Oleh : Alin Fm
Praktisi Multimedia dan Penulis
Palestina masih berduka. Konflik berkepanjangan telah puluhan tahun tidak pernah reda sejak tahun 1948, serta pembantaian dan agresi senantiasa berulang. Sejatinya konflik gaza adalah menciptakan rasa takut dan menginjak harga diri Umat Islam di timur- tengah khususnya Palestina, dan menampakan keangkuhan Israel atas penduduk Palestina dengan mengambil paksa tanah umat Islam untuk etnis Yahudi.
Baru-baru ini Pertempuran di Gaza dipicu serangan Israel ke rumah komandan Jihad Islam Baha Abu Al Ata pada Selasa (12/11/2019) dini hari. Serangan menggunakan rudal itu menewaskan Ata, istrinya, Asma, serta dua anak mereka. Jihad Islam membalas serangan itu dengan menembakkan sedikitnya 360 roket ke Israel dalam 2 hari. Tidak ada korban jiwa dari pihak Israel namun 48 orang mengalami luka. Israel mmengklaim sebagian besar roket berhasil dirontokkan dengan rudal sistem pertahanan Iron Dome. Sebagian lagi menghantam rumah dan area terbuka. Sirine meraung-raung di beberapa kota Israel, termasuk Tel Aviv, saat para faksi perlawanan Palestina menembakkan rudal. Pertempuran selama 2 hari, menewaskan 34 warga Gaza, sampai akhirnya Jihad Islam dan Israel menyepakati gencatan senjata pada Kamis (14/11/2019). Namun usia gencatan senjata hanya bertahan sehari.(https://m.detik.com/news/internasional/d-4787032/israel-gempur-hamas-di-gaza-usai-serangan-roket)
Militer Israel kembali melancarkan serangan udara terbaru ke Jalur Gaza, Palestina, pada Jumat dan Sabtu (15-16/11/2019). Serangan ini dilancarkan sehari setelah semua pihak menyepakati gencatan senjata. Jika sebelumnya Israel menyerang basis faksi perlawanan Jihad Islam, maka kali ini mereka menargetkan Hamas. Israel mengklaim serangan terbaru ini dilakukan karena para faksi Palestina masih meluncurkan roket-roketnya.
Serangan Gaza merupakan Proyek Politik-Ekonomi Kapitalis
Konflik Gaza bukan semata-mata perebutan tanah. Pembantaian di Palestina bukan sekedar perebutan kota Yerusalem antara Palestina dan Israel untuk menjadikannya Ibu Kota. Ataupun konflik antara Yahudi dan Umat Islam semata, yang menginginkan untuk menjadi pemilik tanah suci tiga agama. Namun lebih dari itu. Banyak muatan politik-ekonomi disana yang tidak lebih dari keinginan korporasi dan kapitalis untuk terus mencengkeram eksisistensinya di timur tengah, dan menginjakkan kaki lebih dalam di wilayah Palestina. Memelihara konflik di Palestina sama dengan memperpanjang usia Para Kapitalis. Karena mereka sadar, jika dibiarkan tanpa konflik maka kebangkitan umat Islam di wilayah Timur Tengah menjadi sebuah keniscayaan. Sehingga mereka akan kehilangan sumber imperialismenya. Termasuk serangan yang terjadi di Palestina saat ini. Berawal dari Israel berencana mengoperasikan kereta gantung di atas Yerusalem. Rencana ini telah membuat warga Palestina marah karena bisa mengancam menghilangkan impian mereka untuk memiliki ibu kota masa depan di kota suci tersebut. Rencananya, kereta gantung itu akan mengantar sekitar 3.000 wisatawan dan peziarah per jam dari bagian barat Yerusalem ke Kota Tua bagian timur dalam perjalanan empat menit. Rencana itu bergerak maju minggu ini ketika komite khusus yang dipimpin oleh Menteri Keuangan Israel memberikan lampu hijau atau persetujuan.
Pemerintah Israel mengatakan skema proyek sekitar 220 juta shekel (USD63 juta) akan meringankan beban lalu lintas yang padat, yang dikemas dengan kunjungan turis dan penduduk ke banyak situs agama Kristen, Muslim dan Yahudi. (https://international.sindonews.com/read/1456871/43/israel-ingin-operasikan-kereta-gantung-di-yerusalem-palestina-marah-1573188145)
Jika berharap penyelesaian konflik ini dengan gencatan senjata ataupun dengan negoisasi dari mahkamah ke mahkamah lainnya, maka bisa dibilang jauh panggang dari api alias percuma saja. Karena bisa dipastikan konflik semacam ini akan terus berulang dari waktu ke waktu dan dimainkan sesuai keinginan dan kepentingan mereka.
Apalagi jika berharap pada empati dunia Barat agar turut membantu memberikan solusi atas konflik ini, maka hasilnya umat Islam Palestina akan tetap menelan kekecewaan. Demikian juga ketika harus berharap pada pemimpin di negeri-negeri Muslim yang lain, sebagaimana saat ini tidak ada bantuan yang berarti dari sekedar bantuan logistik makanan dan medis saja. Umat Islam Palestina butuh lebih dari itu.
Palestina butuh para tentara dari umat Islam seluruh dunia, untuk mengusir Israel dari tanah Palestina, kiblat pertama umat Islam, tanah usriyah yang dibebaskan dengan darah kaum Muslimin. Palestina memerlukan bantuan riil, bukan sekedar kecaman dan rasa belas kasihan. Proyek politik ini harus dilawan. Palestina dengan bersatunya negeri-negeri Muslim harus bersatu di seluruh dunia, karena dibelakang Israel banyak aktor politik dan kapitalis yang bermain terutama negara utama Kapitalisme yakni Amerika Serikat. Umat Islam butuh seorang pemimpin, yaitu Khalifah yang bisa menggerakkan seluruh kekuatan umat Islam serta menyatukannya dalam satu naungan institusi politik Khilafah, sehingga mudah untuk menghancurkan kekuatan Israel dan Pendukung-pendukungnya.
Namun saat ini, yang bisa dilakukan adalah pergerakan politik dengan masifnya dakwah Islam ideologis harus terus digencarkan sehingga umat Islam paham kenapa permasalahan utama Palestina ini terus berulang. Demikian juga konflik dan agresi yang terjadi di wilayah umat Islam di belahan dunia lainnya. Sehingga ketika akar masalah telah ditentukan yaitu ketidak-adanya KeKhilafahan serta Khalifah yang akan menyelesaikan setiap permasalahan umat Islam dan yang akan menjadi perisai pertama dan utama bagi kaum Muslimin. Maka Palestina pun bisa dibebaskan. Sayangnya saat ini korban terus berjatuhan, Sampai kapan Palestina haruskah menunggu lebih lama lagi? Wallahu'alam.