifkan sektor distribusi barang yang menjadi biang keladi sulitnya rakyat memperoleh harga pangan yang murah, karena adanya praktek penimbunan bahan pangan. Jika sudah demikian, apa masih diperlukan lagi aturan UMP?
Sungguh dunia dan peradaban sekarang ini sangat membutuhkan Islam kembali sebagai sistem dalam kehidupan, sehingga keadilan dan kesejahteraan per individu akan terpenuhi. Dan akhirnya hilanglah fenomena putra daerah atau anak bangsa yang harus bekerja jauh-jauh ke luar negri karena tidak puas dengan upah yang diterima di negri sendiri.
Padahal faktanya negeri sendiri lebih kaya dengan Sumber Daya Alam (SDA) nya. Dan semua itu sudah lebih dari cukup untuk menjadi modal menyejahterakan seluruh rakyat asalkan dikelola dengan cara yang sudah diberi petunjuk melalui Syari'ah Yang Maha Menciptakan Alam ini. Biidznillah.