Oleh : Ummu Salsa
Radikalisme, Radikalisme dan Radikalisme
Isu radikalisme bukanlah suatu hal yang baru, isu yang sudah lama terkubur kini dibangkitkan kembali oleh musuh-musuh Islam. Melalui kaki tangannya dalam pemerintahan kita saat ini, di mana kita ketahui bahwa kecacatan sistem hari ini sedikit demi sedikit mulai terbongkar. Permasalahan ekonomi yang tengah kita hadapi, yang seharusnya dipikirkan bagaimana solusinya bukan malah justru berusaha menutupi permasalahan yang baunya sudah tercium. Dan ironisnya untuk menutupi itu semua mereka rela bersandiwara, karena melihat geliat umat yang sangat kukuh memperjuangkan Islam, mereka tak segan-segan menjadikan Islam sebagai sasaran empuk dengan alasan melawan radikalisme. Sebagaimana disampaikan oleh Menteri Agama Fakhrul Razi mantan Wakil Panglima TNI bahwa dengan tegas mengakui diberi tugas oleh Presiden Jokowi untuk mencari terobosan dalam menangkal radikalisme. (Indonesiainside.id 27/10/2019).
Tak lama berselang, Fakhrul Razi langsung menebar ancaman kepada para ustadz dan penceramah yang dianggapnya menebar radikalisme dan perpecahan. Namun masyarakat tidak bodoh akhirnya, timbul pro kontra di masyarakat. Kenapa yang ingin menyampaikan kebenaran justru di persekusi, sebaliknya yang merugikan Negara justru dilindungi.
Radikalisme Senjata Untuk Menutupi Jebloknya Perekonomian
Dengan digorengnya isu radikalisme membuat beberapa tokoh merasakan kejanggalan, seperti Tokoh Nasional, Rizal Ramli dia menganggap bahwa ada maksud lain dari pemerintah untuk terus menggoreng isu radikalisme tahun ini. Dia mencium bahwa kembali digorengnya isu radikalisme hanya untuk menutupi performa ekonomi Indonesia yang kian terpuruk tahun ini. ( Harianaceh.co.id 28/10/2019)
Jakarta CNN Indonesia – politikus (PKS) Nasir Djamil meminta pemerintah Jokowi-Ma’ruf tidak menjadikan isu radikalisme untuk menghilangkan sejumlah isu krusial yang seharusnya mendapatkan perhatian. Nazir khawatir memunculkan isu radikalisme secara berlebihan adalah upaya untuk menutupi kelemahan pemerintahan mengatasi sejumlah masalah yang sebenarnya membutuhkan perhatian, seperti masalah perekonomian yang berimbang pada kesengsaraan rakyat.
Seharusnya masalah perekonomian inilah yang menjadi “trending topic” tetapi berhasil ditutupi dengan terus-menerus menggoreng isu radikalisme. Sehingga menjadi hangat seakan itu menjadi momok yang sangat berbahaya, di sisi lain pemerintah berupaya mencari solusi untuk masalah perekonomian ini. Namun, lagi-lagi dengan jalan yang keliru yaitu dengan cara “utang”. Sebagaimana kita ketahui bahwa utang tersebut beranak-pinak, ini dianggap bukan masalah justru dengan inilah Indonesia bisa bernafas. Fakta ini dipertegas dengan pengumuman Sri Mulyani, mengenai rencana akan menerbitkan surat utang berdominasi valuta asing atau global bound. Sri Mulyani mengambil langkah tersebut dikarenakan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara (APBN) 2019 mengalami defisit. Sementara kebutuhan negara membengkak, defisit tersebut berasal dari belanja negara sebesar Rp. 2.461.1 triliun sedangkan pendapatan hanya sebesar Rp. 1.189.3 triliun.
Dari sini dapat kita lihat, pengeluaran lebih besar daripada pemasukan sementara penghasilan tidak mampu menutupi pengeluaran pembelanjaan negara. Ditambah lagi pembayaran utang yang tidak bisa ditunda dikarenakan bunga yang terus berjalan yang terus-menerus mencekik bangsa Indonesia.
Melihat kondisi perekonomian yang kian parah. Negara berupaya menutupi semua itu dengan mengalihkan perhatian umat dengan isu radikalisme, negara seharusnya mencari jalan keluar dari masalah ini, bukan justru memperparah keadaan Indonesia. Dan orang-orang yang dianggap dapat merusak Rencananya akan dimusnahkan dengan cara yang sangat licik.
Kebijakan Ekonomi Islam
Dapat kita lihat fakta perekonomian kita hari ini tidak Pro kepada rakyat, justru hanya menyengsarakan rakyat. Ekonomi kian hancur dan dominasi asing menguasai dalam Islam ada program aksi yang teruji menjalankan perekonomian.
1. mengadopsi politik gotong royong di antara anggota masyarakat sebagaimana yang dilakukan Nabi Shallallahu alaihi wasallam dan para sahabat pada awal tegaknya Negara Islam di Madinah.
2. Mengkaji dengan sempurna potensi ekonomi umat yang dilakukan oleh para pakar terkait dengan ketersediaan sembako energi dan lain-lain termasuk kekayaan milik umum yang dikuasai swasta baik asing maupun domestik kekayaan diambil alih ketika Khilafah tegak.
3. Memutakhirkan data kependudukan dengan cepat dan seakurat mungkin seperti jumlah orang miskin menengah dan kaya.
4. Mmbuat panduan dan arahan dalam penghematan belanja agar masyarakat dapat fokus pada kebutuhan bukan keinginan dengan begitu distribusi barang dan jasa kepada seluruh rakyat dapat dijamin dengan baik.
5. Mengetahui utang-utang yang diwariskan rezim sebelumnya maka memudahkan untuk pembayarannya dana yang tersedia dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan rakyat dan negara.
Dan yang menjadi pangkal masalah ekonomi kita saat ini adalah ekonomi ribawi, yang di dalam Islam akan dihapuskan termasuk bursa saham yang notabene para pejabat ataupun masyarakat berlomba-lomba memperbanyak saham
Ketika Khilafah tegak maka negara akan berkonsentrasi pada sektor riil, yang halal secara proporsional. Demikianlah Islam betul-betul mampu menyelesaikan permasalahan dan penderitaan umat dan tidak perlu diragukan lagi karena tercatat dalam sejarah selama 13 abad lamanya. Mampu membawa pada kebahagiaan dan keberhasilan yang sangat Gemilang.
Wallahu A’lam Bishawab