Oleh: Ummu Salman
(Ibu Rumah Tangga)
Asosiasi Logisik Indonesia (ALI) menilai tuduhan pemerintah bahwa ada swasta yang melakukan monopoli terhadap aktivitas tol laut menunjukkan ada upaya mencari ‘kambing hitam’ untuk menutupi kegagalan program tersebut. Ketua Umum ALI, Zaldi Ilham Masita menuturkan tol laut tidak diimplementasikan selama 5 tahun terakhir dengan baik sesuai harapan dari Presiden Joko Widodo. “Tujuan dari tol laut untuk menurunkan disparitas harga sama sekali tidak terjadi, inflasi di daerah-daerah yang dilalui oleh tol laut tidak turun,” katanya kepada Bisnis, Minggu (3/11/2019).(bisnis.com,3/11/2019)
Infrastruktur Tak Dinikmati Rakyat
Maraknya pembangunan infrastruktur di era kepemimpinan presiden Jokowi ternyata tak berbanding lurus dengan peningkatan kesejahteraan rakyat. Salah satunya adalah pembangunan tol laut. Pada kenyataannya pembangunan tol laut tersebut hanya dinikmati oleh segelintir orang saja yaitu para kapitalis. Tujuan awal pembangunan tol laut ini adalah untuk menurunkan biaya logistik di Indonesia khususnya di wilayah Indonesia timur yang terkategori Terpencil, Tertinggal, Terluar dan Perbatasan (3TP). Namun setelah 5 tahun berjalan, Program Tol Laut yang ditujukan untuk menekan biaya logistik tersebut dianggap belum memberikan dampak signifikan. Harga-harga pada wilayah timur Indonesia masih tetap tinggi.
Tuduhan bahwa terjadi monopoli tol laut pun muncul. Baru-baru ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, akhir-akhir ini rute tol laut dikuasai perusahaan swasta tertentu. Akibatnya, harga barang melonjak karena ditentukan oleh perusahaan tersebut. Namun, dia mengaku belum mengetahui perusahaan swasta mana yang dimaksud. "Saya belum dapat ini swastanya siapa, sehingga harga barang ini ditentukan oleh perusahaan ini," ujarnya.(merdeka.com, 4/11/2019)
Gagalnya pencapaian tujuan dari pembangunan tol laut tersebut membuktikan akan buruknya riayah rezim yang berparadigma sekuler demokrasi kaptalistik. Pertimbangan dalam membangun berbagai infrastruktur bukan untuk kepentingan rakyat, melainkan banyak yang berdampak kesengsaraan rakyat.
Pemerintah yang seharusnya berperan sebagai pemberi solusi bagi berbagai persoalan yang dialami rakyatnya justru menempatkan dirinya hanya sebagai regulator saja. Misalnya ketika Presiden Jokowi mengeluhkan swasta tertentu yang memonopoli ongkos tol laut, maka yang dia tuju adalah mewacanakan masuknya swasta/asing agar bisa terjadi persaingan harga. Begitulah watak sistem kapitalis. Semuanya diserahkan pada mekanisme pasar bebas.
Riayah Sistem Islam
Dalam sistem Islam, riayah berbagai kebutuhan dan persoalan rakyat adalah kewajiban negara. Keberadaan negara dan aparatnya memang ditujukan untuk berbagai riayah urusan umat tersebut. Dengan paradigma seperti itu, maka berbagai upaya dan aktivitas yang dilakukan oleh negara adalah untuk kepentingan rakyat, termasuk dalam pembangunan infrastruktur.
Infrastruktur merupakan bangunan fisik yang berfungsi untuk mendukung keberlangsungan dan pertumbuhan kegiatan sosial ekonomi suatu masyarakat. Berdasarkan pengertian tersebut, keberadaan infrastruktur akan sangat menunjang kemajuan sosial dan ekonomi suatu masyarakat.
Syaikh Abdul Qadim Zallum dalam buku Sistem Keuangan Negara Khilafah, membagi infrastruktur dari sisi kepemilikan menjadi 3 jenis yaitu:
Pertama: Infrastruktur milik umum. Jenis ini terbagi menjadi dua yaitu: (a) Jalan-jalan umum dan sejenisnya seperti laut, sungai, danau, kanal atau terusan besar seperti terusan suez, lapangan umum dan masjid. (b) Pabrik/industri yang berhubungan dengan benda-benda milik umum seperti pabrik/industri eksplorasi pertambangan, pemurnian dan peleburannya; juga pabrik/industri minyak bumi dan penyulingannya. Jenis pabrik/industri ini boleh dijadikan milik umum, mengikuti (hukum) benda-benda yang dihasilkan pabrik tersebut dan yang berkaitan dengannya.
Kedua: Infrastruktur milik negara yang disebut dengan marâfiq. Marâfiq adalah bentuk jamak dari kata mirfaq, yaitu seluruh sarana yang dapat dimanfaatkan; meliputi sarana yang ada di pedesaan, propinsi maupun yang dibuat oleh negara selama sarana tersebut bermanfaat dan dapat membantu. Marâfiq ‘âmmah ialah seluruh sarana umum yang disediakan negara agar dimanfaatkan oleh seluruh lapisan masyarakat
Ketiga: Infrastruktur yang bisa dimiliki individu seperti industri berat dan senjata, landasan pesawat terbang, sarana ransportasi seperti bus dan pesawat terbang serta yang lainnya.
Pembiayaan Infrastruktur
Dalam sistem ekonomi kapitalis, termasuk yang diterapkan di Indonesia, biaya pembangunan dan pemeliharaan berbagai macam infrastruktur diperoleh dari sektor pajak sebagai pemasukan terbesar penerimaan negara, dari pinjaman atau uang luar negeri dan melalui skenario kerjasama pemerintah dan swasta (KPS) yaitu kontrak kerjasama antara Pemerintah dan swasta dalam penyediaan infrastruktur atau layanan publik dalam jangka waktu panjang (biasanya 15-20 tahun). Pada akhirnya masyarakat yang harus menanggung beban baik secara langsung melalui pungutan penggunanan infrasturktur seperti tarif tol yang semakin mahal maupun melalui pungutan tidak langsung dalam bentuk peningkatan berbagai pungutan pajak.
Dalam sistem ekonomi Islam, infrastruktur yang masuk kategori milik umum harus dikelola oleh negara dan dibiayai dari dana milik umum. Bisa juga dari dana milik negara, tetapi negara tidak boleh mengambil keuntungan dari pengelolaannya. Walaupun ada pungutan, hasilnya harus dikembalikan kepada rakyat sebagai pemiliknya dalam bentuk yang lain. Ini termasuk juga membangun infrastruktur atau sarana lain yang menjadi kewajiban negara untuk masyarakat seperti sekolah-sekolah, perguruan tinggi, rumah sakit, jalan-jalan umum, dan sarana-sarana lain yang lazim diperuntukkan bagi masyarakat sebagai bentuk pengaturan dan pemeliharaan urusan mereka. Dalam hal ini, negara tidak mendapat pendapatan sedikit pun. Yang ada adalah subsidi terus-menerus. Jadi, sama sekali tidak ada pos pendapatan dari sarana-sarana ini.
Wallahu 'alam bishowwab
Tags
Opini