Menghargai Peran Ibu



 Oleh : Elpiani Basir, S. Pd
(Pemerhati Masalah Sosial Lalembuu, Sulawesi Tenggara)


Belum lama ini kejadian yang menyatat hati kembali terulang di Jakarta Seorang ibu NP (21) menggelonggong anaknya ZNL (2,5) dengan air galon hingga tewas. NP mengaku menyiksa anaknya lantaran stres diancam akan diceraikan oleh sang suami. “Istrinya stress diancam diceraikan apabila anaknya ini dalam kondisi kurus tidak bisa gemuk,” kata Kanit Reskrim Polsek Kebon Jeruk AKP Irwandhy Idrus kepada wartawan di kantornya, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Jumat (25/10/2019). Irwandhy menyebutkan, karena ancaman sang suami, NP menjadi tertekan hingga mengambil jalan pintas untuk ‘menggemukkan’ anaknya dengan cara digelonggong air minum.

 “Bagaimana bisa membuat gemuk dari masalah ekonomi, dalam rumah tangganya emang tidak mempunyai gizi yang cukup. Pelaku mengambil jalan pintas akan terlihat gemuk dengan memasukkan sejumlah air setelah di isi akan terlihat gemuk, pikirannya pelaku,” jelas Irwandhy. 
Saat digelonggong, korban menangis. Emosi NP semakin tidak terkendali hingga akhirnya melakukan penganiayaan terhadap korban. “Dipicu anaknya nangis dia berpikir ‘anak ini bukannya menyelesaikan masalah, justru semakin menambah beban’. Emosinya tidak terkendali memicu pelaku untuk melakukan ini,” katanya ( Islampos, 1/11/2019 ).

Fakta di atas hanya menggambarkan salah satu dari keluarga yang mengalami keputusasaan dalam melawan kerasnya kehidupan kapitalis sekuler hari ini. Masih banyak lagi kasus yang serupa yang di alami oleh banyak keluarga di negeri ini baik yang terekspos media maupun yang tidak. Sistem kehidupan kapitalis sekuler memainkan peran dalam menghancurkan keluarga termasuk dalam merenggut naluri keibuan.

Sebagai seorang istri dan ibu yang seharusnya di muliakan dan di penuhi hak-hak nya agar merasa bahagia dalam menjalani perannya justru kebanyakan perempuan saat ini kehilangan identitas diri yang sejati bagaimana tidak, perempuan yang fokus sebagai ibu rumah tangga dibuat merasa tidak berharga dengan narasi yang di gembor- gemborkan bahwa perempuan yang sukses adalah perempuan yang bisa menghasilkan materi sehingga tidak sedikit perempuan harus menanggung beban ganda sebagai ibu sekaligus pencari nafkah yang harus menguras energi lebih termasuk menguras emosi perempuan.Masalah keterpurukan ekonomi keluarga bukanlah disebabkan karena perempuan tidak menghasilkan materi akan tetapi akibat dari penerapan ideologi kapitalisme.

Berbeda dengan Islam yang menanamkan dalam diri perempuan suatu rasa yang sangat besar tentang tugas penting mereka sebagai penjaga rumah dan pengasuh anak-anak mereka, mereka melakukannya dengan kesungguhan dan kepedulian yang paling serius. Hukum Syariah juga menciptakan unit keluarga yang kuat dan terpadu. Islam mengangkat status ibu,memberikan posisi tinggi penghormatan dalam masyarakat, dan menganggap sebagai nilai besar atas peran perempuan sebagai penjaga rumah tangga, serta sebagai perawat dan pengasuh anak. 

Banyak nash-nash Islam yang memberikan penghargaan besar untuk pernikahan dan melahirkan banyak anak, dan menggambarkan perlakuan istimewa yang layak diterima ibu dari anak-anak mereka. “Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” [QS Luqman: 14] 
Dari Abu Hurairah ra., beliau berkata, “Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah Saw dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi Saw menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi Saw menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi Saw, ‘Kemudian ayahmu.’” (HR. Bukhari dan Muslim) Nabi Saw bersabda, “Nikahilah perempuan yang subur dan penyayang. Karena aku akan berbangga dengan banyaknya jumlah umatku di hadapan umat-umat lain.” (HR. Abu Dawud). 
Pandangan Islam tentang tingginya status dan pentingnya peran ibu ditegakkan kembali oleh aturan spesifik terkait peran, tugas dan hak yang spesifik untuk laki-laki dan perempuan dalam kehidupan keluarga. Ini mendefinisikan peran utama perempuan sebagai ibu rumah tangga dan pengasuh anak-anak, dan peran laki-laki sebagai penjaga dan pencari nafkah bagi keluarga. Peran utama perempuan ini tidak menghilangkan hak mereka untuk bekerja jika mereka menginginkannya. Melainkan memberikan perempuan hak istimewa atas nafkah yang selalu disediakan oleh suami atau kerabat laki-laki mereka yang berkewajiban untuk secara finansial memelihara anggota perempuan dari keluarga mereka, mengangkat beban mencari nafkah dari perempuan. 

Nabi SAW berkata, “Masing-masing dari kalian adalah seorang pemimpin, dan masing-masing bertanggung jawab atas mereka yang berada di bawah kepemimpinannya. Seorang penguasa adalah seorang pemimpin; seorang laki-laki adalah pemimpin keluarganya; seorang perempuan adalah pemimpin rumah dan anak suaminya ... ”(HR Bukhari dan Muslim) 
Negara bertugas untuk menjamin biaya hidup dari orang yang tidak memiliki uang, tidak ada pekerjaan dan tidak ada keluarga yang bertanggung jawab atas pemeliharaan keuangannya. Negara bertanggung jawab untuk memberikan tempat tinggal dan memelihara orang-orang tidak mampu dan cacat.

Dibawah kekuasaan Islam,perempuan ditanamkan suatu rasa yang sangat besar tentang tugas penting mereka sebagai penjaga rumah dan pengasuh anak-anak mereka, yang mereka lakukan dengan kesungguhan dan kepedulian yang paling serius. Hukum Syariah juga menciptakan unit keluarga yang kuat dan terpadu. Oleh karena itu, hanya Khilafah, yang menerapkan Islam secara komprehensif, yang akan mengembalikan status besar yang layak dimiliki ibu dalam suatu masyarakat, akan memastikan hak dan pengasuhan efektif anak-anak terjamin, dan akan melindungi kesucian dan keharmonisan kehidupan keluarga.Wallahu A'lam bissawab. 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak