Ulama Nusantara Bicara Khilafah




Oleh: Ummu Zulfa

Bertubi-tubi fitnah dan klaim omong kosong untuk menyudutkan salah satu ajaran Islam yaitu khilafah. Belum lama ini, menkopolhukam Mahfud MD dalam sambutannya diacara Dialog Kebangsaan Korps Alumni HMI (KAHMI) di Kalimantan Barat 26 Oktober lalu menyatakan bahwa tidak ada yang namanya sistem khilafah dalam Islam, yang ada adalah prinsip khilafah dan itu tertuang dalam al-qur’an (tempo.co).
Meski masih ada segelintir orang yang pesimis terhadap upaya pelaksanaan syariat di dalam bingkai negara khilafah islam, namun Rasulullah saw menyatakan bahwa terwujudnya kembali negara khilafah yang mengikuti manhaj nabi untuk yang kedua kalinya, merupakan perkara yang pasti. Sabda Rasulullah saw : “Akan datang kepada kalian masa kenabian, dan atas kehendak Allah masa itu akan datang. Kemudian Allah akan menghapusnya, jika Ia berkehendak menghapusnya. Setelah itu akan datang masa kekhilafahan ‘ala minhaaj al-Nubuwwah dan atas kehendak Allah masa iu akan datang. Lalu Allah menghapusnya jika Ia berkehendak menghapusnya. Setelah itu, akan datang kepada kalian masa raja yang menggigit (raja yang dzalim), dan atas kehendak Allah masa itu akan datang. Lalu, Allah menghapusya, jika Ia berkehendak menghapusnya. Setelah itu, akan datang masa raja diktator (pemaksa) dan atas kehendak Allah masa itu akan datang, lalu Allah akan menghapusnya jika berkehendak menghapusnya. Kemudian datanglah masa khilafah ‘ala minhaaj al-nubuwwah (khilafah yang berjalan di atas kenabian). Setelah itu, Beliau diam.” (HR. Imam Ahmad)
Ada begitu banyak jejak khilafah di dalam karya-karya ulama nusantara. Pembahasan tentang khilafah tidak hanya dibahas di dalam kitab fikih, tetapi juga dibahas di dalam kitab-kitab akidah, juga tafsir alqur’an. Karena khilafah merupakan ajaran Islam.
Salah satunya adalah karya ulama nusantara, Sulaiman Rasyid. Beliau penulis buku fikih Islam yang merupakan salah satu buku wajib pada sekolah menengah dan perguruan tinggi Islam di Indonesia dan Malaysia. 
Sulaiman Rasjid bin Lasa, nama aslinya, lahir di Liwa-Lampung Barat pada tahun 1896. Ia memperoleh pendidikan agama dari perguruan Tawalib, Padang Panjang, Sumatera Barat. Sebelumnya ia belajar pada Buya Kyai H Abbas di Padang Japang. Pada tahun 1926 ia belajar di sekolah guru Mualimin, Mesir, kemudian melanjutkan ke Universitas Al-Azhar di Kairo, Mesir, Jurusan Takhassus Fiqh, dan selesai tahun 1935.
Beliau pernah ditunjuk menjadi Ketua Panitia Penyelidik Hukum-hukum Agama di Lampung, menjadi Pegawai Tinggi Agama pada kantor Syambu, Kepala Jawatan Agama RI Jakarta, Staf Ahli pada Kementrian Agama RI dan sebagai asisten dosen di Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTIAIN) Jakarta, guru besar mata kuliah ilmu fikih, Rektor mata kuliah ilmu fikih di IAIN Jakarta, dan menjelang masa pensuin, ia sempat menjabat Rektor IAIN Lampung.
Buku fikih dengan tebal 500 halaman ini ditulis pada tahun 1954 dan diterbitkan oleh penerbit di Bandung, sejak 1994 hingga tahun 2009 telah dicetak sebanyak 44 kali, dan masuk sebagai bahan ajar dalam kurikulum sekolah menengah.Buku fikih ini pembahasannya cukup lengkap dan komprehensif. Buku ini mengupas persoalan fikih mulai dari ibadah, muamalah, faraid, nikah, hudud, jinayat, jihad, hingga khilafah. Ketika membahas hukum membentuk khilafah, ia mengatakan : “Kaum Muslimin (ijma’ yang mu’tabar) telah bersepakat bahwa hukum mendirikan khilafah itu adalah fardu kifayah atas semua kaum Muslimin.”
Dalil yang dijadikan sandaran adalah : (1) Ijma sahabat ketika mendahulukan permusyawarahan tentang khilafah daripada urusan jenazah Rasulullah saw; (2) Tidak mungkin dapat menyempurnakan kewajiban – misalnya membela agama, menjaga keamanan, dan sebagainya – selain dengan adanya khilafah; (3) janji Allah bahwa kaum Muslimin akan menjadi khalifah di muka bumi (QS an-Nur : 55).
Pendapat Sulaiman Rasjid semakin menegaskan bahwa khilafah adalah ajaran Islam, dan bukan merupakan pendapat yang asing.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak