Prinsip Sahih Transportasi Publik



Oleh: Padliyati Siregar, ST*

Baru-baru ini masyarakat dibuat resah oleh layanan transfortasi publik. Kejadian ini yang dialami warga Kompleks Tipar Silih Asih, RT 04/13 Desa Laksana Mekar, Kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat (KBB). Ratusan rumah retak‑retak akibat pengeboman pada proyek pembangunan terowongan Kereta Cepat Indonesia Cina (KCIC) di Gunung Bohong. Menurut pantauan Tribun, Jumat (18/10), rumah warga yang retak‑tetak itu kebanyakan pada bagian dindingnya, baik itu dinding ruang tamu, kamar tidur dan kamar mandi. Bahkan ada dinding rumah warga yang nyaris ambruk akibat keretakannya terus membesar. (Tribun 18/12/2019).

Liberalisasi bagian penting dari agenda globalisasi. Saat ini, liberalisasi dijadikan sebagai landasan pemerintah dalam hal pengelolaan sistem transportasi publik. Konsekuensi disetujuinya kesepakatan liberalisasi transportasi udara dan darat di antara negara-negara ASEAN pada November 2008 (detik.com). Khusus liberalisasi penerbangan ditanda tangani saat puncak pertemuan ke-23 Menteri Transportasi ASEAN pada Oktober 2017. (merdeka.com)

Semuanya itu telah berdampak serius. Pada aspek infrastruktur, secara kasat mata terlihat dari maraknya pembangunan jalan raya berbayar (tol) selama satu dekade terakhir. Demikian pula pembangunan bandara dan pelabuhan internasional yang semuanya berbayar mahal. Sementara banyak jalan raya nasional, provinsi hingga desa yang digunakan publik untuk lalu lalang justru dibiarkan rusak.
Alih-alih melayani, rezim yang berkuasa justru memfasilitasi korporasi dan negara kafir penjajah. Masyarakat dijadikan sebagai objek eksploitasi bisnis dan kepentingan politik mereka.
Islam adalah satu-satunya solusi bagi semua persoalan kehidupan insan, tak terkecuali persoalan transportasi publik. Semua itu telah dibuktikan, sebagaimana telah terukir dalam tinta emas sejarah peradaban Islam yang berlangsung ratusan tahun. Para Khalifah bertanggung jawab secara langsung dan penuh sehingga terjamin akses setiap orang terhadap transportasi publik. Mulai dari infrastruktur, modal transportasi dan para pengemudinya. Bahkan hotel-hotel gratis dengan berbagai fasilitas yang dibutuhkan para musafir termasuk makanan. Jalan-jalan umum pada malam hari dilengkapi penerangan memadai sehingga tetap aman dan nyaman untuk dilalui, tersedia hingga ke pelosok negeri. Rasa aman dan nyaman di samping terpelihara aspek kemanusiaan benar-benar bisa dirasakan setiap orang.

Untuk memenuhi kepentingan tersebut digunakan teknologi terkini dan terus diriset (termasuk riset pesawat) demi terwujudnya transportasi publik yang tidak sekedar ada dan gratis, namun berkualitas terbaik. Di antara yang mengagumkan adalah proyek kereta api Hejaz Railway yang dibangun pada masa kekhilafahan Turki Usmani di masa pemerintahan Khalifah Abdul Hamid II. Terbentang antara Damaskus-Aman sampai Madinah, yang dibangun tidak lama setelah penemuan teknologi kereta api sehingga Proyek ini memperpendek waktu tempuh dari 17 jam menjadi 4 jam.

Inilah buah penerapan sistem aturan Islam, khususnya sistem politik  dan sistem ekonomi Islam. Setidaknya terdapat delapan paradigma sahih tentang transportasi publik.
Pertama, transportasi publik bukan jasa komersial akan tetapi hajat dasar bagi keberlangsungan kehidupan normal setiap insan, baik yang bersifat rutin maupun insidental seperti pada liburan lebaran. Ketiadaannya akan berakibat dharar atau penderitaan yang diharamkan Islam. Sebagaimana ditegaskan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalaam yang artinya, “Tidak boleh membahayakan dan tidak boleh dibahayakan.”(HR Ibnu Majah dan Ahmad)

Kedua, negara berfungsi sebagai pihak yang bertanggung jawab langsung dan sepenuhnya menjamin akses setiap individu terhadap transportasi publik murah/gartis namun aman dan nyaman (manusiawi). Sebab, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalaam menegaskan, yang artinya, “Imam (Khalifah) yang menjadi pemimpin manusia, adalah (laksana) penggembala. Dan hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap (urusan) rakyatnya.” (HR Al- Bukhari)
Karenannya haram negara berfungsi sebagai regulator dan fasilitator sebagaimana logika neolib, apapun alasannya.

Ketiga, Islam melarang keras transportasi publik dikuasai individu atau entitas bisnis tertentu apa lagi asing kafir penjajah seperti saat ini. Baik infrastruktur jalan raya, bandara dan pelabuhan dengan segala kelengkapannya, maupun sumberdaya manusia transportasi berupa pengemudi angkutan (pilot, masinis, sopir dan kapten). Hal ini karena ditegaskan Rasulullah Saw yang artinya, “Siapa saja yang mengambil satu jengkal saja dari jalan kaum Muslimin, maka pada harikiamat kelak Allah SWT akan membebaninya dengan beban seberat tujuh lapis bumi.” (Terjemahan HR Iman Thabrani)
Keempat, tidak dibenarkan dijadikan jalan umum sebagai sumber pemasukan. (Zalum, Abdul Qadiim. Al Amwaal Fii Daulatil Khilafah. Darul Ummah. Beirut Libanon. 2004. Hal 106, 134-44).

Kelima, sebaliknya, wajib digunakan anggaran mutlak. Yakni, ada atau tidak ada kekayaan negara yang diperuntukkan untuk pembiayaan transportasi publik yang ketiadaannya berdampak dharar bagi masyarakat maka wajib diadakan negara. Salah satu sumber kekayaan negara untuk pembiayaan transportasi publik adalah barang tambang yang jumlahnya seperti air mengalir. ( Zalum, Abdul Qadiim. Al Amwaal Fii Daulatil Khilafah. Darul Ummah. Beirut Libanon. 2004. Hal 104-106)
Barang tambang dengan karakter demikian jumlahnya berlimpah di negeri ini. Berada di laut dan dart. Berupa tambang emas, perak, migas, batu bara, biji besi, tembaga, alumunium, tanah jarang dan lain-lain.
Keenam, pembangunan infrastruktur transportasi mutlak mengacu pada politik dalam dan luar negeri negara Khilafah, bukan agenda hegemoni globalisasi liberalisasi. Ini di satu sisi, di sisi lain harus diperhatikan pemanfaatan tekhnologi terkini dan keselarasan model transportasi (darat, laut dan udara) dengan kondisi geografi Indonesia sebagai negeri kepulauan terbesar dengan 17 ribuan pulau.

Ketujuh, keamanan jiwa setiap orang harus terjamin. Sebab, mengabaikan nyawa satu orang sama saja mengabaikan nyawa semua orang, sebagaimana Allah Swt tegaskan dalam Quran Surat Al Maidah [5] ayat 32, yang artinya, “…bahwa barang siapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seolah-olah ia telah membunuh semua manusia..” Demikian pula aspek kemuliaan dan terjaminnnya aspek kemanusiaan setiap orang. Allah swt telah berfirman dalam Quran Surat Al Isra [17]: Ayat 70 , yang artinya, “Dan, sungguh Kami telah memuliakan anak cucu adam..”; Juga harus terjaminnnya aspek kenyamanan, sebab ditegaskan Rasulullah Saw yang artinya, “Jika kalian berselisih dalam masalah jalan maka buatlah lebarnya 7 hasta.” (Terjemahan HR Muslim)

Kedelapan, strategi pelayanan mengacu pada tiga prinsip utama. Yakni:
a. Kesederhanaan aturan
b. Kecepatan dalam pelayanan
c. Dilakukan oleh person yang capable. Sebab Rasulullah Saw menegaskan yang artinya, “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan berlaku ihsan dalam segala hal…” (Terjemahan HR Muslim) (Hizbut Tahrir. Ajhizatu Daulatil Khilafah (Fil Hukmi Wal Idaarah). Darul Ummah. Darul Ummah-Beirut. 2005. Hal 133)
Penting digaris bawahi, keseluruhan prinsip-prinsip tersebut, sebagai bagian integral sistem kehidupan Islam, hanya compatible (serasi) dengan sistem kehidupan Islam. Penerapaannya bersama sistem kehidupan Islam secara keseluruhan kunci terjaminnnya akses setiap orang terhadap transportasi publik gratis/murah berkualitas (aman, nyaman dan manusiawi).

Oleh karena itu kembali pada kehidupan Islam kaffah merupakan satu-satunya solusi persoalan transportasi publik hari ini. Hal ini bisa menjadi kebutuhan yang mendesak. Tidak saja untuk mudik lebaran yang aman, manusiawi dan nyaman lagi cuma-cuma bagi setiap orang, lebih dari pada itu, Khilafah adalah ajaran Islam yang diwajibkan Allah Subhanahu wa ta’ala kepada kita semua.
Wallahu A’lam bi Showab

*Ketua komunitas muslimah peduli generasi Palembang

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak