Oleh Anggi Rahmi, S.E
(Suara Muslimah Pemerhati Perempuan dan Generasi)
Pemberantasan radikalisme masuk menjadi salah satu prioritas kerja periode kedua Joko Widodo bersama Maruf Amin. Sampai-sampai menteri agamapun ditugasi mengatasi masalah radikalisme. Mengapa tidak disuruh mengatasi ketidakberesan birokrasi di kementerian agama yang konon penuh dengan intrik dan jual beli jabatan? Lagi - lagi rezim meneriakkan hal Yang tidak perlu, justru terkesan memecah belah bangsa ini. Padahal ada persoalan penting yang sangat darurat saat ini yaitu wajah gelap ekonomi Indonesia yang semakin parah.
Ekonomi Sekarat Berlindung di Balik Radikalisme
Mengutip dari KOMPASTV (29/10/19) Isu radikalisme yang menjadi fokus pemerintah sebaliknya di tuding menjadi kamuflase pemerintah untuk menutupi kinerja ekonomi yang buruk. Kritik itu dilontarkan oleh ekonom senior Rizal Ramli.
Harianaceh- Bagi tokoh nasional Rizal Ramli isu radikalisme yang di teriakkan pemerintah bukanlah hal yag aneh. Menurutnya isu ini akan terus dimainkan dalam setahun pemerintahan Joko Widodo. Setahun kedepan agaknya akan digoreng terus isu 3R (radikalisme, radikulisasi, dan radikolisasi), dari akun twitter pribadi beliau beberapa hari yang lalu, Minggu (27/10). Beliau memprediksi performa ekonomi Indonesia beberapa tahun kedepan akan memburuk. Pertumbuhan ekonomi diprediksi tidak akan mencampai 5 %. Mantan Menko Kemaritiman itu menilai jurus monoton yang ditunjukkan menteri terbaik dunia itu hanya menagandalkan utang dan kebijakan austety atau pengetatan anggaran tanpa ada terobosan-terobosan. jadi supaya soa-soal ekonomi dan sosial lainnya menjadi tidak penting. Radicalism : the beliefs or actions of people who advocate through or complete political or social reform, ujarnya.
Prediksi RR terbukti tidak sembarangan. Pasalnya, baru empat hari dilantik, Sri Mulyani telah mengumumkan rencana akn menerbutkan surat utang berdenominasi valuta asing atau global bond.
Hal ini diperkuat dengan pernyataan Bank Dunia yang juga telah memproyeksikan Indonesia akan mengalami masa-masa ekonomi sulit hingga tiga tahun kedepan. (media umat : 2019). Dalam studinya yang dipublikasikan September 2019, Bank dunia menyatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan melemah. Target pemerintah, pertumbuhan ekonomi 5,3% tak akan tercapai. Dari hasil estimasi dikatakn bahwa Indonesia hanya mampu mencapai pertumbuhan ekonomi sebeasr 4,9% pada tahun 2020. Dan terus melambat hingga 4,6% pada 2022.
Proyeksi tersebut tentu saja memunculkan kekhawatiran dari para pemodal asing dari Indonesia dalam jumlah yang banyak. Akibatnya, imabl hasil surat utang rupiah bisa makin melemah. Sebagai langkah antisipasi pemerintah menurunkan besaran subsidi energi dalam Ranacangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN). Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) M. Rizal Taufikurahman menyebutkan penurunan subsidi dari 142,6 triliun tahun lalu hingga 137,5 tahun 2020 menunjukkan bukti bahwa subsidi selama ini menjadi dianggap beban.tapi
Adapun subsidi yang akan dikurangi adalah BBM dan LPG. Penurunan jumlah output agregat ini sebutnya, akan menyebabkan menurunnya jumlah tenaga kerja dalam jangka pendeks. Dampak selanjutnya akan menambah jumlah orang-orang yang tidak bekerja, sehingga akan semakin sulit menurunkan angka kemiskinan baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Melihat fakta di atas menunjukkan bahwa permasalahan negara hari ini bukanlah radikalisme. Kebanyakan masyarakat sudah tahu bahwa ekonomi negara hari ini sedang tidak baik-baik saja. Gambaran remuknya aktivitas ekonomi dapat dilihat dari banyaknya utang negara, daya beli masayarakat turun, impr gila-gilaan. Biaya pendidikan dan kesehatan naik. Pajak terus diburu kepada rakyat bawah. Walhasil beban rakyat semakin meningkat dan jauh dari yang dijanjikan jokowi 5 tahun sebelumnya.
Kabinet Pesimis Salah Arah Melihat Permasalahan Utama Negara
Kenapa tiba-tiba radikalisme yang jadi masalah? Bukankah semua masalah tersebut tidak ada hubugannya dengan radikalisme? Bukankah masalah tersebut disebabkan oleh kegagalan rezim?
Hal di atas cukup menunjukkan bukti bahwa susunan kabinet yang dibentuk sangat pesimistis. Bukannya mengatasi Fenomena ekonomi yang semakin suram justru kabinet kerja jokowi membentuk visi misi lucu yang fokus mengarah pada war on radicalism dan melupakan tugas utama mereka hari ini yaitu memperbaiki ekonomi Indonesia yang kian gelap menuju jurang kehancuran.
Apa yang dilakukan rezim jokowi dengan narasi radikalisme ini, telah menyakiti hati umat Islam. Umat Islam seperti menjadi pihak tertuduh atas wacana tersebut. Padahal semua tahu umat Islam Indonesia merupakan kelompok yang toleran. Umat islam juga setia dalam menjaga stabilitas dan kerukunan antar bangsa. Dan hal yang sangat penting yaitu agar umat Islam jangan sampai memusuhi ajarannya sendiri hanya gara-gara mengikuti narasi sesat yang di gaungkan oleh musuh-musuh Islam.
Dijadikan radikalisme sebagai agenda utama rezim jokowi jilid II, semakin memperkuat anggapan bahwa rezim ini dikuasai oleh radikal liberal sekuler yang anti Islam. Maka anti radikalisme ini proyek global negara imperialis dan sekutunya. Isu radikalisme digunakan untuk memperlemah dan mengkriminalkan perlawanan umat Islam yang menentang intervensi asing dan penjajahan imperialis Barat.
Kita hanya mengingatkan segala makar musuh-musuh Alah SWTkepada umat Islam untuk membendung kebangkitan Islam pastilah gagal. Kemnangan sudah dijanjikan Allah SWT kepada umat Islam dengan sugguh-sungguh memperjuangkan Syariah islam.