Oleh : Annida Mujahidah Nurul Azmi (Siswi SMAIT Ar-Rahman Banjarbaru Kalsel)
Ya nabi salam 'alaika.
Ya rasul salam 'alaika.
Nabi Muhammad saw, nabi terakhir yang membawa risalah wahyu kepada manusia, beliau juga selalu dikelilingi oleh para sahabat yang setia dalam berdakwah, berperang dan mengatur negara. Rasulullah menjadi teladan bagi para sahabat, keluarga bahkan ummat yang mengikutinya, termasuk kita sampai pada akhir zaman. Beliau juga telah menjadi panutan dalam melangkah dan mengarungi samudra kehidupan yang dahsyat dengan gelombangnya.
“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah saw, suri tauladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap Allah dan hari akhir serta banyak berdzikir kepada Allah” (QS. Al-Ahzab: 21)
Rasulullah Saw, bukan hanya seorang nabi dan rasul yang telah membangkitkan salah satu peradaban yang besar, beliau juga seorang hakim yang adil, negarawan yang terkemuka, pemimpin yang disegani, saudagar yang terjujur, perintis pejuang kemanusiaan, pemimpin militer yang tegas, pribadi yang berakhlak mulia dan teladan bagi ummatnya.
“Muhammad adalah satu-satunya orang yang berhasil meraih keberhasilan yang luar biasa, baik dalam hal agama maupun hal duniawi. Dia memipin bangsa yang awalnya terpecah belah menjadi bangsa yang maju yang bahkan sanggup mengalahkan pasukan romawi di medan pertempuran” ujar Michael H Hart, penulis buku 100 Tokoh yang paling berpengaruh dalam sejarah.
Begitupula dengan Georgr Bernard Shaw, seorang penulis Barat yang mengarang buku The Genuine Islam menyatakan “Muhammad adalah manusia teragung yang pernah menginjakkan kakinya di bumi ini, ia membawa sebuah agama, mendirikan sebuah bangsa, meletakkan dasar-dasar moral, memulai sekian banyak gerakan pembaruan sosial dan politik, mendirikan sebuah masyarakat yang kuat dan dinamis untuk melaksanakan dan mewakili seluruh ajarannya, dan ia juga telah merevolusi pikiran serta perilaku manusia untuk seluruh masa yang akan datang, sejarah manusia tidak pernah mengenal transformasi sebuah masyarakat sedahsyat ini, bayangkan ini hanya terjadi dalam kurun waktu yang hanya sedikit, hanya dua dekade.”
Melihat betapa besarnya jasa Nabi Muhammad saw. sudah tentu kita sebagai seorang muslim berbangga dan mencintai beliau, sebab, dalam Islam cinta kepada Nabi Muhammad saw. merupakan sebuah keharusan, karena kecintaan kepada beliau merupakan salah satu bentuk pembuktian keimanan seorang muslim, sepertihalnya dari Anas bin Malik r.a menuturkan bahwa Rasulullah saw. bersabda “Tidak sempurna iman salah seorang dari kalian sampai aku lebih dia cintai daripada anaknya, orangtuanya, dan seluruh manusia (HR Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Ibnu Majah, An-Nasa’, Al-Baihaqi, Al-Hakim, dan Ibnu Hibban).
Para Sahabat senantiasa berlomba-lomba menunjukkan cinta mereka kepada Rasulullah saw, mereka biasa mendahulukan Rasulullah saw. diatas kepentingan mereka, mereka lebih mengutamakan Rasulullah saw atas siapapun, termasuk atas saudara, dan kerabat mereka, istri, anak, bahkan keluarga mereka sendiri.
Mencintai Rasulullah, Mencintai Syari’ah
Mencintai nabi saw. tidak cukup hanya sebatas pujian dan pujaan belaka, lantas mengaku sudah mencinta beliau, mencintai Rasulullah saw. tidaklah cukup dengan kata-kata saja, melainkan harus selayaknya orang yang benar-benar mencinta, yaitu mengikuti segala macam perilaku serta karakteristiknya, juga menaati untuk tidak melakukan segala yang dilarang dan taat untuk melakukan segala yang diperintahkannya berdasarkan apa yang Allah wahyukan pada beliau.
Orang yang mengaku cinta, namun tidak sedikit pengakuan cinta yang hanya sebatas kata, maka ketahuilah cintanya adalah dusta, sebagaimana sabda beliau “...siapa yang tidak suka dengan sunnahku maka dia bukan bagian dariku” (HR Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, An-Nasa’, Ibnu Khuzaimah, dan Ibnu Hibban).
Dengan demikian, pernyataan cinta pada Rasulullah saw., harus mewujud pada kecintaan kita terhadap akidah dan syariah Islam, siapa saja yang tidak suka dengan syariah yang beliau bawa, apalagi sampai menentang dan menghalang-halangi syariah yang beliau bawa maka cintanya pada nabi Muhammad saw. termasuk cinta palsu, siapa yang mengaku cinta nabi namun tidak mau mengikuti sunnah dan ajarannya, menentang apa-apa yang diperintahkan dan dilarang, maka cintanya adalah sebagai kedok belaka, cintanya hanya di bibir, ridak sampai pada kecintaan hakiki yang dimunculkan karena ketaatan hati.
Singkatnya, rasa cinta kepada nabi saw. akan menghasilkan kecintaan pada seluruh apa yang beliau bawa, termasuk pada syariahnya. Kecintaan pada syariahnya akan menghasilkan kerinduan pada penerapan syariah tersebut, seseorang yang mencintai nabi Muhammad saw. tentu ia tidak akan merasa nyaman dan tenteram ketika sunnah beliau dan apa-apa yang beliau larang serta apa yang beliau perintahkan ditinggalkan dan dicampakkan, sebaliknya ia akan merasa rindu akan penerapan syariah seperti halnya Rasulullah saw. dahulu menerapkannya bersama para sahabat, mustahil bagi seseorang yang mencintai Rasulullah, pada saat yang sama juga mencintai dan berdampingan dengan orang yang membenci Rasulullah atau bahkan menghindari dan menentang syariah yang Rasulullah perjuangkan pada zaman dahulu ketika masa Jahiliah.
Pembuktian Cinta
Cinta yang hakiki kepada Rasulullah, sekaligusmenjadi bukti cinta kepada Allah Swt, sebaliknya cinta kepada Allah Swt, harus dibuktikan dengan mengikuti dan meneladani Rasulullah saw, yakni dengan mengikuti risalah yang beliau bawa, yaitu syariah Islam. Sebagaimana Allah berfirman “katakanlah, jika kalian mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian’ Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayan” (TQS Ali-Imran:31).
Ketahuilah, cinta yang sejati akan melahirkan sebuah ketaatan, akan melahirkan sebuah kepatuhan, sebaliknya ketaatan merupakan sebuah bukti adanya Cinta, klaim cinta pada Nabi Muhammad saw. dapat dinilai dusta jika ada sesuatu yang lebih ditaati dan dipatuhi selain beliau, petunjuk Nabi saw. diganti dengan petunjuk selainnya, serta hukum-hukum yang beliau bawa ditinggalkan dan dibuang lalu diganti dengan hukum yang lain.
Kecintaan kepada Nabi saw. harus dibuktikan dengan ketaatan kita pada beliau, ketaatan kita harus menyeluruh dalam apa saja yang beliau bawa dan apa saja yang beliau larang, sebagaimana Allah Swt. memerintahkan “Apa saja yang Rasul bawa kepada kalian, ambillah, apa saja yang dia larang atas kalian, maka tinggalkanlah. Bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah amat keras hukumannya” (TQS Al-Hasyr: 7).
Makna ayat ini, bersifat umum, yakni meliputi apa yang Rasulullah saw. bawa dan apa-apa yang Rasulullah larang, karena itu hendaklah direnungkan, akankah kita bersama Rasulullah diakhirat kelak jika sistem republik, trias politika, hukum positif dengan civil law atau common law, doktrin kedaulatan manusia (rakyat), dan aturan selain Islam lebih dipilih dan diterapkan?
Yang harus ditaati itu adalah apa saja yang dibawa oleh Rasul saw. dalam perkara apa saja, baik dari aspek spiritual, moral ataupun sosial kemasyarakatan, perkara ibadah, akhlak, keluarga, harta, ekonomi, hukum, pemerintahan, politik dan semua urusan masyarakat.
Sebagaimana Allah tegaskan dalam surah An-Nisa ayat 64 :” Kami tidak mengutus seseorang Rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah.”
Ayat diatas sebagai bentuk penegasan bahwa Rasulullah saw. wajib ditaati dalam berbagai aspek dan bentuk termasuk dalam masalah hukum, urusan sosial kemasyarakatan bahkan sampai politik bernegara. Sebagai bentuk cinta Kita kepada nabi saw, menjadikan hakim sepeninggal beliau adalah dengan menjadikan hukum-hukum syariah yang beliau emban sebagai hukum untuk memutuskan segala perkara.
Demikianlah pembuktian cinta yang sebenarnya, cinta yang sejati kepada nabi saw. akan melahirkan pengutamaan beliau dan syariahnya di atas kepentingan pribadi. Cinta kepada nabi saw. harus mendorong kita untuk taat pada syariah yang beliau bawa dan mendorong kita untuk kembali menerapkan syariah Islam secara Kaffah di tengah-tengah kehidupan.
Disinilah tugas kita sebagai pelajar, harusnya kita bersungguh-sungguh dalam mengkaji Islam kaffah, agar kita bisa menyampaikan kebenaran dari apa-apa yang dibawa oleh Rasul, sang teladan ummat.
Wallahu a’lam bi ash-shawab