Oleh: Desi Dian sari, S.I.Kom
Terpilihnya Joko Widodo sebagai orang nomer 1 di indonesia untuk kedua kalinya masih menyisakan PR yang belum terselesaikan. Lima tahun telah terlewati di periode awal, namun janji kampanye belum semua terealisasikan. Sebut saja Di bidang perekonomian, Jokowi berjanji untuk mengupayakan pertumbuhan ekonomi nasional mencapai 7 persen (mengembalikan pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen) namun hingga berakhi masa jabatan priode pertama pertumbuhan ekonomi diproyeksikan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional mencapai 5,2 persen dengna syarat perbaikan kinerja investasi pada semester II/2019. (13 september 2019, ekonomi.bisnis.com)
Selain itu, di akhir masa jabatan muncul berbagai masalah yang memorehkan catatan hitam kepemimpinan jokowi yakni kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang mengakibatkan asap menyelimuti berbagai daerah khususnya di Sumatera dan Kalimantan yang juga memakan korban jiwa. Dari catatan Greenpeace Indonesia disebutkan 3,4 juta hektare lahan terbakar selama 2015-2018. Ditambah catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang menyebut 328.724 hutan dan lahan terbakar sepanjang Januari-Agustus 2019 dan menurut prediksi Angka itu masih bisa bertambah.
Greenpeace menilai lemahnya penegakan hukum terhadap perusahaan yang terbukti membakar hutan dan lahan membuat perusahaan tidak takut untuk melakukan pembakaran hutan dan lahan serta tindakan lainnya. Padahal negara telah dirugikan Rp18,9 triliun dari 11 perkara perdata karhutla dan pembalakan liar.
Kedua adalah kasus pelanggaran HAM, dimana Komisi Nasional (Komnas) HAM sudah memberikan rapor merah pada pemerintahan Jokowi-JK ihwal penuntasan kasus pelanggaran HAM masa lalu pada Oktober 2018 silam. Pun demikian dengan KontraS yang menyebut kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu seperti Peristiwa 1965-1966, Penembakan Misterius 1982 - 1985, Talangsari Lampung 1989, Peristiwa Mei 1998, Penculikan dan Penghilangan Paksa Aktivis 1997-1998, Peristiwa DOM Aceh dan Pasca DOM 1989 - 1998, Peristiwa Trisakti, Semanggi I dan II 1998-1999 belum dituntaskan oleh pemerintahan Jokowi.
Ketiga Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menilai Revolusi Mental yang dicanangkan dan dilaksanakan Jokowi di periode pertama memang belum maksiml seperti yang dilansir dalam CNN Indonesia 19/10/2019, Trubus menyampaikan pengawasannya harus ketat. Penegakan hukum, kedisiplinan rendah terhadap ASN, itu belum begitu optimal.
Keempat kasus Kerusuhan Papua yang belum terselesaikan. KontraS (Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) menilai Jokowi tidak mengubah pola pendekatan yang dilakukan terhadap masyarakat Papua yang cenderung militeristik.
Kelima Revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) yang kemudian berujung pada gelombang penolakan terhadap Revisi UU KPK datang silih berganti. Dari masyarakat awam, pegawai KPK, aktivis anti-korupsi, hingga mahasiswa bahkan pelajar. Aksi unjuk rasa juga dilakukan beberapa kali. Tak jarang aksi-aksi itu berujung kericuhan. Namun nyatanya pemerintah dan DPR seolah 'tutup kuping dan mata'. DPR tetap mengesahkan Revisi UU KPK menjadi UU pada 17 September lalu. Jokowi pun didesak untuk segera menerbitkan Perppu KPK karena banyak pihak menilai UU KPK yang baru memuat aturan-aturan yang dapat melemahkan KPK.
Keenam kenaikan tarif BPJS yang berujung pemberin sanksi kepada para penunggak. Masalah keuangan masih membelit BPJS bahkan tunggakan pembayan masih juga dilakukan salah satunya kepada RSUD Ungaran sebesar Rp. 20 miliar yang sudah 6 bulan belum dibayarkan.
Banyak Pekerjaan rumah yang belum terselesaikan, namun di periode 2 masa kepemimpinan presiden jokowi ia menyulam harapan baru pada rakyatnya. Walaupun tak dapat dipungkiri adanya peningkatan di bidang infrastruktur namun yang perlu disadari adalah masih banyak kekurangan dibeberapa bidang.
Islam Memandang Negara
Negara harus hadir untuk meri’ayah rakyat dengan cara yang benar dan tepat, sehingga mereka mendapatkan haknya untuk hidup sejahtera setiap individu. Kepala negara berfungsi untuk mengatur urusan rakyat dengan senantiasa memperhatikan SDM dan SDA di negerinya. Hal tersebut dilakukan guna memberdayakan dan memandirikan bangsa dalam segala aspek kehidupan. Seorang pemimpin harusnya memiliki visi yang besar untuk menyejahterakan rakyatnya, setiap ucapan adalah wasilah integritas diri, bukan hanya upaya meraih simpati rakyat semata.
Rasulullah Saw bersabda " Imam ( pemimpin) itu pengurus dan akan diminta pertanggung jawaban atas rakyat yang dia urus". (HR. Bukhori dan Ahmad )
Hadis ini menunjukan bahwa seorang pemimpin harus benar-benar bertanggung jawab atas semua urusan rakyatnya. Namun pengusa negeri kita amatlah acuh terhadap derita rakyatnya. Seharusnya ketika terjadi bencana penguasa harus memastikan semua wilayah yang terkena bencana tersalur bantuan secara cepat, tepat dan merata, bukan hanya bantuan alakadarnya.
Kepemimpinan dalam konteks bernegara adalah amanah untuk mengurus rakyat, tentu harus sesuai dengan ketentuan Allah SWT dan Rasul Nya tidak boleh berdasarkan pada aturan-aturan kapitalis sekuler sebagaimana terjadi saat ini yang dasarnya adalah hawa nafsu dan kepentingan sesaat.
Tags
Opini