MENGKRITISI JIHAD DAN BUSANA MUSLIM/CADAR



Oleh bunda esthree

Beragam cara yang dilakukan rezim untuk mengebiri ajaran  Islam dengan penyesatan makna syar'i semakin menunjukkan ketidaksukaan rezim terhadap Islam. 
Belum lama ini juga muncul pernyataan kontroversial Fachrul Razi sejak dilantik pada Ahad, 20 Oktober 2019:

1. PNS Bercadar
Sejumlah pemberitaan mengutip pernyataan Fachrul Razi di Hotel Best Western, Jakarta, pada Rabu 30 Oktober 2019, tentang penggunaan cadar di lingkungan instansi pemerintahan dan ancaman keamanan.
Ancaman keamanan yang dia maksud adalah seperti kasus penusukan Menkopolhukam Wiranto di Banten beberapa waktu lalu. Salah seorang penusuk Wiranto mengenakan jilbab panjang serba hitam dan bercadar.
Fachrul Razi mengatakan tak ada dasar aturan agama dalam penggunaan cadar. Apalagi aturan di pemerintahan.
“Kalau instansi pemerintah kan memang sudah jelas ada aturannya, kalau kamu PNS memang boleh pakai tutup muka?” ujar Fachrul. Dikutip dari koran warta tempo, 1 november 2019.

2. Celana Cingkrang
Fachrul Razi juga sempat menyoroti soal pakaian yang seharusnya dipakai Aparatur Sipil Negara (ASN). Fachrul menyinggung soal celana cingkrang.
"Kemudian masalah celana cingkrang-cingkrang itu tidak dilarang dari aspek agama. Karena memang agama pun tidak melarang. Tapi dari aturan pegawai bisa, misal di tempat ditegur celana kok tinggi gitu?" ungkap Fachrul Razi di Kemenko PMK, Kamis (31/10).
Ujaran-ujaran yang berkaitan dengan ajaran Islam yang selalu rezim tampakkan ketidaksukaannya,  ibarat kayu dan penggaris,  kayu harus mengikuti penggaris, bukan malah sebaliknya karena bisa dipastikan tidak akan ada penggaris yang sesuai yang bisa kita pakai. Sama halnya dengan manusia harus mengikuti Alquran, bukan Alquran yang harus mengikuti zaman manusia. Karena Alquran itu mukjizat yang sampai saat ini masih bisa kita temui yang berasal langsung dari Allah,  dan kita harus yakin Alquran itu berisi pedoman hidup karena memang hanya Allah yang mampu memberikan aturan yang sesuai buat hambanya karena Allah sang khaliq sang mudabbir. Islam adalah agama yang di ridhoi oleh Allah berdasarkan firman Allah
“Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam. Tidaklah berselisih orang-orang yang telah diberi Al-Kitab, kecuali setelah mereka memperoleh ilmu, karena kedengkian di antara mereka. Barangsiapa yang ingkar terhadap ayat-ayat Allah, maka sesungguhnya Allah sangat cepat perhitungan-Nya.” [Ali ‘Imran: 19].
Pemerintah juga mengkritisi makna jihad, mereka mengatakan penggunaan kata jihad yang berarti perang dianggap tidak relevan sekarang ini, sehingga menimbulkan penyesatan makna syar'i terhadap jihad. Pemerintah mengatakan jihad tidak selalu identik dengan peperangan, terlebih pada zaman sekarang di Indonesia, ketika keterbelakangan masih cukup tinggi, kemiskinan juga masih cukup tinggi, dan angka buta huruf juga masih tinggi. Padahal jangan sampai makna yang syar'i  diubah mengikuti kepentingan-kepentingan yang mereka inginkan. Para ulama yang memahami dan mengartikan bahwa jihad adalah perang yaitu:
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani, seorang ulama terkemuka Madzhab Syafi’i, berkata:
وَشَرْعًا بَذْل الْجَهْد فِي قِتَال الْكُفَّار
Dan secara syar’i, (jihad) adalah mengerahkan segala kemampuan dalam perang melawan orang-orang kafir (Fat-h al-Bari, 8/365).
Imam Ala`uddin al-Kassani, seorang ulama Madzhab Hanafi, berkata:
وفي عرف الشرع يستعمل في بذل الوسع والطاقة بالقتال في سبيل الله عز و جل بالنفس والمال واللسان أو غير ذلك أو المبالغة في ذلك
Dalam dalam pengertian syar’i, kata (jihad) digunakan untuk menyebut pengerahan kemampuan dan kekuatan dalam perang di jalan Allah Swt, baik dengan jiwa, harta, lisan, atau selainnya, atau lebih dari itu (Badâ`i’ al-Shanâi’, VI/57).
Al-Syaikh ‘Alisy, seorang ulama Madzhab Maliki, mendefinisikan jihad sebagai berikut:
قِتَالُ مُسْلِمٍ كَافِرًا غَيْرَ ذِي عَهْدٍ لِإِعْلَاءِ كَلِمَةِ اللَّهِ تَعَالَى
Perangnya seorang Muslim melawan orang Kafir yang tidak mempunyai ikatan perjanjian, untuk menggikan kalimat Allah Swt (Munah al-Jalîl Syar-h Mukhtashar, v/484).
Al-Syaikh Musthafa bin Sa’ad al-Dimasqi, seorang ulama dari Madzhab Hambali, berkata:
وَشَرْعًا : (قِتَالُ الْكُفَّارِ)
Dan secara syar’i, jihad berarti perang melawan orang-orang kafir (Mathâlib Uli al-Nuhâ fî Syarh Ghâyah al-Muntahâ, VI/465).

Maka memaknai jihad dengan pengertian perang tampaknya kurang memadai. Pemaknaan jihad seperti ini wajib bagi umat untuk meluruskan kembali, karena telah terbukti banyaknya ulama salafus sholeh yang mengartikan jihad sendiri adalah perang. Dan jihad yang dilakukan itu berupa offensif dan deffensif
Menurut data katadata.com, 13 september 2019. Berdasarkan proyeksi penduduk 2015-2045 hasil Survei Penduduk Antar Sensus (Supas) 2015, jumlah penduduk Indonesia akan mencapai 269,6 juta jiwa pada 2020, dengan mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. 
Berdasarkan data Globalreligiousfutures. Indonesia dengan penganut agama Islam terbanyak, sebagai agama mayoritas masih saja sering tertuduh dengan kata teroris, radikal, intoleran. Tetapi berbeda hal jika di negara lain umat Islam menjadi minoritas contohnya myanmar, umat Islam seperti ingin dihilangkan, dibunuh secara keji tapi tak ada kata terorisme terlontar dari mulut mereka sang penguasa. Jadi sebenarnya bukan Islamlah yang intoleran,  radikal,  teroris,  karena jika itu benar, agama minoritas yang ada di Indonesia tidak akan aman sampai sekarang. Tetapi rezim saat ini sudah secara terang-terangan sikap anti Islamnya,  karena selama ini yang pasti dipermasalahkan adalah hal-hal yang berkaitan dengan ajaran Islam. Hadirnya Islam adalah rahmatan lil alamin, ketika aturanya diterapkan akan mendapatkan maslahat dan menepis mafsadat. Maka solusi yang harus diperjuangkan adalah segeralah beralih kepada aturan sang pemilik kehidupan yaitu kembali kepada aturan Islam yang sempurna karena hanya dengan itulah pintu keberkahan dan ketentraman akan didapatkan maka rahmatan lil alamin segera diwujudkan. 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak