Oktavia Nurul Hikmah S.E.
Praktik kekerasan yang menimpa 9 siswa Madrasah Pembangunan (MP) UIN Jakarta berbuntut pelaporan pada polisi. Para pelakunya sementara ini berjumlah 5 orang yang merupakan alumni sekolah. Penelusuran Okezone, pengungkapan praktik kekerasan itu mulanya diredam pihak MP UIN Jakarta dengan menawarkan mediasi kepada orang tua korban dan pelaku. Namun belakangan, beberapa orang tua tak puas dan menginginkan kekerasan diproses secara hukum. Setelah kasus kekerasan itu mencuat ke publik, pihak Madrasah Pembangunan UIN Jakarta memilih bungkam. Tak ada yang mau ditemui dan diminta penjelasan dari pihak sekolah. Padahal, sikap tertutup demikian menambah keresahan bagi orang tua siswa yang menitipkan anaknya belajar di sana. ( OkeNews Rabu, 6 November 2019 )
Kesembilan korban masing-masing berinisial MD, AD, KSN, RJH, JS, MSY, NA, FN, dan MFM. Mereka seluruhnya merupakan siswa kelas 2 SMP MP UIN. Sedangkan para pelaku adalah seniornya dari lulusan sekolah yang sama. Pengakuan salah satu orang tua korban benama Iqbal, putranya dianiaya secara fisik dan psikis oleh para senior yang tergabung dalam geng tersebut. Peristiwa itu berlangsung tanggal 14 Oktober 2019 di salah satu rumah pelaku. Menurut Iqbal, kekerasan itu dilakukan seniornya dengan modus sebagai penataran kepada calon anggota anggota geng yang akan direkrut. Karena kesembilan korban menolak bergabung, lalu mereka dianiaya dan diteror. ( OkeNews Senin, 4 November 2019 )
Melihat kasus diatas semakin menegaskan bahwa pemuda masa kini mulai menjauh dari nilai-nilai keislaman. Pemahaman yang bersumber dari pemikiran manusiawi telah meracuni mereka. Pemahaman barat yang merasuk dalam pemikiran mereka dan menggerakkan jasmaninya untuk melakukan kemunkaran. Gejala ini mewabah kesemua kalangan umat Islam yang ada di dunia. Contohnya, sekarang ini banyak sekali budaya barat yang masuk ke dalam Islam dan akibatnya banyak di antara umat Islam yang mengikuti gaya barat tersebut baik dalam berpakaian maupun dalm bertingkah laku.
Pergaulan dan lingkungan inilah yang membuat mereka seolah-olah tak mempunyai nilai keislaman. Lingkungan merupakan pengaruh yang sangat berbahaya, lingkungan tidak akan bisa membohongi karakter seseorang. Lingkungan menentukan ke mana arah yang akan dituju, apakah ke arah yang benar atau salah. Kuncinya ialah tetap meningkatkan iman karena seburuk apapun lingkungan kita, tetapi iman kita kuat, kita tidak akan pernah terpengaruh oleh budaya manapun yang masuk.
Dalam Islam pemuda adalah sosok yang lekat dengan energi yang meruah. Berkolaborasi dengan idealisme dan semangat, maka jadilah pemuda sebagai ikon hakiki perubahan. Berkaca dari sejarah bangsa manapun, pemuda selalu menempati posisi penting dalam proses perubahan.
Dakwah Rasulullah disambut antusias oleh kalangan muda. Mereka inilah yang kesadarannya begitu mudah dibangun. Kaum mudalah yang amat memahami, bahwa kejahiliyahan sistem kehidupan di Arab waktu itu harus segera diakhiri. Perubahan harus segera diwujudkan. Dan ideologi Islam menjadi senjata pamungkas perubahan. Rasulullah dan mayoritas sahabat mudanya bahu membahu menciptakan dunia baru di bawah naungan Islam yang penuh rahmat.
Sejarah peradaban Islam pun ditopang oleh kalangan muda. Pemudalah yang menjadi kaum pembaharu, yang mencita-citakan kemuliaan Islam. Al Fatih yang menaklukkan Konstantinopel di usia mudanya. Para cendekiawan muda muslim seperti Al Khawarizmi yang menemukan angka nol, Al Jazari sang insinyur, Ibnu Batutah sang penjelajah, dan ribuan ilmuwan muslim yang menciptakan sejarah. Mereka manfaatkan usia mudanya untuk berbuat sebaik-baiknya demi kemaslahatan umat dan kemuliaan Islam.
Peradaban silih berganti, namun senantiasa diisi oleh kalangan muda. Peradaban Islam memiliki kekhasan yang tidak ditemui pada peradaban lainnya. Ialah ruh keimanan yang mewarnai para pemeluknya. Pejuang perubahan di dalam peradaban Islam melandaskan perjuangannya dengan pondasi aqidah. Pergerakan mereka semata untuk memuliakan kalimat tauhid dan meraih ridha Allah SWT.
Kekhilafahan Islam telah diruntuhkan pada 1924. Sejak itulah, peradaban seolah mundur. Ketiadaan penerapan syariat kaaffah dalam naungan khilafah menyebabkan keterpurukan umat di segenap aspek kehidupan.
Sekulerisme-kapitalisme merajai dunia. Pemuda Islam tumbuh dalam dekapan aqidah, namun tercerabut dari sisi penerapan syariah. Lisan mereka basah dengan syahadat, namun aplikasi kalimat tauhid melenyap. Tak sedikit yang menghafal Quran, namun terbentur dalam penerapan. Jangan! Jangan menuding jari pada pemuda. Sekulerisme lah biang keroknya. Keterpisahan agama dari kehidupan menyebabkan manusia kebingungan dalam menjalani kehidupan, pun termasuk para pemudanya. Peran agama dibonsai sekedar ibadah ritual. Sementara sisanya yang banyak mulai dari pergaulan, ekonomi, politik dalam dan luar negeri, kemaslahatan umum, dan lainnya diserahkan pada pengaturan ala akal manusia. Karena dibuat oleh manusia yang memiliki keterbatasan, aturan-aturan ini pun tidak pernah tuntas menyelesaikan problem manusia. Yang terjadi tambal sulam akibat ketidaksempurnaan aturan.
Sekulerisme mencipta kejahiliyahan modern. Ia merupa dalam berbagai bentuk. Berhala berganti bentuk menjadi harta dan tahta. Pelacuran berganti nama menjadi prostitusi baik fisik maupun online. Kejahatan semakin canggih melampaui batas dan masa. Pemuda disibukkan dengan upaya menggapai kebahagiaan semu. Yaitu kebahagiaan yang mematok pencapaian materi sebagai standar.
Namun, dalam kegelapan yang paling pekat pun pemuda tak kehilangan energinya. Di tengah hingar bingar kerusakan sistem, masih ada pemuda yang ikhlas memperjuangkan perubahan. Mereka yang memahami ketidakidealan yang dicipta sistem sekuler kapitalis. Mereka berupaya mencari jawab pada agamanya.
Mereka membuka diri pada diskusi. Meluangkan waktu duduk melingkar mengkaji Islam. Mereka kaitkan segala kerusakan yang terjadi dan mencari akar muasalnya. Mereka pelajari kembali sejarah Rasulullah dan mencari tahu kemungkinan pengulangan sejarah itu di era kekinian. Hingga mereka dapatkan, kejahiliyahan itu hadir kembali dalam bentuk yang lebih modern. Maknanya, solusi Islam sesungguhnya tetap relevan diterapkan di era kekinian sebagaimana Rasulullah sukses mendakwahkannya ke seantero Arab.
Mereka pun mendapat stigma yang sama. Jika dulu Rasulullah dituduh gila dan tukang sihir, kini para pemuda pendakwah Islam dituduh radikal dan tukang manipulasi agama. Kesamaan di antara keduanya adalah mereka sama-sama menyerukan kebenaran dan sama-sama mendapat predikat buruk atas aktivitas tersebut. Maka, jangan bersedih wahai pemuda pejuang perubahan. Jika Rasulullah yang mulia saja tak luput dari hinaan bahkan siksaan, maka pewaris perjuangannya pun layak mendapat hal serupa. Wahai pemuda, kepalkan kembali tanganmu dengan tekad perjuangan. Ayo bergerak, terapkan syariat tegakkan Khilafah demi kemuliaan Islam!
Wallahu'alam