Oleh : Eri
Selain sebagai pembuka penutup acara dan kalimat sapaan, salam juga termasuk adab istimewa di kehidupan masyarakat, terutama masyarakat muslim. Begitu pentingnya salam, hingga Rasulullah saw pun memberikan perhatian besar terhadap amalan tersebut.
Belum lama ini, cara pengucapan salam sebagian pejabat publik menjadi sorotan masyarakat Indonesia. Pasalnya, ucapan tersebut dilakukan dengan menggabungkan salam dari beberapa agama yang berbeda. Pengucapan salam seperti itu banyak sekali dilakukan oleh para pejabat sebagai simbol persatuan bangsa atau toleransi, hal inilah yang kemudian dinilai telah melecehkan agama. Hal tersebut, memancing reaksi para Ulama disampaikan melalui Majelis Ulama Indonesia (MUI), untuk melarang pejabat tidak menggunakan salam semua agama.
'Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur mengimbau umat Islam dan para pemangku kebijakan atau pejabat untuk menghindari pengucapan salam dari agama lain saat membuka acara resmi. Mengucapkan salam pembuka dari semua agama yang dilakukan oleh umat Islam adalah perbuatan baru yang merupakan bidah, yang tidak pernah ada di masa lalu. Minimal mengandung nilai syubhat, yang patut dihindari," demikian penggalan bunyi surat tersebut, saat diterima CNNIndonesia.com, Minggu (10/11)'. (cnnindonesia.com)
Sikap yang ditunjukkan MUI Jawa Timur adalah bentuk seharusnya dari sikap para ulama pewaris Nabi. Berani dan tegas menyampaikan kebenaran walau mendapat banyak tekanan dan celaan. Sikap tegas harus menjadi karakter ulama sebagaimana nasihat Rasulullah Saw pada Abu Dzar:
عَنْ أَبِيْ ذَرٍّ قَالَ: أَوْصَانِيْ خَلِيْلِي بِسَبْعٍ وَأَنْ أَتَكَلَّمَ بِمُرِّ الْحَقِّ، وَلاَ تَأْخُذْنِيْ فِي اللهِ لَوْمَةُ لاَئِمٍ.
Dari Abu Dzar Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Kekasihku (Rasulullah) Shallallahu ‘alaihi wa sallam berwasiat kepadaku dengan tujuh hal:…, aku diperintah untuk mengatakan kebenaran meskipun pahit, beliau berwasiat agar aku tidak takut celaan orang yang mencela dalam berdakwah kepada Allah.
Ulama yang paham secara hakiki niscaya tidak akan tinggal diam menyaksikan kemaksiatan didepan mata. Wajib bagi para ulama untuk meluruskan cara pandang yang salah. Untuk itu, dukungan pun datang dari MUI pusat yang turut menanggapi permasalahan ini.
'Sekjen Majelis Ulama Indonesia Anwar Abbas menanggapi imbauan MUI Jawa Timur agar pejabat tidak menggunakan ucapan salam pembuka semua agama. Anwar menilai, imbauan MUI Jatim itu sudah tepat dan sesuai dengan ketentuan Alquran dan Hadits karena di dalam Islam setiap doa selain ada dimensi muamalah (hubungan kepada sesama) juga sangat sarat dengan dimensi teologis serta ibadah'. (jpnm.com 12/11/2019)
Salam semua agama atas nama toleransi jelas salah. Toleransi ala Barat hanya bertujuan untuk merusak akidah umat Islam. Narasi yang dibawa Barat berniat menjerat umat Islam dengan pemahaman yang salah, menggiring umat sebagai orang toleran sesuai wacana mereka. Jika menolak akan dicap intoleran dan sebagainya. Tentu ulama wajib menjelaskan yang benar pada umat sesuai ajaran Islam.
Para ulama merupakan benteng umat, sudah seharusnya melindungi kemurnian dan kesucian agama dan akidah Islam. Ulama wajib menolak atau membantah yang batil, yang sengaja dilemparkan kaum kafir untuk merusak Islam. Pentingnya peran ulama, tidak akan dikatakan berlebihan apabila kebutuhan umat terhadap ulama merupakan kebutuhan vital.
Keberanian para ulama patut kita dukung dengan berjuang bersama, membebaskan umat dari kebodohan. Turut serta menyebarkan kebenaran dan menjadi pembelanya. Sebagai waratsatul anbiya’ (pewaris para nabi), ulama harus memahamkan umat tentang batasan dan larangan-laranganNya guna melaksanakan ketaatan pada Allah. Bersama umat untuk menerapkan syariat Islam secara menyeluruh. Dengan begitu, umat tidak terpecah belah sebagaimana yang diinginkan oleh Barat penjajah.
Wallahu a'lam bis shawwab.
Maasya allah
BalasHapus