Tuduhan Radikalisme, Upaya Pembungkaman Suara Umat





Oleh: Ummu Salman 
(Ibu Rumah Tangga, Komunitas Muslimah Peduli Negeri)

Satu persatu, nama menteri yang dipanggil Jokowi berdiri. Nama lainnya adalah Tito Karnavian Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kummolo Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Mahfud MD Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Prabowo Subianto Menteri Pertahanan. Jika melihat kelima formasi menteri itu, terlihat sinyal pemerintah lima tahun ke depan berfokus pada persoalan melawan radikalisme di Indonesia. Fachrul Razi, usai pelantikan kabinet Indonesia Maju mengatakan bahwa ia sedang menyusun upaya-upaya menangkal radikalisme di Indonesia. Ia mengakui Presiden memilihnya karena dianggap mempunyai terobosan menghadapi radikalisme. (tirto.id,25/10/2019)
Upaya membungkam Suara Kritis Umat
Narasi pemberantasan radikalisme semakin menguat pasca rezim naik tahta untuk kedua kalinya. Kalimat pertama yang keluar dari presiden Jokowi adalah akan memberantas radikalisme. Ini membuktikan bahwa fokus pemerintahan Jokowi ke depan adalah tentang bagaimana melakukan upaya-upaya untuk memberantas radikalisme, yang artinya proyek deradikalisasi akan terus dijalankan. 
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa jika kata radikalisme disebut, maka dipastikan umat Islamlah yang menjadi bidikan dari isu tersebut. Pada faktanya tindakan yang sudah jelas radikal dan intoleran seperti yang dilakukan oleh OPM di wamena, tak pernah dipermasalahkan oleh pemerintah, bahkan menyebut bahwa aksi tersebut sebagai aksi radikal pun tidak dilakukan oleh pemerintah. Sebaliknya hal yang sama tidak berlaku bagi umat Islam, sehingga tuduhan bahwa radikalisme ini menyasar umat Islam tentu tidak berlebihan.
Begitu juga dengan upaya pembungkaman umat Islam yang kritis terhadap berbagai kebijakan pemerintah, tak luput dari upaya deradikalisasi. Proyek deradikalisasi tak hanya membungkam sikap kritis, bahkan lebih dari itu juga menyerang ajaran Islam tentang wajibnya muhasabah/menasehati pemimpin. 
Ajaran Islam lain yang juga diserang adalah Khilafah. Khilafah dituduh sebagai sesuatu yang akan menghancurkan bangsa ini. Kalimat seperti "jangan suriahkan Indonesia" terus disuarakan, yang dengan kalimat tersebut ingin dibangun opini, bahwa sesungguhnya suriah hancur karena Khilafah, maka jika tidak menghendaki Indonesia hancur sebagaimana suriah, maka tolaklah ide khilafah. Tentu ini adalah fitnah besar yang dibuat-buat, karena mengabaikan apa yang sesungguhnya terjadi di suriah, dimana akibat kepemimpinan zholim seorang bashar al asad, masyarakat suriah kemudian melakukan protes/kritik. Namun suara kritis dari rakyatnya ini dibalas oleh asad dengan melakukan pembunuhan kepada rakyatnya.
Sikap kritis umat Islam adalah bagian dari kewajiban dan merupakan perintah syara'.  Maka ketika umat Islam kritis jelas sandarannya adalah syara', bukan karena sistem demokrasi dan liberalisme yang menjamin kebebasan menyampaikan berbagai pendapat, sekalipun pendapat tersebut pendapat yang salah dan menyimpang. Karena sejatinya sistem Islam dan sistem demokrasi adalah dua hal yang berbeda sekaligus tak bisa menyatu karena adanya perbedaan yang besar diantara kedua sistem tersebut.
Muhasabah Adalah Kewajiban
Dalam Islam, muhasabah adalah kewajiban. Muhasabah dilakukan untuk mengontrol dan mengoreksi tugas-tugas dan kebijakan-kebijakan para penguasa. Allah SWT telah mewajibkan kaum muslim untuk melakukan muhasabah al hukkam (mengontrol dan mengoreksi para pejabat pemerintahan). Perintah Allah tersebut merupakan perintah yang bersifat tegas, yaitu untuk melakukan muhasabah terhadap para penguasa dan mengubah perilaku mereka jika mereka melanggar hak-hak rakyat, melalaikan kewajiban-kewajibannya terhadap rakyat, mengabaikan salah satu urusan rakyat, menyalahi hukum-hukum Islam, atau memutuskan hukum dengan selain wahyu yang telah Allah turunkan.
Pernah di masa kekhilafahan Umar Bin Khattab, seorang wanita telah mengingkari Umar atas larangan beliau agar orang-orang tidak menetapkan mahar lebih dari 400 dirham. Wanita itu berkata: "wahai Umar, engkau tidak berhak menetapkan demikian. Bukankah engkau telah mendengar firman Allah: 
وَآتَيْتُمْ إِحْدَاهُنَّ قِنْطَارًا فَلَا تَأْخُذُوا مِنْهُ شَيْئًا ۚ 
"sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang sedikitpun" (TQS An Nisaa':20)
Umar lalu berkata,"wanita itu benar dan Umar yang salah"
Dari Abi Ruqiyah Tamim bin Aus Ad-Daari ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Agama adalah nasehat." Kami bertanya, "Liman ya Rasulullah?" Beliau menjawab, "Milik Allah, kitabnya, rasul-Nya, para pemimpin umat Islam dan masyarakat Islam umumnya." (HR Muslim)
Syeikh Shalih bin Abdil Aziz Alu Syeikh dalam kitab syarahnya atas kitab Arba’in An-Nawawiyah telah menjelaskan tentang makna nasehat untuk Allah, untuk kitab-Nya, untuk rasul-Nya dan untuk para pemimpin umat Islam dan umumnya. Menurut beliau, sebenarnya kata tanya ‘li man‘ yang digunakan oleh para shahabat berfungsi lil istihqaq, yang menunjukkan makna kepemilikan. 
Sehingga makna li man dalam hadits di atas bukan nasehat untuk siapa, melainkan nasehat milik siapa. Lengkapnya berarti memberi nasehat itu adalah hak Allah, kitabullah, rasul-Nya, para pemimpin umat dan juga umumnya umat Islam. Maka setiap umat Islam berhak untuk memberi nasehat, tidak terbatas hanya tugas dan wewenang pemerintah saja, tetapi setiap muslim berhak, berwenang dan bahkan berkewajiban untuk memberi nasehat. Terutama dalam hal-hal yang mungkar dan bertentangan dengan syariat yang telah Allah tetapkan.
Wallahu :alam bishowwab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak