Oleh : Kiki Amelia
Bagi sebagian orang berpakaian adalah sarana untuk menunjukkan keindahan diri, bagi sebagian yang lain berpakaian adalah sarana untuk menunjukkan kemampuan ekonomi khususnya dalam hal membeli pakaian mahal. Namun pada intinya dapat kita simpulkan, berpakaian merupakan sarana untuk menunjukkan identitas diri setiap orang.
Begitu pula dalam pandangan Islam, bahkan dalam Islam bentuk pakaian yang harus digunakan oleh seorang muslimah sudah diatur langsung di dalam Alquran, salah satunya yang terdapat pada surah Al-Ahzab ayat 59 yang artinya : "Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Sudah sangat jelas sekali bahwa pakaian merupakan salah satu hal penting dalam Islam, sehingga penggunaannya diatur langsung dalam Alquran. Namun sayang, hal semacam ini dianggap akan menjadi bibit dari radikalisasi masyarakat, terlebih lagi pada muslimah yang menggunakan cadar. Akhir-akhir ini penggunaan cadar mulai diatur dalam pemerintahan, karena dianggap sebagai pakaian radikalis atau calon teroris.
"Pelarangan mengenakan cadar dan celana cingkrang ini dianggap sebagai upaya deradikalisasi, karena baik cadar maupun celana cingkrang dianggap identik dengan Islam radikal. Hal serupa pernah terjadi ketika Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, melarang mahasiswinya mengenakan cadar, dengan alasan menjaga kampus dari radikalisme Islam." (news.detik.com)
Meskipun pelarangan penggunaan cadar dan celana cingkrang ini ditujukan hanya untuk ASN dan TNI, namun hal ini tetap mengganggu hak pribadi setiap orang. Pada dasarnya, pelarangan ini dimaksudkan untuk pencegahan radikalisasi, namun hal ini tidak sesuai jika hanya menilai radikal sebatas dengan pakaiannya saja. Hal inipun banyak menuai protes dari berbagai pihak.
"Pak menteri mohon maaf kalau kami keliru, bahwa dalam agenda deradikalisasi di Kemenag, seoalah-olah cara berpikir orang itu ada garis lurus dengan cara berpakaian pak. Nah itu menjadi pro kontra sangar tinggi,” ucap Ketua Komisi VIII dari Fraksi PAN.
“Menurut kami terlalu dini pak dan terlalu men-simplekan masalah, cara berpakaian orang, cadar, cingkrang, blue jeans, dan sebagainya itu disangkutpautkan dengan perilaku orang Pak, apalagi radikal,” sambungnya. Dia juga meminta Menag untuk lebih berhati-hati dalam memberikan pernyataan, apalagi sampai menghakimi.
Ketua Komisi VIII dari Fraksi PAN tersebut juga mencontohkan kasus terorisme di New Zealand dan kasus lain di mana pelaku tidak berpakaian cadar atau cingkrang.
”Apalagi BNPT sudah menyampaikan, radikalisme tidak ada hubungan dengan cara berpakaian orang. Kalau kita liat bom thamrin itu (pelaku) pakai blue jeans pak. Di new zealand yang nembaki mesjid itu pakaian milenial. Kelompok kriminal bersenjata di Papua itu bukan celana cingkrang yang membunuh tentara dan sipil. Menyimpulkan celana dan cingkrang adalah radikal perlu kita kaji lebih jauh,” katanya (liputan6.com).
Pada nyatanya, pengertian radikal menurut Menag dan atau penguasa saat ini sungguh sangat ambigu. Bahkan kata radikal itu sendiri banyak menyerang ajaran Islam, tidak hanya cadar dan celana cingkrang, tetapi juga jihad dan khilafah. Dan hal itu yang menjadi pertanyaan, apakah arti radikal yang dimaksudkan oleh mereka adalah sebagian besar ajaran Islam ?
Padahal sebagaimana yang kita ketahui, bahwa Islam adalah agama yang Rahmatan lil 'alamin, tidak hanya rahmat bagi pemeluknya tetapi juga bagi seluruh alam. Dalam Islam, sudah diajarkan cara toleransi terbaik dengan non-muslim bahkan dalam Islam juga dilarang untuk menyakiti sesama manusia, dan itu sudah sangat menggambarkan bahwa Islam bukanlah agama teroris.
Islam tidak pernah mengajarkan untuk berbuat keji termasuk pembunuhan, sebab akan ada hukuman yang setimpal bagi orang-orang yang melakukan perbuatan tersebut, tidak hanya di dunia tetapi juga di akhirat. Dalam Islam, nyawa seseorang itu sangatlah berharga, sehingga ia harus dijaga dan dilindungi dengan sebaik-baiknya.
Maka, menyalahkan simbol-simbol Islam, ajaran-ajaran Islam dan menuduhnya sebagai upaya radikalisasi dan atau sumber terorisme adalah kesalahan fatal yang harus segera ditaubati. Sebab Islam adalah agama yang damai dan mendamaikan, mempelajari dan mengamalkannya adalah suatu keharusan dan kembali pada aturan-Nya adalah sebuah keniscayaan.
Wallahu a'lam bisshowwab