Saat Negara Terjerat Utang Riba



Oleh: Chezo 

(Aktivis BMI Community Cirebon) 


Lembaga pemeringkat utang internasional, Moody's Investor Service (Moody's) dalam riset terbarunya menganalisa bahwa perbankan di Indonesia paling rentan akibat menurunnya kemampuan perusahaan untuk mencicil kembali utang-utangnya. Dalam laporan bertajuk 'Risks from Leveraged Corporates Grow as Macroeconomic Conditions Worsen' tersebut, Moody's meneliti resiko kredit dari 13 negara di kawasan Asia Pasifik, di mana Indonesia dan India menjadi negara yang terpapar resiko gagal bayar atas utang perusahaan paling tinggi.


Moody's beralasan bahwa situasi perlambatan ekonomi yang melemah membuat risiko utang korporasi Indonesia di masa datang akan memburuk. Sebab, ketika ekonomi global melambat, maka permintaan akan hasil ekspor Indonesia juga akan berkurang. Hal ini akan menekan permintaan komoditas Sumber Daya Alam (SDA), di mana sektor tersebut merupakan salah satu debitur terbesar kredit korporasi di Indonesia. Moody’s sebenarnya bukanlah yang pertama. Sebulan sebelumnya, firma konsultan global McKinsey & Co juga memberi peringatan serupa. McKinsey mencatat, ada tiga kondisi fundamental yang mengalami tekanan di negara-negara Asia, termasuk Indonesia. (bisnis.tempo.co)


Jika disebutkan utang Indonesia, bukan berarti semata-mata itu adalah utang pemerintah. Akan tetapi ada kategori utang swasta juga. Utang terbagi menjadi 3, yaitu utang pemerintah, utang bank sentral (BI), serta utang swasta yang terdiri dari bank dan nonbank/perusahaan bukan lembaga keuangan. Artinya utang Indonesia itu terdiri dari utang pemerintah, utang BI, dan utang swasta/publik.


Karena itu dampaknya pun juga berbeda antara utang yang dilakukan pemerintah dengan utang yang ditarik oleh swasta. Bila utang pemerintah, akan memengaruhi kondisi APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Sedangkan utang swasta, pengaruhnya lebih pada cadangan devisa (cadev) di Bank Indonesia (BI).


Baik utang pemerintah maupun swasta, keduanya memberikan dampak yang buruk terhadap perekonomian nasional apalagi jika nominalnya terlalu besar. Dampak buruk utang pemerintah yang terlalu besar adalah beban dari APBN. Artinya kemampuan negara untuk membayar utang tersebut. Bila utang suatu negara besar dan melampaui rasio yang aman, maka bisa menimbulkan default (gagal bayar) hingga negara bisa dibilang bangkrut di mata internasional.


Sementara dampak buruk utang publik/swasta yang terlalu besar adalah terkurasnya cadangan devisa negara, karena BI harus mengeluarkan dolar AS lebih banyak. Bila cadev banyak terkuras, maka USD akan semakin langka. Kelangkaan USD ini akan membuat nilai tukar rupiah semakin melemah dan menimbulkan dampak lanjutan dimana beban korporasi (perusahaan) yang melakukan pinjaman ke luar negeri akan semakin besar karena utangnya bisa meningkat tajam. Bila banyak perusahaan yang gagal bayar, maka akan dinyatakan bangkrut dan banyak pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat banyaknya perusahaan atau industri yang gulung tikar.


Utang ini pun kian diperparah dengan adanya bunga riba yang juga harus dibayar. Padahal sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memperingatkan kita sebagai kaum muslim tentang riba:

الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبا لا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبا {٢٧٥}

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat): “Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba,” padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al-Baqarah [2]: 275)


Kecaman keras dalam ayat ini pun diperjelas dalam banyak hadits, Rasulullah Saw bersabda:

«إِذَا ظَهَرَ الزِّنَا والرِّبَا فِي قَرْيَةٍ فَقَدْ أَحَلُّوْا بِأَنْفُسِهِمْ عَذَابَ اللهِ»

“Jika perzinaan dan riba sudah merajalela di suatu negeri maka sungguh penduduk negeri tersebut telah menghalalkan adzab Allah atas mereka.” (HR. Al-Thabrani & al-Hakim)


Riba yang tumbuh subur ini menjadi penopang dalam sistem Kapitalisme. Maka kita wajib untuk segera mencampakkannya dari kehidupan umat dan menggantikannya dengan ideologi Islam, yang tegak dengan institusi politik Islam yaitu al-Khilâfah ’alâ minhâj al-nubuwwah, demi meraih keberkahan dunia dan akhirat.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak