Tidak Akan Ada Efek Jera Bagi Penista Agama



Oleh : Syizka Sepridha


Penistaan agama (blasphemy) merupakan tindak penghinaan, penghujatan, atau ketidaksopanan terhadap tokoh-tokoh suci, artefak agama, adat istiadat, dan keyakinan suatu agama. Lagi-lagi berulang dengan tokoh yang sama, Sukmawati Soekarno Putri kembali membuat gaduh, dalam video yang sempat viral , Sukmawati membandingkan Al-Quran dengan Pancasila, belia juga mempertanyakan kontribusi Rasulullah dalam perjuangan kemerdekaan di bandingkan dengan Soekarno, Ayahnya.


Dalam potongan video yang dimaksud, ia berkata, "Mana lebih bagus Pancasila atau Alquran? Sekarang saya mau tanya nih semua. Yang berjuang di Abad 20, itu nabi yang mulia Muhammad apa Ir. Sukarno untuk kemerdekaan?".

Video editan tersebut kemudian menjadi pemberitaan di sejumlah media yang menyebut Sukmawati membandingkan jasa Sukarno dan Nabi Muhammad. CNNIndonesia.com lewat sambungan telepon pada Sabtu (16/11).


Atas pernyataan yang dianggap membandingkan  Soekarno dan Nabi Muhammad itu, Sukmawati dilaporkan oleh simpatisan Koordinator Bela Islam (Korlabi).

Pihak kepolisian menerima laporan bernomor LP/7393/XI/2019/PMJ/Dit.Reskrimum pada 15 November 2019 dengan pelapor Ratih Puspa Nusanti. Pasal yang dilaporkan yakni tentang tindak pidana penistaan agama Pasal 156a KUHP.

Dalam Kodifikasi hukum nasional, tindak pidana penistaan agama yang diatur dalam pasal 156a KUHP, yang berbunyi:

“Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia”.


Di Indonesia, sepanjang kurun tahun 1965-2017 setidaknya terdapat 97 kasus penistaan agama. Di antaranya, 76 perkara diselesaikan melalui jalur hukum (persidangan) dan sisanya di luar persidangan (non-yustisia).

Bahkan, beberapa di antara kasus-kasus hukum penistaan agama itu mendapatkan sorotan media yang cukup intensif. Sebut saja kasus cerpen “Langit Makin Mendung” karya Ki Pandji Kusmin, kasus Sekte Pondok Nabi, kasus Survei Tabloid Monitor, kasus Lia Aminudin (Lia Eden), kasus Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar), kasus Tajul Muluk alias Haji Ali Murthado, kasus Nando Irawansyah M’ali, Kasus Rusgiani, Kasus Heidi Eugenie, dan yang paling fenomenal adalah kasus penodaan surah Al Maidah oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).


Kembali pada kasus Ibu Sukmawati. Sebenarnya bukan baru sekali ini saja. Bu sukmawati membicarakan hal yang tidak sesuai dengan agama Islam. Kita tentu ingat ketika beliau membandingkan azan dengan kidung ibu pertiwi, kemudian kondenya dengan kerudung muslimah. Seolah kebencian terus merasuk di hatinya karena setiap dia mengatakan hal tersebut terlihat mata yang penuh kebencian.


Fakta saat ini, bukan hanya Bu Sukma, tetapi banyak pelaku penistaan agama yang serupa, bebas melenggang tanpa mendapatkan hukuman karena alasan tidak sengaja, tidak paham maupun alasan sejenis. Hal ini tentu saja tidak membuat mereka jera untuk mengulang perilaku yang sama.


 Namun, penguasa saat ini seolah tutup mata dan tidak peduli. Negara seolah abai ketika Ajaran Islam dijadikan bahan olok-olok, Rasul yang Mulia di hina, bahkan ayat Alquran di anggap alat untuk membodohi masyarakat, namun jika itu ditujukan kepada penguasa, mereka sampai membuat undang-undang untuk menghukum pelakunya. Sungguh sangat miris 


 Bagaimana  Islam Menyelesaikan Masalah Penistaan Agama?


Rasulullah sebagai suri teladan kita sudah mencontohkan segala hal, bahkan sebagai kepala negara pertama daulah khilafah,  Rasulullah Saw menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan sikap kaum kafir Quraisy dan Yahudi secara tegas dan keras. Seperti di contohkan dalam peristiwa diusirnya Bani Qoinuqo dari Madinah karena melecehkan seorang  muslimah, yaitu menarik pakaiannya hingga tersingkap. Belum lagi olok-olokan terhadap kaum Muslim.Sikap tegas nabi Saw yang mengusir mereka merupakan sikap yang menentramkan umat Muslim saat itu. Karena saat hal tersebut terjadi Rasulullah Saw sebagai kepala negara berlaku adil dalam menghukum mereka untuk menjaga marwah kaum muslimin. Dan bagi para penghina Islam maka diberlakukan hukum yang tegas. Hal ini berbeda ketika Rasulullah Saw belum menjabat sebagai kepala negara. Bahkan ketika ada keluarga sahabat Rasulullah Saw  yang di bunuh secara keji saja, Rasulullah Saw  tidak melakukan tindakan balasan yang hanya akan menghancurkan dirinya. Karena saat itu, selain belum ada kekuasaan, namun juga untuk menjaga memberikan contoh bahwa Islam dikenalkan bukan melalui kekerasan.


Sampai saat ini Islam memang tidak pernah memulai kekerasan. Segala penyerangan, penindasan dan kekerasan hanya di jatuhkan bagi kaum muslim, sedangkan muslim saat ini sulit untuk membalas. Karena kondisi saat ini sama seperti kondisi ketika Rasul belum berkuasa. Yaitu belum di dirikannya negara daulah islamiyah. Islam butuh kekuasaan, bukan untuk menghakimi atau memberangus kaum yang lain, melainkan untuk menerapkan hukum Allah di muka bumi ini. Dengan ada hukum Allah maka akan memberi efek jera. Pun bagi para penista agama seperti Ibu Sukmawati saat ini. Sulit rasanya jika harus berharap pada rezim saat ini. Entah apa yang akan mereka upayakan agar pelaku bebas dari hukuman. Harapan kita saat ini adalah umat Islam bersatu, menyamakan pemikiran dan perasaan untuk menerapkan satu peraturan, yaitu peraturan Islam. Melalui sistem pemerintahan Islam, negara daulah islamiyah. Khilafah min hajin nubuwwah. 


Wallahua'lam  bish shawabi


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak