Penista Merajalela, Sistem Islam Solusinya



Oleh: Ummu Muhammad
Member Amk, Praktisi Pendidik Generasi

"Mana lebih bagus Pancasila atau Alquran? Sekarang saya mau tanya nih semua. Yang berjuang di Abad 20, itu nabi yang mulia Muhammad apa Ir. Sukarno untuk kemerdekaan?".
(Sukmawati)

Begitulah bunyi potongan video yang viral di media sosial.  Di tengah-tengah acara seminar publik seorang nenek yang bangga dengan garis keturunannya telah lancang membandingkan manusia mulia dengan seorang manusia biasa. Sungguh nampak sekali kebodohan dan kebencian dari setiap narasi yang dilontarkannya. Membuat sakit hati seluruh muslim dunia. Tidakkah dia tahu bahwa perbandingan itu tidak patut untuk disandingkan baik dari sisi mana pun?

Kembali lagi dan lagi penistaan terjadi dilakukan bukan dari kalangan non muslim. Dan Sukmawati adalah salah satu dari seorang yang mengaku muslim dari muslim lainnya seperti Ade Armado, Permadi Arya, Atta Halilintar dan lain-lain. Mereka telah berani membangkitkan kemarahan umat Islam dengan penistaan terhadap kesucian ajaran agama. Setelah puisi konde dan kidung kini dia melecehkan Rasulullah Saw , Alquran dan panji Rasulullah. Dia mempertanyakan perannya dalam kemerdekaan. Padahal sejarah menuliskan bahwa bapaknya meminta ulama untuk menyerukan aksi jihad melawan penjajah hingga negeri ini merdeka. Dia pun telah menuduh hijrah adalah calon teroris yang seakan-akan tak samar lagi bahwa radikal itu dialamatkan kepada Islam dan ajarannya.

Para penista ini selalu mengulang-ulang kesalahan yang sama dalam memprovokatori kemarahan umat Islam dan memecah belah kesatuan negeri ini. Mereka bebas dan selalu lolos dari jerat hukum apapun. Seakan-seakan mereka adalah aset negara yang ditujukan untuk satu tujuan tertentu. Bukan sekedar ucapan buruk yang keluar merajalela menista Islam tapi dunia hiburan pun ikut andil menyemarakkan penistaan ini seperti baru-baru ini terjadi pada youtuber dan aplikasi game Remi Indonesia melakukan penistaan terhadap syariat Islam dan Rasulullah Muhammad SAW. Islam selalu saja menjadi bulan-bulan mereka yang memiliki hati pembenci, Islam selalu saja menjadi kambing hitam atas kebobrokan negeri ini. Tak habis-habisnya materi penistaan  terjadi, karena negara kurang cepat merespon kasus ini jika berkaitan dengan umat Islam dan ajarannya.

Adakah kita melihat respon dari penguasa negeri ini terkait kasus penistaan yang marak ini? kita hanya akan melihat mereka membela penista dengan alasan tidak ada niat dan mencari-cari akal. Bahkan  kita  menjadi orang yang salah dengan memviralkannya. Selain itu anehnya, kita juga  diminta untuk memaafkannya. Dan kalaupun ada yang melaporkan kasus penistaan ini, maka kita hanya akan mendapatkan sang pelapor yang diperiksa oleh pihak kepolisian.

Bagaimanakah dengan ulama nasional seperti MUI? Adakah reaksi mereka untuk mewakili perasaan umat Islam ini? Sayangnya, kita pun tak melihat itu mereka hanya mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang sifatnya normatif dan tidak ada tindak lanjut apapun. Perasaan umat menjadi tak terbendung, sehingga jangan salahkan jika gelombang besar unjuk rasa datang untuk meminta keadilan  terhadap penguasa negeri ini.

Miris sekali kita ini, hidup di tengah mayoritas tetapi layaknya minoritas. Selalu menjadi tertuduh. Sedangkan hidup menjadi minoritas pun selalu menjadi tempat kemarahan mayoritas, mereka dibantai, dipaksa, dimurtadkan, sampai pengusiran dari tempat kelahirannya sendiri. Kemanakah kita akan berlindung?

Salah satu partai yang mengatasnamakan partai Islam PKS (Partai Keadilan Sejahtera) mengusulkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Ulama dan Tokoh Agama. "Presiden PKS Sohibul Iman berjanji bahwa partainya akan memperjuangkan pembentukan Undang-Undang Perlindungan Ulama, Tokoh Agama, dan Simbol-Simbol Agama pada periode 2019-2024 mendatang". Hal ini disampaikan Sohibul dalam keterangan tertulis yang diterima Tirto, Senin (14/1/2019).

Efektifkah pembuatan Undang-Undang baru ini untuk menjaga agama  dari para penista agama? Bukankah sudah ada Undang-Undang sebelumnya untuk mencegah kejadian ini terjadi? Ternyata pasal 29 yang sering dihafal dulu saat SD tidak berfungsi lagi di sistem demokrasi yang dipakai negeri ini. Jaminan kebebasan beragama untuk pemeluk Islam menjadi hamba yang taat malah menjadi sesuatu yang dicurigai. Banyaknya Undang-Undang hanya merupakan sekumpulan teks yang tiada guna. Masing-masing bebas menafsirkan sekehendak mereka. Padahal dalam pembuatannya menghabiskan milyaran dana tetapi hasilnya hanya setumpuk pasal yang menganggur tidak mampu dipraktikkan, seakan-akan itu hanyalah suatu proyek untuk mengumpulkan pundi-pundi rekening para wakil rakyat.

Sungguh umat Islam tidak menginginkan banyaknya Undang-Undang. Umat ini hanya menginginkan keseriusan negara dalam mengurusi urusan hak-hak rakyatnya. Namun, sepertinya keinginan rakyat ini hanya mimpi karena kebijakan para penguasa telah tersandera para pengusaha. Sehingga rakyat memenuhi kebutuhannya sendiri dan menyelamatkan jiwanya sendiri. Hanya sistem yang lahir dari pencipta yang mampu memahami fitrah manusia. Dialah Islam yang ajarannya mampu membangkitkan semangat berani tak takut mati. Dialah Islam yang ajarannya mampu membuat hati manusia lembut bak malaikat. Dialah Islam yang kejayaannya mampu membuat musuh bertekuk lutut.

Maka pantaslah sejarah negeri ini mencatatkan, penjajah lari bukan karena bermanis muka dan bersilat lidah tapi dengan perlawanan seluruh jiwa, raga, dan harta. Jihad yang menjadi ajaran Islam, mampu menumbuhkan semangat juang anak negeri hingga negeri ini merdeka. Tapi karena ketakutan penjajah mereka melebeli aksi jihad yang dilakukan muslim yang taat sebagai sebuah ekstrimis, teroris radikalis yang saat ini agen-agennya yang meneruskan.

Sekarang bukan lagi jihad yang jadi sorotan radikal tapi hampir seluruh syariat Islam menjadi tuduhan biang teroris radikalis. Sehingga mereka manusia-manusia yang bodoh dengan bebas mencela dan menghina syariat Islam dengan mulut-mulut kotornya, tanpa negara ikut campur sedikitpun malah mendukung secara tidak langsung dengan aneka kebijakan anehnya.

Dengan fakta yang ada  sudah sangat jelas sekali Islam tak mampu menjalankan syariatnya di negeri sistem buatan manusia ini. Untuk menjalankan syariat pribadinya saja dicurigai apalagi ingin menerapkan syariat Islam kaffah maka dianggap  melakukan perlawanan terhadap sistem yang sedang berlaku.

Islam adalah ideologi yang memiliki sistem dan aturan tersendiri yang lahir dari akidahnya. Sehingga wajar ia tak bisa hidup di atas ideologi lain. Islam butuh negara untuk menerapkannya karena segala aturan yang ada di dalamnya adalah kewajiban dari pencipta jagat raya. Sehingga jika ada sebagian yang tidak dilaksanakan maka itu dianggap sebagai pelanggaran dan berdosa. Maka Islam hanya akan terjaga di sistemnya sendiri. Para penista akan dihukum setimpal dengan perbuatannya, dan membuat gentar pengekornya. Mereka tak layak mendapatkan pengampunan karena sesungguhnya mereka kafir setelah beriman sebagaimana firman Allah Swt menyebutkan.

لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ ۚ إِنْ نَعْفُ عَنْ طَائِفَةٍ مِنْكُمْ نُعَذِّبْ طَائِفَةً بِأَنَّهُمْ كَانُوا مُجْرِمِينَ

Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab:”Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah:”Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasûl-Nya kamu selalu berolok-olok?”. Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami mema’afkan segolongan dari kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengadzab golongan (yang lain) di sebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa. [At-Taubah/9:66]

Sudah saatnya umat Islam sadar bahwa ia butuh penjaga agamanya agar  bisa bebas dan tenang dalam ibadahnya. Khilafah adalah tawaran terbaik dan terakhir dari beberapa sistem bobrok yang ada di dunia ini. Karena Islam adalah sistem yang datang dari Tuhan seluruh manusia yang memahami segala kebaikan dan keburukan ciptaan-Nya. Dengannya manusia hidup sejahtera di bawah limpahan ridha dan keberkahanNYA.

Waallahu a'lam bish shawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak