Radikalisme, Untuk Siapa?



Oleh:  Ustadzah Hayati (Mubaligah)


Maraknya isu radikalisme menghiasi panggung politik negeri ini. Isu ini sangat santer dan direspons luas hingga ke daerah-daerah di Indonesia, termasuk Kalimantan Selatan. Deputi 1 Bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi BNPT Hendri Paruhuman Lubis membuka acara Rembuk Aparatur Kelurahan dan Desa Tentang Literasi Informasi Melalui FKPT Provinsi Kalsel dengan Tema saring Sebelum Sharing  di Banjarmasin, Kamis ( 24/10/2019). Kegiatan ini dihadiri Asisten Administrasi Umum Pemprov Kalsel Drs.H.Heriansyah, Msi mewakili gubernur Kalsel H.Sahbirin Noor, juga kepala BIN Daerah Kalsel Brigjen Pol. Winaro serta jajaran forkopimda Kalsel. Dalam sambutannya, H.Heriansyah mengungkapkan bahwa pemprov Kalsel sangat mendukung kegiatan ini. Sentuhan dari aparatur paling bawah inilah yang diharapkan bisa mendeteksi dini radikalisme dan terorisme, juga bisa melakukan deradikalisasi. Kami berharap kegiatan ini  bisa lebih masif, tidak hanya di Kalsel, tetapi juga di seluruh  Indonesia. 


 Mayjen Hendri Paruhuman Lubis menyampaikan bahwa kegiatan ini non stop dilaksanakan BNPT dan FKPT dari Februari sampai Desember dan di bulan November dilakukan Rakornas untuk menyusun program tahun berikutnya. Tujuannya semua untuk mencegah radikalisme dan terorisme. Hendri menambahkan, BNPT sebagai lembaga negara yang berwenang mengkoordinasikan penanggulangan terorisme di Indonesia terus melakukan inovasi dalam program pencegahan terorisme. Untuk penanggulangan radikalisme dan terorisme tidak bisa dilaksanakan hanya oleh apartur keamanan semata, baik itu Polri, TNI, maupun BNPT saja, namun dibutuhkan sinergi kuat antar aparatur keamanan dan masyarakat. Untuk itu, Hendri mendorong aparatur Kelurahan dan Desa untuk dapat memahami apa dan bagaimana bahaya terorisme menjadi ancaman nyata. Peran Lurah, Kades, Babinsa, Babhinkamtibmas sangat vital dalam sinergi pencegahan terorisme. Mereka adalah ujung tombak di lapangan. Melalui kegiatan ini, Hendri mengajak semua pihak agar senantiasa meningkatkan ketahanan diri dari pengaruh radikalisme dan terorisme. Juga bisa membangun deteksi dini melalui kepedulian terhadap lingkungan sekitar.


Isu Terorisme Hingga Radikalisme


Terminologi radikal yang membentuk istilah radikalisme, awalnya berasal dari bahasa latin radix, radice yang artinya akar(roots). Dalam kamus Bahasa Indonesia (1990), radikal diartikan sebagai Secara menyeluruh, habis-habisan, amat keras menuntut perubahan dan maju dalam berpikir dan bertindak. Dalam pengertian yang lebih luas,radikal mengacu pada hal-hal mendasar, pokok, esensial. 

 Adapun istilah Radikal ditambah isme sehingga menjadi radikalisme. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, edisi kedua cetakan 1995, Balai Pustaka, radikalisme didefinisikan sebagai paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaruan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis.


 Dengan demikian jelas berbeda antara radikal dan radikalisme. Namun istilah radikal telah mengalami distorsi (penyesatan), menjadi kata-kata politik(political words) yang bias, dan multitafsir. Istilah radikal digunakan Barat untuk  menyebut pihak-pihak yang berseberangan dengan ideologi dan kepentingan Barat. Pasca Runtuhnya komunisme, Barat telah menempatkan Islam sebagai ancaman. Barat berusaha dengan sekuat tenaga menghalangi kebangkitan Islam. Wajar, setiap kelompok Islam yang menentang barat, ingin memperjuangkan syariah, dan melakukan jihad melawan Barat akan diberi cap radikal. 


Para pendengki Islam, baik negara-negara Barat maupun antek-anteknya senantiasa melakukan permusuhan terhadap Islam dan kaum Muslimin. Mulai dari cara yang keras( hard approach) dan kasar hingga cara yang halus dan hampir tidak terdeteksi( soft approach). Jangan lupa, munculnya war on terorisme mencuat masif pasca peristiwa peledakan WTC 11/9/2001.  Perang melawan terorisme berjalan dan AS memberikan dunia pilihan  stick or carrot. Seiring berjalannya waktu, AS menganggap proyek ini belum efektif( tidak laku), belum bisa menyentuh ide atau pemikiran yang bisa menginspirasi seseorang pada tindakan teror. Maka AS memainkan isu radikalisme selain terorisme. 

Perang melawan Radikalisme ini tidak muncul begitu saja dan isu ini tidak hanya muncul di Indonesia. Setelah AS dipimpin Donald Trumph, slogan War On Terorism menjadi War On Radicalism. Hal ini tercermin,pada pidato pertamanya 28 Februari 2017, dalam sidang kongres Ia menyatakan, kini AS sedang berperang dengan terorisme radikal Islam atau Islam radikal. Pendapat bahwa radikalisme adalah perang melawan Islam makin tampak pada beberapa kasus kekerasan, namun tidak serta merta pelakunya dicap radikal. Artinya  radikalisme bukanlah kata yang bersifat objektif namun telah dikemas untuk tujuan jahat, menjaga dominasinya terhadap dunia dan menghalangi kebangkitan Islam

Islam agama yang sempurna, mencakup semua aspek kehidupan. Keharusan berpegang teguh pada aturan Islam adalah kewajiban, bukan kejahatan sebagaimana yang didengungkan para pengusung Kapitalisme. Seorang muslim yang menjadikan Islam sebagai tolak ukur dalam berpendapat dan berbuat tidaklah menyebabkannya menjadi muslim yang kejam atau muslim teroris. Justru menjadi muslim yang benar-benar tunduk kepada Allah Swt. Islam adalah diin yang diturunkan Allah Swt,  akan mampu menyatukan seluruh manusia dalam satu kepemimpinan dalam naungan khilafah, meski berbeda suku, bahasa, dan warna kulit. Sebagaimana firman Allah Swt: "Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadikan kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara, dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk".(QS. Ali Imran [3]: 103).


Umat Islam harus melawan isu radikalisme ini, karena sejatinya itu adalah perang melawan Islam.   

Sudah saatnya seluruh elemen umat Islam bersatu melawan isu radikalisme dan terus menyuarakan syariah dan khilafah.  Beberapa sikap yang harus diambil antara lain, 

Umat Islam tidak boleh takut menunjukkan jati dirinya sebagai muslim sejati. Aqidah Islam yang mendorongnya untuk  tunduk kepada  aturan Allah Swt.

Meningkatkan kesadaran politik umat melalui edukasi terus menerus sehingga kesadaran itulah yang mendorong umat untuk melihat persoalan dari sudut pandang Islam

Mengungkap rencana-rencana jahat musuh Islam, makar-makar dan persekongkolan penguasa dengan negara-negara penjajah

Harus ada entitas Islam ( Ulama, parpol, Ormas, dan seluruh elemen kaum muslimin ) yang menjelaskan kepada umat bahwa ancaman sesungguhnya adalah kapitalisme, liberalisme bukan syariah dan khilafah

Pengemban dakwah lebih semangat, pantang menyerah, terus bertahan dan melawan serangan musuh-musuh Islam


Tegaknya syari'ah dan khilafah adalah perkara yang pasti, sekuat apapun upaya yang dilakukan Barat untuk menghalangi tegaknya khilafah, tidak akan berhasil. Era kembalinya khilafah makin dekat, mari menguatkan kesabaran dan keistiqomahan dalam dakwah sebagaimana Rasulullah dan para Sahabat, hingga Allah memberikan kemenangan. Karena itu, sudah selayaknya kita memperjuangkan Islam, yang membawa rahmat dan menyatukan seluruh umat manusia di dunia. 


Wallahua'lam bish-shawab


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak