RADIKALISME, SEBUAH NARASI UNTUK SENSASI


 

Oleh : Ummu Aqeela


Radikalisme, kata tenar yang menjadi perbincangan banyak orang, mulai dari politisi bahkan menyisir hingga masyarakat kalangan bawah. Radikalisme itu sendiri berasal dari kata Radic, dalam bahasa inggris mempunyai makna dasar atau mendasar. Selain itu bisa diartikan pula akar atau mengakar dalam bahasa latinnya. Sedangkan dalam kamus besar Bahasa Indonesia, radikal diartikan sebagai “ secara menyeluruh “, “ habis-habisan “, “ amat keras menuntut perubahan “, dan “ maju dalam berfikir atau bertindak “. Mengacu pada arti itu Radikalisme diurai menjadi pemahaman atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial atau politik dengan cara yang keras atau drastis. 


Radic dalam perkembangannya menjadi sebuah gerakan yang disebut radikal. Dan sayangnya hingga saat ini radikal dikonotasikan sebagai hal yang negatif, kasar, brutal dan ekstrim. Saat ini pemberantasan pemahaman radikal masuk menjadi salah satu prioritas kerja periode kedua Presiden Joko Widodo bersama Ma'ruf Amin. Namun isu yang digelontorkan pemerintah terkait radikalisme ini dituding hanya sebagai kamuflase untuk menutupi kerja ekonomi yang buruk. Ulasan dan kritik tersebut dilontarkan ekonom senior Rizal Ramli dalam acara dialog Sapa Indonesia Malam di Kompas TV . (Kompas 29/10/2019)


Pada dasarnya, rakyat juga paham jika sejak lama isu ini telah dipergunakan oleh Pemerintah tidak pada tempatnya. Saya menilai, setidaknya ada banyak persoalan kenapa publik jadi merasa tidak nyaman dengan pengangkatan isu radikalisme. Ancaman radikalisme yang ingin mengubah tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara sebenarnya bisa datang dari berbagai bidang, mulai dari ekonomi, pertahanan, cyber, dan lain-lain. Namun, Pemerintah ternyata hanya ingin mengaitkan isu radikalisme dengan agama, sehingga sampai perlu mengangkat kembali Menteri Agama dari kalangan militer. Agama itupun terkesan hanya agama Islam.

Jika Presiden dan Pemerintah hanya mengarahkan tuduhan radikalisme terhadap kalangan umat beragama, maka pilihan itu jelas kontraproduktif.

Selain itu, isu ini bisa sangat melukai kalangan umat Islam, karena merekalah selama ini biasanya yang selalu dijadikan tertuduh. Itu sebabnya publik jadi cenderung merespon negatif isu ini.




Itu sebabnya, saya berharap Pemerintah segera fokus pada soal ekonomi. Jikapun ingin mengikis radikalisme, perbaiki saja kualitas pertumbuhan ekonomi. Tak seharusnya isu radikalisme dijadikan kambing hitam atau pengalih perhatian untuk menutupi kegagalan ekonomi. Itu hanya akan memelihara ‘distrust’ dan konflik semata.

Sebelum melahirkan respon negatif yang kian luas, dan sebelum bencana ekonomi benar-benar datang, sebaiknya Pemerintah segera keluar dari isu radikalisme ini.




Islam adalah agama yang cinta damai, adapun ajarannya mencakup seluruh apa yang ada dalam Alquran dan Alhadist. Mulai aqidah, akhlaq, syariah yang meliputi seluruh sistem kehidupan dari politik, ekonomi, pergaulan, pemerintahan, sosial semuanya ada dalam Islam. Lantas haruskah sebagian ajaran Islam disampaikan dan sebagiannya di sembunyikan? Hanya karena kuatir dicap oleh Amerika dan pengusung ideologi kapitalisme sebagai penganut radikal? Sungguh, yang demikian tidaklah benar. Kenapa rasa takut tidak kita jatuhkan kepada Allah SWT semata? Padahal Dialah yang memberikan nafas sehingga bisa mengenyam hidup di dunia ini.

Jadi, umat Islam tidak boleh terpengaruh dengan isu-isu radikalisme. Isu radikalisme yang sebenarnya bermaksud mendeskritkan Islam dan ajaran Islam. Teruslah belajar Islam dan amalkan sebagaimana yang diteladankan oleh Rasulullah SAW. Sungguh, Islam bukanlah agama radikal. Islam agama rahmatan lil’alamin. Dan agama ini akan tegak dan kebangkitan Islam sebuah keniscayaan. Sebagaimana roda yang berputar maka perputaran waktu akan berada pada kemenangan umat Islam.

“Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, tetapi Allah menolaknya, malah berkehendak menyempurnakan cahayaNya, walaupun orang-orang kafir tidak menyukai” (QS. At Taubah; 32). 



Wallahu'alam bishowab



Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak