Menyoal Prestasi Pemuda




Oleh: Ummu Syaqieb


Pekan ini, kita disuguhi kehebohan berita seputar prestasi beberapa pemain seni yang sukses menembus kancah luar negeri. Salah satunya kabar akan dibuatkannya patung lilin seorang penyanyi asal Indonesia di Museum bertaraf internasional, Madame Tussauds. Kabar tersebut mendapat sambutan luar biasa, utamanya dari para penggemar. Dipandang sebagai prestasi gemilang yang dapat mengharumkan nama bangsa di mata dunia.

Bagi seorang muslim, kita memiliki pijakan syariat dalam memandang segala hal, termasuk prestasi. Prestasi memang bersifat abstrak, namun tetap memiliki fakta dan dapat diindera oleh rasa. Dalam Islam, prestasi merupakan pencapaian takwa. Oleh karenanya, prestasi hanya teraih manakala dilakukan sesuai hukum syar'i, hingga mendapat keridhoan Ilahi.

Sepanjang peradaban Islam, begitu banyak sosok pemuda menorehkan prestasi yang terukir abadi dalam sejarah. Muhammad Al Fatih, Ali Bin Abi Thalib, Aisyah binti Abu Bakar, Sa'd bin Abu Waqash adalah beberapa diantaranya. Kesemua prestasi yang mereka torehkan berkait erat dengan ketakwaan. Prestasi diperoleh dengan berlelah-lelah berjuang di jalan Allah, demi meraih ridho-Nya, dan hasilnya dipersembahkan untuk kejayaan Islam. 

Siapa yang tak kenal Muhammad Al Fatih? Sejak usia 12 tahun, Al Fatih telah diangkat menjadi Sultan. Dan di usia 21 tahun ia menjadi panglima perang terbaik ketika berhasil menaklukkan Konstantinopel, ibu kota Byzantium, pada saat para jenderal agung pernah melakukan hal serupa namun mengalami kegagalan. Penaklukkan tersebut mengakhiri riwayat Kekaisaran Romawi Timur.

Ali bin Abi Thalib ra., sosok pemuda yang dikenal pemberani dan pintar. Ia termasuk Assabiqunal Awwalun yang masuk Islam di usia 10 tahun. Siap syahid dengan menyamar menggantikan posisi Rasulullah saat dikepung kafir Qurrraisy untuk dibunuh. Keluasan ilmu yang dimiliki membuat Ali mendapat gelar "Babul Ilmi" (pintu ilmu) dari Rasulullah.

Jangan sampai, generasi muslim terperdaya dengan framing prestasi ala Barat yang mengusung nilai-nilai liberal, hedonis dan permisif. Cara pandang prestasi yang demikian dapat menjauhkan kaum muda dari nilai-nilai agamanya, juga mematikan potensi kaum muda yang sesungguhnya. Hingga akhirnya mereka terpasung menjadi follower sekaligus pelestari budaya liberal barat.

Maka, kenali agamamu, kenali syariatnya. Karena hanya dengan mengenal Islam dan syariatnya, akan mampu menunjuki kaum muda pada potensi yang sesungguhnya. Masa muda yang maksimal terisi dengan kebaikan, menuntun pencapaian prestasi hakiki berupa ketakwaan yang produktif membangun peradaban Islam. []

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak