Oleh : Ratna Kurniawati
Sekolah rusak tak pernah sepi dari pemberitaan media. Kasus gedung sekolah dasar yang ambruk tidak hanya terjadi di Pasuruan Jawa Timur, tetapi terjadi lagi di SD di Jombang. Diduga karena sudah lapuk, atap salah satu ruang kelas Sekolah Dasar (SD) di Jombang, Jawa Timur, ambruk. Bangunan yang ambruk tersebut merupakan salah satu ruang kelas di SDN Dukuh Klopo, Kecamatan Peterongan, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Kepala SDN Dukuh Klopo Trimiati mengatakan, saat atap bangunan ambruk, tidak ada aktivitas belajar mengajar di ruang kelas tersebut maupun sebelahnya, karena sedang libur.
Ruang kelas yang ambruk tersebut sudah dikosongkan sejak lama, karena sudah tua dan kayu penyangga genting sudah lapuk. Ruangan itu ada di antara ruang kelas 2 dan kelas 5. "Sudah 2 tahun tidak ditempati. Tidak ditempati karena memang sudah rusak, sebagian sudah hampir ambruk," kata Trimiati saat ditemui di SDN Dukuh Klopo, Senin (11/11/2019). Pada Senin pagi, puing-puing bekas runtuhan bangunan masih tampak di lokasi bangunan yang ambruk.
Selain peristiwa di atas, lagi-lagi terjadi runtuhnya langit-langit ruang kelas III SDN Sumberpoh, Kecamatan Maron, Kabupaten Probolinggo pada Rabu (13/11/2019). Beruntung, runtuhnya eternit ruang kelas tersebut tidak menyebabkan korban jiwa.
Kepala Dinas Pendidikan (Dispendik) Kabupaten Probolinggo, Dewi Korina mengatakan peristiwa runtuhnya plafon kelas III SDN Sumberpoh di saat tidak ada proses belajar mengajar. "Sebelumnya ruangan itu memang dalam keadaan kosong, karena kejadiannya di luar jam sekolah," katanya saat dihubungi jatimnow.com.
Diduga runtuhnya langit-langit ruang kelas disebabkan karena kondisi atap kelas yang mengalami kebocoran di waktu hujan yang menyebabkan penyangga ruangan tersebut lapuk. "Dengan kondisi kayu yang lapuk, membuat langit-langit atau internitnya ambrol," jelasnya.
Demikian sebagian kecil kasus sekolah rusak di berbagai daerah yang terliput media. Sisanya tentu lebih banyak lagi.
Usulan perbaikan dan rehabilitasi
Usulan rehabilitasi tak pernah disetujui Trimiati mengatakan, ruang kelas di sekolah yang dipimpinnya merupakan bangunan dengan usia cukup tua dan kondisinya sudah lapuk. Perbaikan untuk ruang kelas tersebut sebenarnya sudah diajukan beberapa kali. Namun, usulan belum pernah disetujui, hingga gedung tersebut ambruk. "InsyaAllah setiap tahun teman-teman (kepala sekolah sebelumnya) sudah mengajukan. Terakhir saya mengajukan bulan Oktober kemarin," ujar Trimiati.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pemkab Jombang Agus Purnomo langsung meninjau gedung ruang kelas di SDN Dukuh Klopo yang roboh tersebut.
Terkendala Biaya?
Pemerintah mengklaim, kendala perbaikan sekolah dan fasilitas pendidikan yang rusak disebabkan oleh biaya. Pada Mei 2019, Mendikbud berujar bahwa seluruh pekerjaan fisik terkait pendidikan telah dilimpahkan ke Kementerian PUPR.
Mulai tahun 2019, anggaran untuk infrastruktur pendidikan, mulai dari revitalisasi dan pembangunan gedung sekolah hingga laboratorium, tak lagi dialokasikan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Apakah semata-mata karena biaya (anggaran)? Jika benar, tentu ini menunjukkan abainya peran negara dalam membiayai pendidikan. Padahal, seharusnya negara memberikan anggaran mutlak bagi pendidikan. Apalagi, Indonesia kaya sumber daya alam, seharusnya mampu membiayai pendidikan rakyatnya.
Persoalan Sistem?
Meski pemerintah mengklaim telah menaikkan anggaran pendidikan dalam APBN, faktanya anggaran tersebut tidak dapat langsung diserap untuk peningkatan infrastruktur pendidikan. Bahkan tidak mencukupi sama sekali. Peningkatan kualitas SDM pendidikan membutuhkan dana tidak sedikit. Lepasnya tanggung jawab pemerintah pusat dalam urusan pendidikan membuat banyak sekali persoalan lambat, bahkan tidak tertangani. Banyak sekolah rusak di daerah yang menunggu respon pemerintah pusat. Namun, semua itu tidak kunjung diselesaikan.
Adapun dugaan korupsi di dunia pendidikan, maka hal ini bukanlah hal yang asing. ICW sendiri pernah mengungkapkan bahwa di dunia pendidikan, Dinas Pendidikan menjadi lembaga paling rentan korupsi, disusul sekolah, universitas, pemkab/pemkot, dan pemerintah provinsi. Hal ini masuk akal, karena sebagian anggaran pendidikan dikelola oleh Dinas Pendidikan Daerah. Menurut ICW, objek korupsi pendidikan berupa Dana Alokasi Khusus (DAK), sarana dan prasarana sekolah, dana BOS, hingga infrastruktur sekolah, serta dana buku (Tribunnews.com, 24/04/2017).
Maka, terjadinya kasus infrastruktur yang mudah rusak padahal baru saja direnovasi, layak menjadi pertanyaan, sudahkah anggaran yang dikeluarkan benar-benar digunakan untuk membangun infratruktur yang kokoh? Ataukah anggarannya sebagian dikorupsi? Semua ini layak menjadi perhatian. Demikianlah carut marut pengelolaan infrastruktur sekolah dalam sistem kapitalis liberal.
Solusi Islam
Kondisi ini tentu sangat kontra dan berbeda dengan pengelolaan pendidikan dalam sistem Khilafah Islam. Dalam sistem yang didasarkan pada Hukum Syariah ini, negara bertanggung jawab penuh mencukupi kebutuhan sarana pendidikan yang bersifat pokok, seperti gedung sekolah (kelas), perpustakaan, laboratorium, dan lainnya. Yang demikian merupakan kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan dan di abaikan oleh Negara.
Kondisi tersebut pernah terjadi pada masa kekhalifahan terdahulu. Al Maqrizi menyebutkan bahwa di Madrasah al Fadliliyah terdapat perpustakaan yang sangat besar tempat tersimpannya koleksi kitab yang berjumlah mencapai 100.000, padahal di masa itu belum ada percetakan. Dengan kemakmuran negara Islam waktu itu, anggaran pendidikan tak pernah menjadi masalah. Oleh karenanya, tidak pernah dikenal dalam sejarah Islam adanya bangunan sekolah yang rusak parah apalagi mengganggu proses belajar.
Sebab, secara filosofi, minimnya infrastruktur sekolah berarti menghambat pelaksanaan kewajiban menuntut ilmu. Dan hal ini sangat disadari oleh negara yang mendapat mandat langsung dari Allah SWT sebagai pengelola urusan pendidikan rakyatnya. Berbeda dengan negara dalam sistem sekuler kapitalis saat ini.
Negara Khilafah sangat memberi perhatian bagi pembangunan insfrastruktur sekolah. Hadirnya banyak perpustakaan maju di zaman kekhalifahan dahulu cukup untuk membuktikan bahwa bangunan sekolah tempat belajar sudah bukan persoalan lagi, dan tentulah sudah sangat representatif bagi kebutuhan belajar siswa. Sebab, dalam Islam, negara benar-benar hadir untuk melayani seluruh urusan rakyat, termasuk pendidikan yang merupakan kebutuhan pokok masyarakat.