Nuraisah Hasibuan S.S
Pembicaraan tentang radikalisme semakin menghangat semenjak pelantikan Menteri Kabinet Indonesia Maju 2019-2024. Mulai dari Presiden, para menteri, tokoh masyarakat, hingga media ramai menggaungkan isu ini.
Salah satu yang paling getol dengan wacana anti radikalisme adalah Menteri Agama Fachrul Razi. Hampir di setiap kesempatan dia menyampaikan sikap perang melawan radikalisme. Sebut saja dalam pidatonya saat menghadiri perayaan Hari Santri bersama anggota Muslimat NU di Sukoharjo (3/11).
Ia mengutip Resolusi Jihad yang pernah dinyatakan oleh KH. Hasyim Asy'ari tentang perang menolak penjajahan dan menganalogikannya sebagai upaya bela Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang mengaitkan paham radikalisme dengan penerapan Islam kaffah.
Lebih jauh lagi, dikatakannya bahwa mempertahankan NKRI merupakan bagian dari kewajiban agama. Seolah dia memiliki priviledge untuk menetapkan apa yang jadi kewajiban dalam agama. Dalam wawancaranya dan juga saat mengisi khatib Jumat, wacana radikalisme selalu disampaikan purnawirawan Jenderal TNI ini.
Lebih spesifik lagi ia menyebutkan cadar dan celana cingkrang sebagai ciri orang yang terpapar radikalisme. Sehingga sebagai aksi nyatanya, ia telah melakukan razia cadar dan celana cingkrang di Kementerian Agama.
Aksi ini diikuti oleh semua instansi pemerintahan. Peringatan hingga pemecatan terhadap Aparatur Sipil Negara (ASN) yang dicurigai terpapar radikalisme dilakukan. Seperti yang terjadi pada Hayati Syafri, seorang dosen di Bukittinggi.
Meski masih menjadi misteri apakah pemecatan ini karena ia memakai cadar atau karena tidak masuk kerja selama 67 hari di tahun 2017. Masalahnya, mengapa data tahun 2017 baru diproses sekarang bersamaan dengan memanasnya isu anti radikalisme? Apakah ASN lain yang absen sebanyak itu namun tidak memakai cadar juga pernah dipecat?
Upaya razia termasuk memperketat proses wawancara dan pemeriksaan curriculum vitae (cv) Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) yang penerimaannya sudah dibuka di berbagai kementerian dan instansi pemerintah daerah, sejak Senin (11/11). Pihak Kementerian Agama menyampaikan bahwa dari hasil wawancara akan tersaring CPNS yang terpapar radikalisme atau berpotensi terpapar. Akan dilakukan juga penelusuran informasi terhadap tiap CPNS sehingga tidak akan kecolongan.
Kembali ke masalah cadar, Menteri Agama Fachrul Razi sampai mengeluarkan pernyataan mengada-ada, seperti rasa kekhawatirannya bahwa pengguna cadar akan semakin berkembang, bahwa cadar bukanlah penentu ketakwaan seorang muslimah, dan bahwa nantinya akan muncul anggapan tentang wanita yang tidak bercadar sebagai muslimah yang kurang bertakwa.
Pernyataan-pernyataannya yang semakin blunder dan bernada offensive apologetic tampaknya disebabkan banyaknya kritikan dan protes yang diterimanya. MUI memperingatkan Fachrul Razi supaya jangan membuat kegaduhan di tengah masyarakat. Wajar disebut bikin gaduh karena sebelumnya masyarakat tidak pernah berlebihan menilai pengguna cadar. Namun sekarang orang jadi lebih was-was karena tersugesti pernyataan miring Menteri Agama tentang cadar.
Ketua Dewan Syariah Surakarta, Dr. Muidinillah juga mewanti-wanti Menteri Agama agar jangan merusak citra Islam demi ingin cari muka pada pemerintah. Memerangi radikalisme tentu tidak sama dengan memerangi Islam. Dan yang dilakukan Fachrul Razi selama ini memang seolah hendak memerangi Islam, seolah bibit radikalisme pastilah dari Islam.
Dari DPR juga muncul kritik pedas terhadap pernyataan Fachrul Razi terkait kriminalisasi cadar dan celana cingkrang. Mereka mengatakan bahwa pernyataan tersebut bisa menyakiti hati ummat. Bagaimana tidak, hal yang merupakan ciri Islami dianggap sebagai indikator radikaliasme bahkan terorisme.
Padahal dalil tentang cadar ini sangat jelas oleh ke-empat imam mahzab. Muslim yang bermahzab Syafi'i dan Hanbali meyakini bahwa cadar itu wajib. Tidak ada satupun manusia di dunia ini yang berhak memalingkan seorang muslim dari keyakinannya yang berdasarkan dalil syara.
Jangan juga dikatakan bahwa cadar adalah budaya Arab dan Timur Tengah. Sebab sebelum ayat perintah berhijab dirurunkan Allah SWT, budaya Arab jahiiliyah adalah menampakkan aurat dan bersolek (tabarruj). Hijab dan cadar jelas adalah budaya Islam dan sudah sepantasnya seorang muslim berbudaya Islam.
Semoga Menteri Agama Fachrul Razi bisa mengambil pelajaran dari semua ini, agar ia membahas sesuatu sesuai dengan porsinya saja. Tidak terus-menerus sehingga terkesan berlebihan. Sebab masih banyak urusan lain yang lebih penting di Kementerian Agama selain mengurusi masalah cadar ini. Wallahu a'lam bisshowab